Ateisme: Siapa takut?

Jika sains berangkat dari kecurigaan, kesangsian.
Dan agama sebaliknya berangkat dari keyakinan,
Tidakkah ateisme pun berangkat dari keyakinan ?

Sebuah renungan yang mungkin menarik untuk dicermati.

Kiriman: Handita B.M. - email: <[EMAIL PROTECTED]>  

------------------------------------------

Ateisme: Siapa takut?

Trisno S. Sutanto, Direktur Eksekutif Masyarakat Dialog Antar Agama, 
Jakarta


ATEISME (saya belum mendefinisikan istilah ini) bagaikan hantu yang
terus-menerus jadi mambang bagi kehidupan keagamaan. Agama apa pun. 
Dan, khususnya bagi para birokrat, kaum elite serta para pegawai agama, 
yang membayangkan agama sekadar kumpulan doktrin, ajaran, dogma yang 
dipercaya saja, lalu diturunkan dari generasi ke generasi dalam bentuk 
repetisi bebal. Saya menyebutnya bebal, karena hampir tidak ada proses 
pengunyahan dan pencernaan secara kritis apa yang diwariskan itu. 
Pokoknya percaya saja: believe it or leave it! Bagi kelompok seperti 
ini ateisme adalah hantu, dan kaum ateis adalah pengganggu ke(ny)amanan
hidup beragama,  kelompok subversif yang pantas dicurigai, atau malah 
diperangi - kalau perlu sampai tumpas kelor. Esai ini, tanpa 
berpretensi menjadi apologi bagi ateisme, mau mengajukan cara baca 
baru yang, saya yakin, dapat membuka ruang dialog yang konstruktif dan 
kritis dengan ateisme.

Namun, untuk itu dibutuhkan optik sekaligus penunjuk arah pembicaraan. 
Saya mau mengusulkan optik itu adalah apa yang sekarang dikenal sebagai 
teologi politis: bahwa suatu teologi, yakni pertanggungjawaban secara
rasional-kritis sikap keberagamaan, jika mau sungguh-sungguh 
bertanggung jawab pada zaman modern, artinya pascakritik pencerahan Kant, harus
bersifat politis.

Sejak Immanuel Kant melontarkan program Kritik Nalar Murni-nya yang 
masyhur itu, seluruh upaya teologi metafisis (atau bahkan metafisika itu 
sendiri!) jadi mustahil dilakukan, kecuali menjadi sekadar repetisi bebal 
dogmatisme yang tadi sudah disinggung. Metafisika, kata Kant, merupakan skandal 
akal budi manusia: pada satu pihak pertanyaan-pertanyaan metafisika tak
terelakkan karena merupakan bagian internal dari dinamisme akal budi;
tetapi, pada pihak lain, upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan 
tadi berada di luar batas-batas kemampuan akal budi manusia.

Dengan kata lain Kant, memakai ibarat lucu dari John D Caputo, 
bertindak seperti kepala polisi yang menarik garis batas antara yang 
mungkin dan yang tidak mungkin. Apa yang dilakukan Kant adalah menggelar 
"peradilan 
akal budi" (tribunal of reason, istilah Kant) tanpa ampun. Dan dalam 
persidangan itu, baik agama, Tuhan, malaikat, surga, dan neraka menjadi satu 
bagian dengan iblis, setan, jin, genderuwo, dll yang hanya laku sebagai 
serial kisah misteri di TV. Karena itulah Kant memberi judul bukunya yang
terkenal, yang menjadi cetak biru Pencerahan, sebagai Agama Dalam Batas-Batas 
Akal Budi Semata.

Dunia modern yang kita hidupi adalah ahli waris kecurigaan Kant pada 
setiap obrolan metafisika. Lalu apakah itu berarti agama tidak punya prospek 
lagi? Apakah semua obrolan teologi menjadi sekadar salah satu dari kisah-
kisah misteri di TV? Atau, dalam konteks obrolan kita, apakah ateisme 
merupakan konsekuensi yang tak terelakkan?

Ya dan tidak. Ya, jika agama dan teologi hanya berkutat terus-menerus 
dengan soal-soal metafisik, soal-soal yang mengatasi yang-fisik 
(meta-fisika).

Pada ranah metafisika itu, baik posisi teisme maupun ateisme, sebenarnya
merupakan posisi-posisi yang berada di luar batas-batas kemampuan akal 
budi manusiawi, dan karena itu tidak dapat dibuktikan. Maksudnya, baik 
teisme maupun ateisme, sesungguhnya, merupakan keyakinan. Dan, keyakinan 
berada diluar arena pembuktian, sebab meyakini sesuatu sudah merupakan bukti 
pada dirinya sendiri - semacam self-fulfilling evidence.
***

Menurut saya, optik teologi politis di atas memberi kita cara membaca 
yang baru, yang memungkinkan suatu dialog kritis dan konstruktif antara
agama-agama dan ateisme. Dan dialog itu, saya yakin, sangat 
fundamental bagi masa depan agama, jika agama-agama mau tetap setia pada 
fitrahnya 
sebagai jalan-jalan keselamatan manusia. Ateisme merupakan kritik-internal 
terhadap kecenderungan agama untuk menjadi totaliter, dan perannya sebagai
justifikasi kekuasaan yang juga cenderung totaliter.

Justru di situlah, pada perannya sebagai suara kritis terhadap 
politisasi agama, kita dapat menemukan arti paling awal kata a-theoi, ateis. 
Pada 
masa lampau, kehidupan-bersama dalam suatu polis didasarkan pada 
kepercayaan
penduduk pada dewa-dewi yang disembah. Banyak ahli yang mengingatkan 
bahwa polis sejatinya merupakan sakrale gemeinschaft, paguyuban suci, yang
merupakan manifestasi dunia Ilahi. Dan polis berfungsi semacam 
penyambung antara dunia Ilahi dengan dunia manusiawi, antara makro dan 
mikrokosmos. Disitu agama merupakan identitas yang menyatukan, sekaligus 
membedakan 
satu polis dari polis yang lain. Singkatnya: agama politis.

Unsur dasar ini kemudian memperoleh bentuk yang signifikan ketika
kerajaan-kerajaan besar mengambil alih pemahaman agama politis 
tersebut. Seluruh kesibukan agama dan para birokrat agama yang menjadi aparatus
kerajaan adalah menentukan dewa-dewi "resmi" mana yang diakui dan 
layak disembah, serta ritus-ritus kultus publik apa yang patut dilakukan
warganya. Di tangan kaisar Agustus, arsitek utama imperium Romawi, agama politis
menjadi alat ampuh pemberi legitimasi magis-religius pada kekuasaannya 
dan ambisinya untuk mendirikan Pax Augusta. Kaisar lalu disembah sebagai 
Filius Dei, Anak Allah, atau bahkan Dominus et Deus, Tuhan dan Allah! Di 
situ, seluruh ritus publik diarahkan menjadi Keizercultus, kultus 
penyembahan sang kaisar, yang menjadi leitmotiv agama politis.

Orang-orang Kristen merupakan a-theoi dalam artian mula-mula, sebab 
syahadat iman mereka secara radikal menggugat Keizercultus itu. Bagi seorang
kristiani, tidak ada Kyrios (Tuhan) yang lain selain Kristus sendiri.
Kristus, bukan Kaisar, adalah Filius Dei, dan bahkan Dominus et Deus
sesungguhnya. Karena itu, mereka menolak ikut serta dalam ritus-ritus
publik - menjadi a-theoi, tak-bertuhankan Kaisar! - dan menjadi para syuhada.
Gereja perdana yang ibadahnya berlangsung di bawah tanah bisa dibilang
merupakan situs-situs resistensi terhadap kultus publik itu. Nantinya,
ketika kaisar Konstantinus Agung, yang konon menjadi Kristen itu, naik
takhta dan agama Kristen diakui sebagai "agama negara", kekristenan 
pun mengadopsi struktur-struktur agama politis sebelumnya. Kali ini 
giliran orang-orang Yahudi dan non-Kristen pada umumnya yang dituduh a-theoi!
Esai ini tidak berpretensi menyediakan apologi bagi ateisme. Akan 
tetapi, seperti terlihat dalam tilikan historis di atas, kritik tajam ateisme 
-
tanpa harus terjebak ke dalam diskusi metafisika yang melelahkan dan
sia-sia itu - merupakan suara yang harus didengar oleh agama-agama. Ateisme 
harus tetap menjadi mambang yang terus menerus mengganggu ke(ny)amanan 
agama. Sebab, jika tidak, dengan mudah agama terjebak menjadi bagian integral
kekuasaan yang cenderung totaliter. Ignas Kleden pernah mengingatkan,
"Agama sebagai suatu lembaga cenderung mempunyai sejumlah kekuasaan dalam 
dirinya, dan selalu terdapat suatu proses sosial di mana kekuasaan agama 
diperluas menjadi kekuasaan dunia, dan kekuasaan dunia diperluas ke dalam daerah
kekuasaan agama." Ateisme merupakan resistensi terhadap kecenderungan 
ini.

Dan, karenanya, dapat menjadi mitra dialog kritis yang sangat 
diperlukan oleh agama-agama. Jadi, siapa takut ateisme?? ***


=======================================================

Our Services:
Media Center - Media Monitoring - News Clipping Service - Publishing

Mailing list: http://groups.yahoo.com/group/mediacare



-- 
_______________________________________________
Find what you are looking for with the Lycos Yellow Pages
http://r.lycos.com/r/yp_emailfooter/http://yellowpages.lycos.com/default.asp?SRC=lycos10



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke