Catatan Seorang Klayaban: BARANGKALI SEMAR SEDANG BERLIBUR KE NEGERI LAIN
Lepas dari persoalan suka dan tidak suka, pemilihan presiden dan wakilnya pada putaran kedua akan memberikan hasil deinitif yang memastikan siapa yang bakal jadi orang pertama di Indonesia. Membengkaknya jumlah para warga negara yang mengambil sikap menggolput, sebagai suatu sikap dan keacuhan pada politik, juga tidak akan menghalang berlangsungnya putaran kedua pada September 2004 kelak. Betapapun jumlah yang menggolput atau tidak memilih, presiden dan wakilnya akan tetap terpilih seperti halnya dengan beberapa pemilihan di Perancis, jika mengambil contoh Perancis. Dalam pemilihan untuk Parlemen Eropa baru-baru ini, jumlah golput di Perancis mencapai angka melebihi 50% dan anggota-anggota Parlemen Eropa dari Perancis tetapi berlangsung dan dinilai sah dari segi hukum. Sulit dibayangkan, apa yang terjadi dengan kehidupan bernegara dan berbangsa secara demokratis jika karena golput lalu pemilu sebagai ujud proses demokratisasi jadi batal. Para politisi barangkali hanya bisa memandang sikap golput [tidak memilih, abstein] sebagai protes atau kurang atau bahkan memang tidak percaya dan kemudian memperhitungkan masalah protes serta ketidakpercayaan itu ketika menelorkan berbagai keputusan sebagai pilihan politik kelak. Golput yang membengkak dalam pemilihan langsung presiden dan wakil presiden [wapres] di Indonesia, saya anggap sebagai hal positif dilihat dari munculnya kembali perhatian warganegara terhadap politik setelah sekian lama mengalami depolitisasi. Sikap menggolput adalah tanda perhatian dan sikap politik. Seperti dalam pemilihan anggota Parlemen Eropa baru-baru ini di Perancis, jumlah golput di atas 50% oleh kekurangpercayaan mereka pada ide dominan di Parlemen Eropa terutama mengenai masalah Eropa Sosial, golput di Indonesia pun saya kira adalah suatu petunjuk ketidakpercayaan warganegara kepada para calon orang pertama dan kedua. Ketidakpercayaan yang berkembang berdasarkan riwayat dan praktek para calon selama memegang kekuasaan di berbagai bidang selama ini. Kecuali itu program politik apa yang diperjuangkan oleh para calon presiden dan wapres serta partai-partai yang mendukungnya dan mereka yang memilih? Mengapa memaksa mereka memilih jika mereka tidak ingin melakukannya secara sadar? Menghujat para golputis apakah sikap seorang demokrat yang baik dan sesuai keadilan? Tidak memilih atau menggolput, tidakkah salah satu cara memilih juga. Memilih untuk tidak memilih siapapun. Karena merasa para calon tidak bisa mereka harapkan mewakili pikiran, perasaan dan aspirasi mereka. Menggolput sebagai suatu sikap politik berarti para golputis itu mempunyai ide dan keinginan politik yang berbeda tentu saja dengan ide dan keinginan politik para capres-wapres. Ide dan keinginan politik ini, dua-duanya sama-sama sah dan sama-sama merupakan hak. Di Perancis misalnya, Le Pen dengan partai Front National- nya sekalipun berkecenderungan neo-nazi, tapi sebagai warganegara diberi hak untuk memperjuangkan cita-cita politiknya melalui berbagai pemilu. Le Pen bahkan dalam pemilihan presiden Perancis terakhir telah menjadi saingan Jacques Chirac, presiden Perancis sekarang. Mayoritas rakyat Perancis turun ke jalan memprotes dan menelanjangi Le Pen serta berbondong-bondong memilih Chirac agar neo-nazi tidak menguasai pemerintahan Perancis. Ketika dalam pelaksanaan program pemilunya, Chirac banyak mengingkari janji programnya, Chirac dengan UMP -- partai berkuasa -- secara berturut-turut dihukum dalam pemilihan rejional dan Parlemen Eropa. Karenanya Perancis mempunyai "dua jenis kekuasaan": kekuasaan pusat dikuasai oleh UMP sedangkan daerah dikuasai oleh Partai Sosialis dengan sekutu-sekutunya. Le Pen dengan Front National-nya merosot drastis. Apakah ide, cita-cita, keinginan dan aspiriasi politik para golputis Indonesia akan terus bergema dan mempunyai pengaruh serta daya tekan sebagai kekuatan elite tandingan atau grup penekan setelah usai pemilihan langsung presiden dan wapres ataukah akan seperti busa sabun yang sejenak menggelembung lalu meletup tak berbekas? Jika ia seperti busa sabun, maka dari keadaan demikian kita akan tahu tingkat kesadaran politik, tingkat organisasi dan daya tarung mereka. Kesadaran politik biasanya bermuatkan suatu ide, aspirasi, cita-cita dan keinginan. Jika kesadaran ini tinggi maka ia menjadi bagian dari diri seseorang dan tertuang dalam setiap kata dan tindakannya. Artinya ia perjuangkan dengan gigih. Karena perjuangan individual kurang memberi daya paksa serta pengaruh maka ia akan melakukannya secara terorganisasi. Tak terbayangkan ide politik bisa terujud tanpa diperjuangkan secara sadar. Daya tarung organisasi politik dan pengaruhnya yang memungkinkan ia tampil nyata sebagai alternatif baik secara ide maupun secara praktek. Dan hal ini ingin saya namai sebagai faktor subyektif. Apabila atau andaikan [saya menggunakan andaian dengan memperhitungkan andaian sebagai kemungkinan], pemegang kekuasaan politik yang terpilih melakukan tindakan represi, saya memandang represi dari dua segi. Pertama, sebagai sesuatu yang negatif karena mungkin berdarah dan tentu saja tidak demokratis. Jika hal ini terjadi maka pemegang kekuasaan politik akan mempertontonkan wajah sesungguhnya ke hadapan dunia sehingga membuka peluang tergalangnya sekutu perlawanan yang cepat atau lambat akan menggulingkan kekuasaan politik itu sendiri. Pilihan politik represif terhadap oposisi tidak lain dari kendaraan yang mengangkut balapasukan perlawanan yang kian membesar. Kedua, terpulang pada faktor subyektif golongan oposisi. Katakanlah golputis. Jika faktor subyektif kaum golputis kuat, maka mereka akan sanggup menangkal, menghadapi represi dan menggunakan represi itu sebagai peluang mengembangkan diri. Berfungsi tidaknya lembaga-lembaga politik dalam masyarakat, secara esensi memperlihatkan tingkat faktor subyektif [dilihat dari berbagai segi] pengendali lembaga-lembaga tersebut. Menunjukkan kemampuan lembaga-lembaga tersebut mengobah ide menjadi kekuatan material. Misalnya "merdeka", "keadilan sosial", "kedaulatan nasional", "rakyat sebagai poros", adalah suatu ide. Bagaimana mengobah ide ini menjadi kenyataan, menjadi kekuatan material, tergantung pada faktor para pendukungnya. Contoh lain:"kenaikan upah", "perobahan agraria", juga suatu ide. Bagaimana upah bisa dinaikkan jika kaum buruh menggantungkan diri pada belas kasihan majikan, tanpa bersatu melakukan perjuangan. Bagaimana "perobahan agraria" jika para petani tidak berorganisasi dan melakukan tuntutan? Pengawasan terhadap pemerintah atau kekuasaan politik pun tergantung pada faktor subyektif masyarakat melalui organisasi-organisasi mereka. Memperkuat faktor subyektif ini memerlukan pekerjaan tekun, susah-payah dan jangka panjang [barangkali masih memerlukan satu generasi lagi!], kejelasan ide dan bagaimana mewujudkannya. Berkoalisi? Beraliansi? Bersekutu? Benar dan selalu diperlukan bersekutu dengan kekuatan-kekuatan yang mungkin diajak bersekutu [beraliansi]. Tapi aliansi pun hanya bisa digalang jika faktor subyektif golputis atau elite tandingan atau grup penekan itu kuat sehingga pihak yang diajak tidak bisa memandang mereka dengan sebelah mata. Bertolak dari pandangan-pandangan di atas maka pemilu sekarang saya nilai positif sebagai langkah kita membangun tradisi dan belajar berdemokrasi tanpa meletakkan harapan pada hasilnya. Jika pemilu memilih presiden dan wapres bisa berlangsung tanpa pertumpahan darah, saya menganggap pemilu sudah berhasil. Dengan demikian kita tidak lagi saban mengganti orang pertama disertai dengan pertumpahan darah. Jika demikian, maka kita memperlihatkan kepada diri kita sendiri bahwa kita sesungguhnya adalah anak-anak bangsa dan negeri yang bisa bernegara dan berbangsa secara beradab. Tidak main bunuh, tidak main tangkap, tidak main culik, tidak main buang. Barangkali ada yang mengatakan bahwa sampai sekarang memang sangat minim, untuk tidak mengatakan tidak ada pertumpahan darah, disebabkan pengawasan kita aparat negara [baca: polisi dan tentara] sampai ke desa-desa. Saya tidak melihat hal ini sebagai negatif kecuali jika polisi dan tentara serta lembaga-lembaga pemerintahan lainnya melakukan tekanan pada para warga pemilih. Jika keadaan begini terjadi maka pemilu dan demokrasi dinodai,militerisme dan otoritarisme masih bersimaharajalela bersama kekuasaan uang. Jika benar demikian maka artinya kita masih penuh ketakutan, bisa digertak daan dibeli. Belum jadi anak manusia dan warga republik tulen. Hal-hal itupun menunjukkan betapa lemahnya faktor subyektif kita sebagai warganegara. Dengan pandangan-pandangan di atas pula, maka siapapun yang keluar sebagai pemenang pada pemilihan putaran kedua September 2004 kelak, akan saya hadapi sebagaimana adanya kenyataan. Mereka jadi pemenang karena saya masih lemah dan mereka secara subyektif lebih kuat. Harapan tentu saja tidak saya letakkan pada pundak mereka. Mungkin tidaknya orang campur-tangan dalam urusan dalam negeri kita, saya kira pertanyaan pun terpulang kepada diri kita: Mengapa bisa? Lagi dan kembali saya melihat kepada faktor subyektif penyandang ide dan mimpi. Mengapa mesti mengutuk langit dan bumi sementara Sun Wukung dan pasukan keranya, tanpa banyak bicara menyerbu langit mengobrak-abrik kerajaan sorga? O, barangkali karena Semar sedang berlibur panjang ke negeri lain. Paris, Juli 2004. ---------------- JJ.KUSNI [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.arsip.da.ru *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/