SURAT KA DURANG TAWELA, KA DURANG HARAPAN:


TENTANG "NASIB BUMIKU" 

1.

Ronny Rfy di milis "[EMAIL PROTECTED]" [Thursday, February 10, 2005 8:32 PM] 
menyiarkan sebuah tulisan berjudul "NASIB BUMIKU!" di mana sebagai "durang 
tawela" dari angkatan muda Kalimantan  Tengah [Kalteng],ia mengungkapkan 
kerisauan hatinya tentang tentang Kalteng "buminya", tanah kelahiran dan 
kampunghalamannya. Dalam artikel tersebut Ronny Rfy melukiskan kerusakan alam 
lingkungan Kalteng "buminya" sehingga beberapa tempat dari hutan tropis tidak 
tertembus matahari sekarang sudah menjadi hamparan padang pasir sejauh 
cakrawala. Tulisnya:

"Kalimantan tengah adalah salah satu wilayah yang mendapatkan buminya sekarang 
sudah kering kerontang bak gurun!Tak pernah lagi saya lihat dan alami bermain 
senyaman dulu, hutan tropis yang terhampar kini hilang dalam sekejap oleh 
buldozer dan tractor2 para penuai 'batang'. Burung tak lagi kita temui berbunyi 
di pepohonan kota, semuanya entah di mana kini!"

Diungkapkan juga oleh Ronny Rfy:

"[..]hancurnya alam kalimantan oleh tangan orang-orang yang notabene bukan asli 
 Kalimantan. Hasil yang mereka dapatkan tidak lagi untuk kesejahteraan rakyat 
Kalimantan melainkan hasil tersebut dibawa ke Jakarta atau ke luar negeri untuk 
kepuasan pribadi". [Tolong perhatikan penggunaan istilah, agar jangan sampai 
menggunakan istilah yang bersifat menyamaratakan masalah  sehingga menyerang 
mayoritas warga etnik lain yang juga sebenarnya merupakan korban dari elite 
etnik mereka seperti halnya mayoritas etnik Madura dalam Tragedi Sampit. 
[Secara metode berpikir, penyamarataan menghadung sangat banyak kelemahan].  
Hal ini sejak awal [1991] saya ingatkan  agar orang Dayak hati-hati dengan 
ungkapan mereka terhadap ketidakadilan yang dilakukan elite penguasa. Sejak 
lama saya menolak tudingan bermusuhan terhadap Melayu, Jawa, Batak, Madura, dan 
lain-lain secara generalisasi, seperti halnya saya mengkritik sikap Jose Ramos 
Horta [sekaran menlu  Timor Lorosae] yang hanya diam ketika pimpinan komunitas  
Timor Timur dari Darwin, Australia,  di Melbourne, menuding orang Indonesia 
secara umum sebagai pembunuh. Ucapan begini saya anggap dunggu dan emosional 
tanpa kenal sejarah dan realitas. Dengan ini saya mengingat ulang agar kita 
hati-hati dalam berbahasa dan berbicara.Bahasa cerminan wacana kita.Bahasa 
mencerminkan bangsa dan juga diri kita sendiri sebagai pengguna bahasa. Contoh: 
kalau ada penulis yang mengatakan Dayak sebagai suatu gerombolan, maka 
sesungguhnya si penulis menganggap Dayak sebagai gerombolan "hewan", sementara 
si penulis mengatakan tantangannya terhadap rasisme. Istilah mengandung nilai].

Yang lebih menyedihkan hati Ronny RFY karena di antara para penghancur 
lingkungan buminya justru terdapat : "banyak juga ternyata warga kita yang 
merasakan nyamannya duduk di 'Daun Batang Pohon' yang 'Hijau'" .

Selain pada perangai egoistik para elite kekuasaan dan masyarakat, Ronny RFY 
juga melihat sebabnya pada sistem sentralistik pemerintahan yang diterapkan 
selama berdasawarsa untuk mengelola Republik ini. Secara kongkret, Ronny RFY 
melihat pengaruh langsung dari pemegang kekuasaan politik kunci di daerah 
sehingga ia mengajak agar warga Kalteng untuk berhati-hati dalam memilih orang 
untuk memegang pos-pos kunci tersebut dalam pemilihan kepala daerah mendatang 
jika kita tidak ingin keadaan di atas berkembang memburuk. 

Berangkat dari pandangan bahwa "Kalteng bukan hanya milik gubernur,.. Kalteng 
bukan milik partai... Kalteng bukan milik para pengusaha kaya .. Kalteng bukan 
hanya Palangka Raya" maka Ronny RFY "mengajak teman-teman [seangkatannya 
terutama -- JJK] untuk mencoba mengeluarkan semua mimpi, keinginan dan harapan" 
"Itu harus kita kedepankan" tandas Ronny RFY. Lalu secara kongkret Ronny RFY 
mengusulkan agar: 

"...sebelum para calon-calon maju sebagai figur no 1 Kalteng, kita buat dulu 
semacam sidang terbuka, diskusi massal (debat kandidat) yang menghadapkan para 
calon tersebut secara bersama kepada segala macam aspirasi masyarakatnya. 
disini mungkin akan terjadi komitmen dan kontrak antara pemimpin dan masyarakat 
 yang suatu waktu bisa di tagih hutang janjinya dengan membawa kwitansi politik 
masa. Semua calon akan menjalani tes dengan adil oleh dewan juri yang tidak 
lain adalah masyarakat Kalteng keseluruhan".

Dari usul kongkret Ronny RFY ini, saya menangkap beberapa hal esensil yaitu: 
[1]. penilaian negatif atas kekuasaan politik selama ini di Kalteng; [2]. masih 
tersimpannya akan suatu haridepan yang baik yang sebenarnya menjadi kandungan 
mimpi mayoritas penduduk propinsi Kalteng; [3]. transparansi dan debat program 
dari para calon; [4]. keikutsertaan massa pemilih dalam membahas janji pemilu 
sebagai "kontrak antara pemimpin dan masyarakat"; [5]. pengawasan atau kontrol 
sosial atas pelaksanaan janji itu; [6].perlunya kita mempunyai keberanian 
mengajukan pendapat. "Ini harus kita kedepankan", jika menggunakan istilah 
Ronny RFY sendiri dalam artikelnya. 

Pendapat bisa diajukan dengan berbagai cara antara lain melalui tulisan dalam 
berbagai bentuk [esai, sanjak, drama, wawancara, buku, makalah, dan 
lain-lain....]   baik di media massa cetak atau pun media elektronik -- sarana 
yang oleh beberapa pakar politik dan komunikasi dipandang sebagai "kekuatan 
keempat". Mengajukan pendapat secara tertulis barangkali bukanlah hal 
sederhana. Pertama-tama diperlukan ada yang ingin kita ucapkan dan keselesaian 
ide tersebut dalam diri kita. Dengan kata lain, pada diri si penulis relatif 
ada suatu wawasan,wacana alias konsep. Paling tidak terdapat pertanyaan. Karena 
bertanya bukanlah sesuatu yang gampang. Bertanya adalah suatu proses berpikir 
atau merenung. Meremehkan tulisan, sama dengan meremehkan arti pendapat umum. 
Seakan-akan bahwa yang terpenting adalah kerja dan kerja. Pertanyaan mau ke 
mana dan bagaimana tidak lagi diindahkan. Tulisan dan menulis merupakan salah 
satu cara menjadi ide agar bisa menjelma kekuatan material. Sebagai contoh 
masalah pembangunan. Dalam masalah pembangunan terdapat pertanyaan: bagaimana 
mmembangun, mulai dari mana dan mau ke mana? Apakah tulisan tersebut itu dibaca 
orang atau tidak, ini adalah masalah lain yang tergantung pada banyak hal 
antara lain menyangkut masalah tekhnik menulis, bahasa yang digunakan, masalah 
komunikatif atau tidak komunikatif. Sejarah dunia, juga sejarah Kalteng, sampai 
sekarang masih menunjukkan arti penting tulisan dan menulis, mengajukan 
pendapat. Dalam menjawab pertanyaan: "Apa Yang Harus Dikerjakan?" para 
organisator gerakan rakyat atau yang anti rakyat, secara praktek menjawabnya 
dengan penerbitan dan penerbitan erat hubungannya dengan tulisan dan kegiatan 
menulis. Bagi masyarakat Kalteng sendiri, arti penting menulis ini saya kira 
menjadi lebih khusus dalam usaha mengembangkan budaya lisan menjadi tulisan. 
Barangkali kebiasaan menulis ini masih lemah di Kalteng. Karena itu saya 
senantiasa menyambut gembira lahirnya berbagai penerbitan di Kalteng termasuk 
adanya milis-milis [media elektronik] dan website yang dalam perkembangannya 
sudah menampilkan beberapa penulis dengan karya-karya mereka. Lebih 
menggembirakan karena di antara para penulis ini tidak sedikit [bahkan 
terutama] yang berasal dari kalangan durang tawela, durang harapan. Melalui 
tulisan-tulisan mereka, saya menyaksikan adanya kegiatan bertanya, merenung, 
dan mencoba mulai melakukan sesuatu secara sadar, ungkapan dari sikap acuh 
mereka akan daerah. Gejala ini bagi saya juga berarti bahwa durang tawela 
Kalteng, sadar akan kepapaan hidup di daerah mereka dan mereka tidak hilang 
harapan, bahkan menjadikan kepapaan dan kerusakan sebagai seruan untuk 
mengatasinya.

Masih dalam konteks "tulis-menulis" saya ingin menyinggung sedikit masalah 
anggapa bahwa saya menulis puisi hanya untuk bersenang-senang. Pernyataan 
begini selain si pengkritik tidak mengenal saya dengan baik, juga sekaligus 
memperlihatkan pemahamannya tentang sastra-seni yang minim. Dengan pernyataan 
begini, si pengkritik meremehkan R.Tagore, Pablo Neruda dan penyair-penyair 
lain yang diaungerahi Hadiah Nobel [tanpa pretensi  bahwa saya adalah orang 
yang setaraf dengan Tagore atau Neruda karena saya memang seorang pencinta 
sastra-seni saja]. Pernyataan begini pun menunjukkan sekaligus ketidak 
pahamannya akan adanya dan mengapa sastra lisan ada dan berkembang di Kalteng 
sampai sekarang. Saya hanya bisa merasa sedih atas kritik yang minim dan 
menyerang sastra-seni begini di samping ujud dari ketidaksanggupan menerima 
kiritik. Dengan keterangan ini bukan bukan berarti saya tidak mau menerima 
kritik. Tapi kritik dan kritik pun selayaknya menggunakan nalar. Kalau saya 
disindir sekarang jauh dari Kalteng sejak tahun 2003, barangkali sindiran 
begini, bisa saya kirim kembali ke pengkritik sambil mengharapkan si pengkritik 
membantu saya untuk balik kampung agar bisa membayar hutang moral saya kepada 
kampung kelahiran: Kalteng!

Harapan seperti yang diajukan antara lain oleh Ronnny RFJ, dan juga sering 
diketengahkan oleh  Ronny Teguh, Marko Mahin, Ben Abel, Elisae Sumadi, Rinting, 
dan lain-lain.... bahkan oleh Made Supriatma, jika diusut-usut,  memang sangat 
aspiratif dalam pengertian sesuai dengan harapan mayoritas penduduk daerah baik 
Dayak lapisan bawah atau pun yang senasib dengan Dayak. Di pihak lain, kecuali 
sebagai ujud keprihatinan berpihak kepada usaha memanusiawikan manusia seperti 
konsep hidup mati Dayak: "rengan tingang nyanak jata", adanya harapan dan 
kegiatan-kegiatan dalam berbagai bentuk ini memperlihatkan bahwa "durang 
tawela" angkatan sekarang mencoba keluar dari sikap menyalah-nyalahkan orang 
lain tapi lebih menekankan pada sikap ofensif, tidak hanya defensif. Ofensif 
artinya berprakasa, mengembangkan sesuatu dari tiada menjadi ada, dari kecil 
menjadi besar, dari besar menjadi raksasa dengan semangat berani dan pandai 
berjuang serta berani dan pandai menang sebagai "utus kalunen", konsep yang 
tersedia dalam budaya Dayak untuk selalu kita revitalisasikan. Barangkali pola 
pikir dan sikap mental ini bersifat menentukan jika kita berbicara tentang 
haridepan yang manusiawi. Konsep ini mengobah yang negatif menjadi positif, 
mengobah pola pikir dan mentalitas "victim" menjadi pola pikir dan mentalitas 
Dayak yang manusiawi. Dalam usaha ini, saya kira perlu kita menelaah pola pikir 
dan mentalitas para elite kekuasaan di Kalteng selama ini, agar durang tawela 
tidak menempuh jalan sama: berbicara atas nama Dayak tapi hakekatnya 
mempertahankan keterupurakan Dayak dan yang senasib dengan Dayak. Durang tawela 
Kalteng sekarang, dari segi perspektif bisa dipandang sebagai "elite tandingan" 
dan "elite tandingan" yang sekarang sering disebut juga sebagai "arus bawah" 
ini jika mereka meneruskan tradisi manipulator pemegang kekuasaan politik lama 
Kalteng yang egosentris dan tidak enggan melakukan tindak fasistis atau 
premanisme, mereka pun tidak akan membawa makna [dalam artian tidak tanggap dan 
tidak aspiratif] bagi mayoritas penduduk daerah. Mereka akan menjadi penindas  
baru. "Renaissance" daerah tidak akan terjadi. Di sinilah lalu arti penting 
pematangan wacana dan keteguhan keberpihakan [engagement, mungkin lebih tepat 
dari hanya diterjemahkan dengan keberpihakan, karena engagement mengandung 
nilai-nilai lain di luar sebatas keberpihakan!] manusiawi durang tawela sebagai 
durang harapan menjadi kunci. Durang tawela yang tidak mempunyai alternatif dan 
bahkan terpeleset ke jalan lama premanisme [seperti ketidaksanggupan menerima 
kritik dan perbedaan] tidak akan mampu membawa Kalteng ke jurusan 
"renaissance". Gelar kesarjanaan bukanlah jaminan kemampuan dan bukan tanda 
diri sudah menjadi manusia manusiawi , apalagi Kalteng dijangkiti penyakit 
membeli gelar sarjana -- periode baru setelah  berhasil mengeruk kekayaan 
daerah melalui politik preman sebagai politisi preman [Tentu dalam konteks ini 
saya bisa memberikan contoh-contoh kongkretnya di Kalteng sampai sekarang!]. 
Preman-preman politik dengan politik premanisme inilah yang antara lain turut 
menghancurkan alam dan kehidupan penduduk Kalteng dan tidak segan berusaha 
mencetuskan konflik etnik serta konflik antar agama seperti yang pernah 
dilakukan pada tahun 2002.


Paris, Februari 2005.
--------------------
JJ.KUSNI


Catatan:

Durang,  [bahasa Dayak Katingan] setara dengan kata "para" dalam bahasa 
Indonesia. Tawela [bahasa Dayak Katingan; tabela --bahasa Kahayan]-- muda.

[Bersambung...]

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke