Teman-teman, 
saya mendapat kiriman kisah ini dari seorang teman,
yang menyebutnya sebagai "Kisah Nyata dari Mesir".
Saya tak tahu apakah ini benar terjadi, tapi ceritanya
sangat menarik dan mungkin ada hikmahnya yang berguna
untuk kita (pas momennya bulan Ramadhan pula!).
Silahkan disimak!

Satrio
======================================================

> >Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang
> >tuanya, Hasan (bukan nama sebenarnya), mengajak
ibunya
> >untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
> >
> >Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu
> >senang dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim
yang
> >mampu secara materi, mereka memang berkewajiban
> >menunaikan ibadah Haji.
> >
> >Segala perlengkapan sudah disiapkan. Singkatnya ibu
> >anak-anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci.
> >Kondisi keduanya sehat wal afiat, tak kurang satu
> >apapun. Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan
> >hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan
> >Semesta Alam. "Labaik allahuma labaik, aku datang
> >memenuhi seruanMu ya Allah".
> >
> >Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, "Ummi undzur
> >ila Ka'bah (Bu, lihatlah Ka'bah)." Hasan menunjuk
> >kepada bangunan empat persegi berwarna hitam itu.
> >Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi,
ia
> >terdiam. Perempuan itu sama sekali tidak melihat
apa
> >yang ditunjukkan oleh anaknya.
> >
> >Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung
> >melihat raut wajah ibunya. Di wajah ibunya tampak
> >kebingungan. Ibunya sendiri tak mengerti mengapa ia
> >tak bisa melihat apapun selain kegelapan.
beberapakali
> >ia mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang
tampak
> >hanyalah kegelapan.
> >
> >Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya.
> >Beberapa menit yang lalu ia masih melihat segalanya
> >dengan jelas, tapi mengapa memasuki Masjidil Haram
> >segalanya menjadi gelap gulita. Tujuh kali Haji
Anak
> >yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia
shalat
> >memohon ampunan-Nya. Hati Hasan begitu sedih.
Siapapun
> >yang datang ke Baitulah, mengharap rahmatNYA.
Terasa
> >hampa menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan segala
> >kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga
> >rahmat-Nya.
> >
> >Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah
dan
> >taubatnya yang sungguh-sungguh, Ibundanya akan
dapat
> >merasakan anugrah-Nya, dengan menatap Ka'bah,
kelak.
> >Anak yang saleh itu berniat akan kmebali membawa
> >ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik
belum
> >berpihak kepadanya.
> >
> >Tahun berikutnya kejadian serupa terulang lagi.
Ibunya
> >kembali dibutakan di dekat Ka'bah, sehingga tak
dapat
> >menyaksikan bangunan yang merupakan symbol
persatuan
> >umat Islam itu. Wanita itu tidak bisa melihat
Ka'bah.
> >
> >Hasan tidak patah arang. Ia kembali membawa ibunya
ke
> >tanah suci tahun berikutnya.
> >
> >Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat
Ka'bah.
> >Setiap berada di Masjidil Haram, yang tampak di
> >matanya hanyalah gelap dan gelap. Begitulah
keganjilan
> >yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu
> >berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.
> >
> >Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti, apa yang
> >menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka'bah.
> >Padahal, setiap berada jauh dari Ka'bah,
> >penglihatannya selalu normal. Ia bertanya-tanya,
> >apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat
azab
> >dari Allah SWT ?. Apa yang telah diperbuat ibunya,
> >sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala
> >pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya
> >diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama,
yang
> >dapat membantu permasalahannya.
> >
> >Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang
ulama
> >yang terkenal karena kesholehannya dan kebaikannya
di
> >Abu Dhabi (Uni Emirat). Tanpa kesulitan berarti,
Hasan
> >dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud.
> >
> >Ia pun mengutarakan masalah kepada ulama yang saleh
> >ini. Ulama itu mendengarkan dengan seksama,
kemudian
> >meminta agar Ibu dari hasan mau menelponnya. anak
yang
> >berbakti ini pun pulang. Setibanya di tanah
> >kelahirannya, ia meminta ibunya untuk menghubungi
> >ulama di Abu Dhabi tersebut. Beruntung, sang Ibu
mau
> >memenuhi permintaan anaknya. Ia pun mau menelpon
ulama
> >itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang
> >dialaminya di tanah suci. Ulama itu kemudian
meminta
> >Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada
> >perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya di
masa
> >lalu, sehingga ia tidak mendapat rahmat Allah.
Sarah
> >diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan
> >jujur, apa yang telah dilakukannya.
> >
> >"Anda harus berterus terang kepada saya, karena
> >masalah Anda bukan masalah sepele," kata ulama itu
> >pada Sarah. Sarah terdiam sejenak. Kemudian ia
meminta
> >waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan
> >tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari Sarah.
Pada
> >minggu kedua setelah percakapan pertama mereka,
> >akhirnya Sarah menelpon. "Ustad, waktu masih muda,
> >saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,"
cerita
> >Sarah akhirnya. "Oh, bagus.....Pekerjaan perawat
> >adalah pekerjaan mulia," potong ulama itu. "Tapi
saya
> >mencari uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai
cara,
> >tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau
haram,"
> >ungkapnya terus terang. Ulama itu terperangah. Ia
> >tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian.
> >
> >"Disana...." sambung Sarah, "Saya sering kali
menukar
> >bayi, karena tidak semua ibu senang dengan bayi
yang
> >telah dilahirkan. Kalau ada yang menginginkan anak
> >laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya
perempuan,
> >dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu
sesuai
> >dengan keinginan mereka."
> >
> >Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan
> >Sarah. "Astagfirullah......" betapa tega wanita itu
> >menyakiti hati para ibu yang diberi amanah Allah
untuk
> >melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga
> >yang telah dirusaknya, sehingga tidak jelas
nasabnya.
> >
> >Apakah Sarah tidak tahu, bahwa dalam Islam menjaga
> >nasab atau keturunan sangat penting.
> >
> >Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi
> >tidak jelas. Padahal, nasab ini sangat menentukan
> >dalam perkawinan, terutama dalam masalah mahram
atau
> >muhrim, yaitu orang-orang yang tidak boleh
dinikahi.
> >
> >"Cuma itu yang saya lakukan," ucap Sarah. "Cuma itu
?"
> >tanya ulama terperangah. "Tahukah anda bahwa
perbuatan
> >Anda itu dosa yang luar biasa, betapa banyak
keluarga
> >yang sudah Anda hancurkan !". ucap ulama dengan
nada
> >tinggi.
> >
> >"Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?" tanya ulama
itu
> >lagi sedikit kesal. "Di rumah sakit, saya juga
> >melakukan tugas memandikan orang mati."
> >
> >"Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia," kata ulama.
"Ya,
> >tapi saya memandikan orang mati karena ada kerja
sama
> >dengan tukang sihir."
> >
> >"Maksudnya ?". tanya ulama tidak mengerti. "Setiap
> >saya bermaksud menyengsarakan orang, baik
membuatnya
> >mati atau sakit, segala perkakas sihir itu sesuai
> >dengan syaratnya, harus dipendam di dalam tanah.
Akan
> >tetapi saya tidak menguburnya di dalam
> >tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke
> >dalam mulut orang yang mati."
> >
> >"Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia.
> >Seperti biasa, saya memasukkan berbagai
barang-barang
> >tenung seperti jarum, benang dan lain-lain ke dalam
> >mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti
> >terpental, tidak mau masuk, walaupun saya sudah
> >menekannya dalam-dalam. Benda-benda itu selalu
kembali
> >keluar. Saya coba lagi begitu seterusnya
> >berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya
> >masukkan benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma
itu
> >dosa yang saya lakukan." Mendengar penuturan Sarah
> >yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu berteriak
> >marah.
> >
> >"Cuma itu yang kamu lakukan ?". "Masya Allah....!!!
> >Saya tidak bisa bantu anda. Saya angkat tangan".
> >
> >Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui
perbuatan
> >Sarah. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada
> >seorang manusia, apalagi ia adalah wanita, yang
> >memiliki nurani begitu tega, begitu keji. Tidak
pernah
> >terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan
> >perbuatan sekeji itu. Akhirnya ulama itu berkata,
> >"Anda harus memohon ampun kepada Allah, karena
hanya
> >Dialah yang bisa mengampuni dosa Anda."
> >
> >Bumi menolaknya. Setelah beberapa lama, sekitar
tujuh
> >hari kemudian ulama tidak mendengar kabar
selanjutnya
> >dari Sarah. Akhirnya ia mencari tahu dengan
> >menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah
> >telah bertobat atas segala yang telah diperbuatnya.
Ia
> >berharap Allah akan mengampuni dosa Sarah, sehingga
> >Rahmat Allah datang kepadanya. Karena tak juga
> >memperoleh kabar, ulama itu menghubungi keluarga
Hasan
> >di mesir. Kebetulan yang menerima telepon adalah
Hasan
> >sendiri. Ulama menanyakan kabar Sarah, ternyata
kabar
> >duka yang diterima ulama itu.
> >
> >"Ummi sudah meninggal dua hari setelah menelpon
> >ustad," ujar Hasan. Ulama itu terkejut mendengar
kabar
> >tersebut. "Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?".
tanya
> >ulama itu.
> >
> >Hasanpun akhirnya bercerita :
> >
> >Setelah menelpon sang ulama, dua hari kemudian
ibunya
> >jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan
> >adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah
sudah
> >digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas ijin
> >Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan
mengeras.
> >Para penggali mencari lokasi lain untuk digali.
> >Peristiwa itu terulang kembali. Tanah yang sudah
> >digali kembali menyempit dan tertutup rapat.
Peristiwa
> >itu berlangsung begitu cepat, sehingga tidak
> >seorangpun pengantar jenazah yang menyadari bahwa
> >tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi
> >berulang-ulang.
> >
> >Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu
merasa
> >ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi.
Mereka
> >yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan
> >perbuatan si mayit.
> >
> >Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa
dan
> >kecapaian karena pekerjaan mereka tak juga usai.
> >Siangpun berlalu, petang menjelang, bahkan sampai
> >hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang
berhasil
> >digali. Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak
pulang.
> >Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak di hamparan
> >tanah kering kerontang.
> >
> >Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada
> >ibunya, Hasan tidak tega meninggalkan jenazah orang
> >tuanya ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun dibawa
> >pulang, rasanya tidak mungkin. Hasan termenung di
> >tanah perkuburan seorang diri. Dengan ijin Allah,
> >tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian
> >hitam panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir.
> >Lelaki itu tidak tampak wajahnya, karena terhalang
> >tutup kepalanya yang menjorok ke depan. Laki-laki
itu
> >mendekati Hasan kemudian berkata padanya," Biar aku
> >tangani jenazah ibumu, pulanglah!". kata orang itu.
> >
> >Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia
> >berharap laki-laki itu akan menunggu jenazah
ibunya.
> >Syukur-syukur mau menggali lubang untuk kemudian
> >mengebumikan ibunya. "Aku minta supaya kau jangan
> >menengok ke belekang, sampai tiba di rumahmu,
"pesan
> >lelaki itu. Hasan mengangguk, kemudian ia
meninggalkan
> >pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi
pemakaman,
> >terbersit keinginannya untuk mengetahui apa yang
> >terjadi dengan kenazah ibunya.
> >
> >Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa
pucat
> >wajah Hasan, melihat jenazah ibunya sudah dililit
api,
> >kemudian api itu menyelimuti seluruh tubuh ibunya.
> >Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari
arah
> >yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan
> >ketakutan. Dengan langkah seribu, ia pun bergegas
> >meninggalkan tempat itu.
> >
> >Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu.
> >Hasan juga mengaku, bahwa separuh wajahnya yang
> >tertampar api itu kini berbekas kehitaman karena
> >terbakar. Ulama itu mendengarkan dengan seksama
semua
> >cerita yang diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar
> >Hasan segera beribadah dengan khusyuk dan meminta
> >ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang
pernah
> >dilakukan oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu tidak
> >menceritakan kepada Hasan, apa yang telah
diceritakan
> >oleh ibunya kepada ulama itu.
> >
> >Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang
> >soleh itu memohon ampun dengan sungguh-sungguh,
maka
> >bekas luka di pipinya dengan ijin Allah akan
hilang.
> >Benar saja, tak berapa lama kemudian Hasan kembali
> >mengabari ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat
> >terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari
bekas
> >kehitaman hilang. Tanpa tahu apa yang telah
dilakukan
> >ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya.
Ia
> >berharap, apapun perbuatan dosa yang telah
dilakukan
> >oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT.



__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke