SURAT KEMBANG KEMUNING:
"HARI SASTRA INDONESIA" PERTAMA DI PARIS [4]. Hampir semua karya Pram yang diterbitkan oleh Hasta Mitra berlangsung ketika Soeharto masih berkuasa, bahkan saat ia sedang berada di puncak kekuasaannya. "Bumi Manusia" serie pertama Tetralogi Pulau Buru Pram dalam waktu singkat mengalami cetak ulang yang keenam kali. Setelah itu Kejaksaan Agung mengeluarkan larangan. Sedangkan "Anak Semua Bangsa", serie kedua, telah dikenakan larangan pada cetakan pertama. Alasan pelarangan karena kedua buku tersebut "menyebarkan Marxisme-Leninisme dan bisa menimbulkan keresahan sosial" [Lihat: Joesoef Isak, 1999]. Kenyataan bahwa karya-karya Pram demikian dicari dan diminati oleh masyarakat barangkali menunjukan bahwa masyarakat jenuh pada otoritarianisme dan sedang mencari alternatif. Tapi mengapa karya-karya Pram dilarang? Benarkah ia bisa menyulut keresahan sosial? Jika menggunakan kata-kata Pram sendiri: "Apakah sastra memang merupakan suatu bahaya bagi Negara?" [Lihat: Pramoedya A.Toer, 1995].Pram menjawab sendiri pertanyaannya: " Menurut saya, tidak ada satu karya sastra pun, tidak ada terdapat dalam sejarah mana pun, merupakan benar-benar bahaya bagi Negara. Pada sebuah karya kita melihat sangat jelas sebuah nama, tempat dan sebuah karya dari seorang pribadi. Pribadi ini tidak membawahi pasukan-pasukan tentara atau polisi, juga tidak mempunyai pasukan penumpas. Sastrawan hanya menunjukkan adanya suatu kemungkinan hidup yang lebih baik melalui tokoh-tokohnya guna melakukan pembaharuan atas masyarakat yang korup serta ditandai oleh derita" [Lihat:Pramoedya A.Toer, 1995]. Sebagai penerbit karya-karya Pram, Joesoef Isak pun bertanya: "Mengapa pemerintah begitu takut kepada Pram sehingga merasa perlu melarang karya-karya Pram? Benarkah bahwa dalam karya-karya Pram tersirat propaganda Marxis? Seperti Pram, Joesoef pun menjawab sendiri pertanyaannya: "Tak ada jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan ini. Tidak ada jawaban-jawaban yang diberikan pemerintah yang bisa diterima akal. Karena itu maka menjadi sangat jelas bahwa larangan-larangan terhadap karya-karya Pram tidak lain dari hasil dari paduan ototritarianisme dan kedunguan, paduan antara hantu ketakutan yang mereka ciptakan sendiri dan perlombaan di antara pejabat untuk menunjukkan kepada atasan bahwa diri mereka paling anti komunis lebih dari yang lain". Kecuali itu juga disebabkan oleh usaha-usaha para wartawan dan sastrawan yang dendam pada Pram dan melakukan segala cara supaya karya Pram dilarang" [Lihat: Joesoef Isak, 1999]. Dendam ini misalnya penolakan oleh seorang budayawan yang diminta pendapatnya ketika sebuah universitas di Indonesia bermaksud memberikan gelar doktor HC kepada Pram. Untuk memberikan contoh kongkret perpaduan antara otoritarianisme dan kedunguan, dan saling tuding mengelak tanggungjawab untuk memperlihatkan diri sendiri paling anti komunis, Joesoef Isak dalam tulisannya yang dibagi-bagikan di "Hari Sastra" itu mengisahkan pengalamannya ketika diinterogasi selama sebulan penuh menyusul terbitnya "Anak Semua Bangsa". Interogasi juga dilakukan terhadap pihak percetakan dan berhenti ketika pihak percetakan menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan uang. Kepada pihak Kejaksaan Agung, Joesoef mengusulkan agar mengadakan simposium ahli yang terbuka di mana pihak Kejaksaan merupakan salah satu pesertanya, guna membicarakan secara obyektif apakah karya-karya Pram sungguh-sungguh melakukan propaganda Marxis. "Segala beaya akan ditanggung oleh Hasta Mitra", tantang Joesoef. Tapi usul ini telah ditolak oleh pihak Kejaksaan Agung, dengan alasan bahwa pihak interogator [baca: Kejaksaan Agung] lebih paham dari siapa pun bahwa "Bumi Manusia" dan "Anak Semua Bangsa" adalah karya-karya sastra Marxis. Kesimpulannya? Simposium terbuka para pakar tidak diperlukan. "Memang dasar dungu" tutur Joesoef Isak selanjutnya. "Ketika saya diinterogasi, pihak Kejaksaan Agung yang menyebut dirinya tahu Marxisme, meminta saya untuk menunjukkan baris-baris mana yang menunjukkan adanya teori materialisme dialetika historis. Permintaan ini saya jawab: Para penuduh tentu bisa mendapatkan sendiri bukti-bukti yang dicari. Para penuduh kemudian berkata:"Kami memang tidak bisa mendapatkannya tapi kami merasakannya". "Setelah sebulan berlangsung interogasi yang intensif, berdebat dan berargumentasi, pada akhirnya saya diminta menandatangani transkrip semua interogasi. Begitu selesai, di wajah interogator membayang sebuah senyum. Dari bawah meja sang interogator mengacungkan jempolnya sambil membisikkan karena takut didengar orang lain yang lebih tinggi dari kedudukannya atau yang ada di kiri-kanannya: "Buku-buku Pram memang luarbiasa! Apakah Bapak mempunyai eksemplar tersisa? Istri saya membelum membacanya. Bisakah Bapak mengirimkannya satu eksemplar ke rumah saya?". "Pak Joesoef hendaknya maklum bahwa apa yang saya lakukan hanyalah melaksanakan perintah atasan". Kami memang berada di lantai empat, tulis Joesoef, sedangkan di atas, masih ada lantai lima dan enam di mana atasan interogator berada di hadapan mejanya atau berada di gedung lain. "Saya telah disiksa oleh kedunguan interogator, sebaliknya interogator disiksa oleh atasan mereka yang lebih tinggi lagi tingkat kedunguannya". Aku sendiri melihat pola pikir dan mentalitas begini tidak lain dari "menjilat ke atas menginjak ke bawah", pola pikir dan mentalitas tipik budak dan orang-orang yang asal selamat, tidak enggan berkhianat dan membunuh. "Asal Bapak Senang" adalah nama lain dari pola pikir dan mentalitas budak begini. Indonesia yang berdaulat tidak mungkin dibangun dengan manusia tipe begini.Pola pikir dan mentalitas begini dilahirkan oleh otoritarianisme, neo-feodal dan militerisme dengan segala variannya. Jika pada tahun 1965, alm.Jenderal Nasution mengatakan bahwa "Fitnah lebih kejam dari teror dan pembunuhan", tapi setelah mengalami interogasi demi interogasi, saya mempunyai kata-kata sendiri: "Teror kedunguan lebih kejam dari fitnah dan pembunuhan". Dubes Italia untuk Indonesia pada tahun 1970an menyebut ET sebagai "warga negara kelas dunia". Mereka hidup seperti mahluk Extra Terreste [luar bumi] di tanahair mereka sendiri, termasuk Pram, Hasyim Rahman dan Joesoef Isak dari penerbit Hasta Mitra. Tapi dalam syarat-syarat penuh ancaman, tekanan dan larangan, mereka masih meneruskan kegiatan penerbitan termasuk menerbitkan karya-karya sastra [cq. karya-karya Pram]. Praktek yang mereka lakukan, oleh Joesoef Isak dilihat sebagai perujudan pandangan dan sikap mereka mengenai soal kemerdekaan dan hak-asasi manusia [HAM]. Kemerdekaan individu belum melembaga di Indonesia, ujar Joesoef. Untuk mendapatkan hak-hak dasar ini "Kita tidak bisa menunggu pemerintah memberikannya. Kita tidak perlu mengemis-ngemis. Kami sangat sadar", tulis Joesoef selanjutnya, bahwa "kami harus berjuang untuk hak-hak kami, merebutnya pemerintah dan mewujudkannya dalam kenyataan". Joesoef Isak kemudian mengutip kata-kata Nyai Ontosoroh kepada Minke yang merasa kalah [dua tokoh dalam "Bumi Manusia" -- JJK]: "Kita harus kembali bertarung sebaik mungkin secara terhormat". "Bukan hanya Pram dan Hasta Mitra yang telah bertarung kembali, tapi kita semua akan melanjutkan pertarungan karena kita tidak akan menerima kekalahan. Demi melindungi kemerdekaan, kehidupan, esksistensi kita sendiri, tak ada jalan lain kecuali bertarung". Ini adalah kesimpulan Joesoef Isak dengan Hasta Mitranya yang disampaikan di "Hari Sastra Indonesia" Pertama di Paris dan berbagai pertemuan lainnya di Perancis. Semangat dan apa yang dilakukan oleh Joesoef Isak dan Hasta Mitra mengingatkan aku akan baris sanjak seorang penyair besar Tiongkok yang ia tulis dari tengah-tengah kepungan ajal: "jangan sebut kami pahlawan sejati jika tak sampai ke puncak tertinggi" Paris, Oktober 2004. ------------------- JJ.KUSNI [Bersambung...] Catatan: Foto terlampir menggambarkan suasana dalam "Hari Sastra Indonesia" Pertama yang berlangsung di l'Institut Néerlandais, Paris , 9 Oktober 2004.[Dokumen JJK]. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> $9.95 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/