Suara Karya 14 Feb. 2004 Lelang Gula Ilegal Rugikan Perekonomian Oleh Fahruddin Salim
Senin, (14-02-'05) Harga gula di pasar dunia lebih murah dari dalam negeri karena dunia selalu mengalami surplus sekitar enam juta ton per tahun. Jika volume impor gula terlalu banyak bisa mengakibatkan kelebihan pasokan -- yang sesuai mekanisme pasar sempurna -- akan menurunkan harga di dalam negeri hingga di bawah harga pokok atau biaya produksi. Produksi dalam negeri masih terbatas dilihat dari kebutuhan pasar, dan harga gula Indonesia relatif tinggi dibandingkan harga gula impor (resmi dan tidak resmi). Hal ini disebabkan rendahnya tingkat produktivitas industri gula nasional. Baru-baru ini Pengadilan Negeri Jakarta Utara melelang gula ilegal dengan harga jauh di bawah harga pasar. Serentak berbagai kalangan mengkritik keputusan tersebut. Sebab, lelang terhadap 56.343 ton gula "bermasalah" yang berada dalam kewenangan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara itu telah memutuskan lelang dengan harga Rp 118 miliar. Lelang yang diselenggarakan Balai Lelang Prasarana Mandiri tersebut dimenangi oleh PT Angel Products. Lelang tersebut berlangsung sangat cepat dan terkesan tertutup dan sengaja untuk dimenangkan oleh pengusaha tertentu, karena sebelumnya sudah ada pengusaha/pedagang gula yang berani melakukan penawaran dengan harga lebih tinggi. Padahal prosedur lelang yang merupakan lelang eksekusi harus diumumkan di media massa sebanyak dua kali dalam sebulan agar masyarakat umum mengetahuinya. Demikian pula lelang gula tersebut ternyata juga tidak diketahui oleh pihak pemilik yang memiliki gula (dalam hal ini penyelundup) tersebut atau pengacaranya. Dengan harga lelang tercatat hanya sekitar Rp 2.100 per kg, maka diperkirakan akan merusak harga. Harga itu jauh di bawah harga jaminan gula di tingkat petani sebesar Rp 3.410 per kg. Kondisi seperti ini jelas tidak bisa dibiarkan. Lelang tersebut jelas merugikan perekonomian nasional, khususnya pasar gula dan petani termasuk pemerintah. Oleh sebab itu, pemerintah harus mengambil langkah lebih strategis untuk membatalkan lelang tersebut sekaligus meminta Perum Bulog membeli gula tersebut setara dengan harga dasar pembelian gula milik petani. Selanjutnya gula tersebut bisa menjadi stok pemerintah. Kebijakan Impor Gula Kita ketahui bahwa Departemen Perdagangan (Depdag) memperpanjang batas waktu berlakunya izin impor gula putih (white sugar) Importir Terdaftar (IT) gula, khususnya untuk izin impor tahap pertama (yang semula berakhir 24 Januari 2005) dan izin impor tahap kedua (yang semula berakhir 15 Februari 2005) menjadi berakhir pada Februari dan Maret 2005. Perpanjangan batas waktu izin impor gula putih tersebut diberikan kepada tiga importir terdaftar gula, yaitu: PTPN IX, PTPN X, dan PT Rajawali Nusantara (RNI). Perpanjangan batas waktu diberikan karena mereka mengalami kesulitan mendapatkan pasokan gula putih dari pasar internasional, khususnya untuk pengapalan Januari 2005 sehubungan dengan masih langkanya pasokan gula dan harganya pun masih tinggi. Namun untuk impor tahap ketiga yang berakhir 30 Maret, pemerintah tidak lagi memberikan perpanjangan waktu. Sesuai SK Menperindag No.527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula, seluruh kegiatan impor gula putih harus sudah berhenti satu bulan sebelum musim panen tebu di dalam negeri dimulai. Sedangkan musim panen tebu di dalam negeri diperkirakan dimulai 1 Mei 2005. Sebelumnya Depdag pada 7 Desember 2004 telah menerbitkan izin impor gula putih sebanyak 300.000 ton kepada empat perusahaan IT (Importir Terdaftar) Gula yang dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama tanggal 7 Desember 2004 sampai 24 Januari 2005 alokasi izin impor diberikan untuk masing-masing IT Gula: PT RNI 38.850 ton, PTPN IX 17.400 ton, PTPN X 45.300 ton, PTPN XI 48.450 ton. Tahap kedua tanggal 7 Desember 2004 sampai 15 Februari 2005: PT RNI 25.900 ton, PTPN IX 11.600 ton, PTPN X 30.200 ton, PTPN XI 32.200 ton. Tahap ketiga berakhir 30 Maret 2005, yaitu: PT RNI 12.950 ton, PTPN IX 5.600 ton, PTPN X 15.100 ton, PTPN XI 16.150 ton Kerugian Impor Gula Atau Gula Selundupan Kebijakan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, jelas merugikan pemerintah, termasuk merusak harga pasar khususnya industri gula dalam negeri. Ini karena harga gula dalam negeri akan kalah bersaing dengan gula ilegal yang harganya lebih murah. Efek lebih jauh, hal itu bisa berimbas dapat meningkatkan pengangguran karena produksi gula dalam negeri terhenti. Penambahan angka pengangguran baru tersebut berasal dari para petani tebu, karena tidak ada lagi permintaan dari industri gula dalam negeri. SK Menperindag No 643/MPP/Kep/9/2002 tentang Tata Niaga Impor Gula, isinya, impor gula hanya dapat dilakukan produsen/perusahaan perkebunan yang dalam proses produksinya menggunakan lebih dari 75% bahan baku dari tebu rakyat di sekitarnya. Jadi, impor gula hanya boleh dilakukan importir terdaftar yang jumlahnya tidak banyak, dalam jumlah tertentu, dan hanya boleh dilakukan sebelum musim giling. Harga gula di pasar dunia lebih murah dari dalam negeri karena dunia selalu mengalami surplus sekitar enam juta ton per tahun. Jika volume impor gula terlalu banyak bisa mengakibatkan kelebihan pasokan yang sesuai mekanisme pasar sempurna akan menurunkan harga di dalam negeri hingga di bawah harga pokok atau biaya produksi. Produksi dalam negeri masih terbatas dilihat dari kebutuhan pasar, dan harga gula Indonesia relatif tinggi dibandingkan harga gula impor (resmi dan tidak resmi). Hal ini disebabkan rendahnya tingkat produktivitas industri gula nasional. Data yang ada menunjukkan bahwa produktivitas dari 1970-an hingga 2003 menurun drastis dari sekitar 12 ton menjadi 5,2 ton gula per hektar (ha). Ini membuat harga pokok produksi tinggi, yakni sekitar Rp 3.100 - Rp 3.350 per kg. Penyebab utamanya adalah terbatasnya pasokan tebu yang mencerminkan produktivitas di tingkat petani juga rendah, dan sebagian mesin maupun peralatan produksi industri gula nasional sudah relatif tua. *** Kronologi Lelang Gula Ilegal * Kejari Jakarta Utara menetapkan pelaksanaan lelang pada 4 Januari 2005 dengan menunjuk PT Mavisindo dan Dinas Perdagangan sebagai penaksir. * Pengumuman lelang diiklankan di Harian Jakarta. * Pada pelaksanaan lelang tanggal 4 Januari 2005, PT Angel Product ditetapkan sebagai pemenang dengan harga Rp 2.100/Kg. * Menyusul kontroversi pelaksanaan lelang dan proses lelang gula ilegal tersebut, Menko Ekuin berkoordinasi dengan Memperdag, Mentan dan Jaksa Agung mengoreksi harga menjadi Rp 3.100/Kg pada tanggal 10 Januari 2005. * Sebagian atau sekitar 20.000 ton gula ilegal akhirnya dikeluarkan dari gudang Hobros dan BGR oleh PT Angel Product dan Kejaksaan pada tanggal 20 Januari 2005. * Pada tanggal 21 Januari 2005, tiga menteri terkait (Menko Ekuin, Memperdag, dan Mentan) serta Jaksa Agung membuat ketetapan bersama bahwa lelang sesuai prosedur dan harganya dinaikkan menjadi Rp 3.400/Kg. * Dalam rapat dengar pendapat dengan semua pihak yang terlibat di DPR tanggal 24 Januari 2005 direkomendasikan pembatalan lelang gula ilegal. (Fahruddin Salim, SE, MM adalah anggota tim ahli ++++ Kemelut Lelang Gula Impor Ilegal Oleh Andi Irawan Senin, (14-02-'05) Pemenang lelang gula ilegal harus membeli dengan harga yang senilai dengan harga gula impor yang dibayar oleh importir terdaftar, diperkirakan tidak kurang dari Rp 3.700 per kg. Kalau tidak bersedia membayar harga tersebut, lebih baik proses pelelangan diulang saja. Keputusan sedemikian itu sangat fair mengingat saat ini harga gula di tingkat retail juga tinggi sekitar Rp 5.100 per kg. Sehingga, ada selisih yang diperoleh pemenang lelang sebesar Rp 79 miliar. Kalau dipotong untuk biaya transportasi, pergudangan, dan lain-lain sebesar 50% sekalipun, masih ada keuntungan yang bisa diambil sekitar Rp 39 miliar lebih. Kasus lelang gula ilegal belakangan ini kian mencuat ke permukaan. Berbagai kejanggalan dalam lelang dan proses pelaksanaan lelang sempat menimbulkan kontroversi secara meluas. Akibatnya, dalam dengar pendapat dengan pihak-pihak yang terlibat di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, baru-baru ini DPR telah merekomendasikan untuk membatalkan lelang gula ilegal tersebut. Kisruh soal lelang gula ilegal dimulai ketika Kejari Jakarta Utara tanggal 28 Desember 2004 menetapkan pelaksanaan lelang gula ilegal pada 4 Januari 2005. PT Mavisindo dan Dinas Perdagangan DKI Jakarta ditunjuk sebagai penaksir. Sementara pengumuman lelang itu sendiri dilakukan di Harian Jakarta pada 29 Desember 2004. Dalam pelaksanaan lelang pada tanggal 4 Januari 2005, pemenangnya ditetapkan PT Angel Product yang melakukan penawaran dengan harga Rp 2.100 per kilogram. Rendahnya nilai penawaran hasil lelang mengakibatkan kontroversi di masyarakat. Maka pada tanggal 10 Januari 2005, Menko Ekuin berkoordinasi dengan Memperdag, Mentan dan Jaksa Agung mengoreksi harga menjadi Rp 3.100 per kilogram. Sebagai pemenang lelang, PT Angel Product dan pihak Kejaksaan telah mengeluarkan 20.000 ton gula ilegal dari gudang Hobros dan BGR pada tanggal 20 Januari 2005. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 21 Januari 2005, tiga menteri dan Jaksa Agung membuat ketetapan bersama bahwa lelang telah dilakukan sesuai prosedur, dan harganya telah dianaikkan menjadi Rp 3.400 per kilogram. Lelang gula yang dimenangkan oleh PT Angel Product yang diselenggarakan oleh Balai Lelang Prasarana Mandiri di Hotel Sheraton Media, Jakarta, baru-baru ini adalah satu contoh dari eksekusi kebijakan tata niaga gula yang bisa dikatakan sebagai eksekusi kebijakan yang tidak memperjuangkan kepentingan petani tetapi sebaliknya malah merugikan petani. Kehilangan Ruh Sesungguhnya filosofi dasar lahirnya kebijakan penanganan gula ilegal yang disita negara melalui pelelangan, berpijak pada Keputusan Presiden RI No 58 tahun 2004. Secara eksplisit dalam Keppres tersebut dinyatakan ada dua pertimbangan penting yang mendasari kebijakan penanganan gula impor ilegal melalui pelelangan, yakni: 1) Bahwa gula impor ilegal telah menimbulkan kerugian terhadap petani oleh karenanya kebijakan penanganan gula impor ilegal ini (yang dalam konteks Keppres tersebut adalah melalui pelelangan) agar bisa mencegah terjadinya kerugian pada petani. 2) Kebijakan penanganan diambil ditujukan untuk menciptakan swasembada gula dan meningkatkan pendapatan petani tebu. Alangkah naifnya ketika aplikasi Keppres tersebut kehilangan ruhnya, yakni sebagai penolong petani tebu. Sebagaimana yang telah umum dikemukakan oleh media massa, bahwa gula impor ilegal sebanyak 56.343 ton dilelang dengan nilai Rp 118 miliar dan dimenangi oleh PT Angel Product. Itu berarti harga lelang gula tersebut hanya sekitar Rp 2.100 per kg, jauh di bawah harga jaminan gula di tingkat petani yang senilai RP 3.410 per kg. Bahkan juga lebih rendah dibanding harga gula di pasar internasional yang mencapai 300 dolar AS per ton atau 2.700 per kg dengan nilai tukar rupiah Rp 9.000 per dolar AS. Apalagi kalau dibandingkan dengan harga gula impor yang harus dibayar oleh importir terdaftar yang memang diberi wewenang mengimpor gula. Mereka ini harus membayar harga sekitar Rp 3.000 per kg di pelabuhan asal. Bila ditambah dengan biaya pengapalan, bea masuk serta asuransi maka harga gula impor sekitar Rp 3.700 per kg. Kalau gula lelang tersebut kemudian dijual hanya dengan harga yang sangat jauh di bawah harga gula importir terdaftar, pertanyaan yang layak diajukan apa bedanya dampak gula lelang tersebut dengan gula haram selundupan? Sama sekali tidak ada bedanya! Keduanya sama-sama merugikan petani, hanya labelnya saja yang beda, satu berstatus haram (gula selundupan) dan satu lagi berstatus halal (gula lelang). Sesungguhnya kalau kita kembalikan pada teori ekonomi, seharusnya gula impor ilegal tidak dibenarkan bisa beredar di dalam negeri sekalipun melalui proses lelang. Perlu diketahui, sejumlah hasil riset ekonomi gula Indonesia (Lihat antara lain Sudaryanto et al tahun 1995, Hermanto et al 1996, Haryanto 1999 dan Fitriadi dan Gonarsyah 2001), semuanya menunjukkan permintaan terhadap gula relatif in-elastis. Dan, teori ekonomi mengatakan ketika permintaan suatu komoditas adalah inelastis maka ketika terjadi lonjakan penawaran sedikit saja akan berakibat penurunan harga yang signifikan. Artinya, dengan dihalalkan masuknya gula impor ilegal melalui proses pelelangan ke pasar domestik dengan jumlah puluhan ribu ton itu, walaupun seandainya dihargai dengan harga sebesar harga gula impor yang harus dibayar importir terdaftar sekalipun, secara teoritis pasti akan menekan harga gula domestik dengan cukup signifikan. Apalagi kemudian ketika harga gula yang masuk itu ternyata jauh lebih murah dari harga jaminan petani yang telah ditetapkan pemerintah. Oleh karena itulah kita dapat mengerti mengapa pada negara-negara tertentu sangat keras perlakuan mereka terhadap komoditas impor ilegal, yakni harus di-reekspor (diekspor kembali) atau bahkan dimusnahkan. Wewenang Siapa Pihak Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menyatakan proses pelelangan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Prosedur yang dimaksud antara lain mengenai pelaksanaan lelang, termasuk pengumuman, penyelenggaraan lelang. Lelang gula itu telah diumumkan di Harian Jakarta selama sehari dengan mengacu pada pasal 15 ayat 2 Keputusan Menteri Keuangan No 304/KMK.01// 2002. Tetapi tentu saja publik bisa bertanya mengapa sampai Kejaksaan Agung memiliki wewenang dalam proses pelaksanaan lelang, bukannya para menteri yang duduk dalam Dewan Gula Nasional, seperti Menteri Perdagangan atau Menteri Pertanian? Karena, para menteri ini seharusnya lebih kompatibel untuk melakukan tugas itu mengingat mereka-lah yang mendapat tugas untuk melindungi petani tebu. Yang Harus Dilakukan Kejaksaan Agung memang telah meminta kepada PT Angels Product sebagai pemenang lelang gula impor ilegal untuk menghargai gula tersebut menjadi sekitar Rp 3.400 per kg atau setidaknya Rp 3.000 per kg. Tentu saja harga ini belum memadai karena masih lebih rendah dibanding dengan harga gula impor yang harus dibayar oleh para importir terdaftar sebesar Rp 3.700 per kg. Sehubungan dengan itu maka yang harus dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut: Pertama, mengharuskan pemenang lelang untuk membeli dengan harga yang senilai dengan harga gula impor yang dibayar oleh importir terdaftar, diperkirakan tidak kurang dari Rp 3.700 per kg. Kalau tidak bersedia membayar harga tersebut, lebih baik proses pelelangan diulang saja. Saya rasa keputusan sedemikian itu sangat fair mengingat saat ini harga gula di tingkat retail juga tinggi sekitar Rp 5.100 per kg. Sehingga, ada selisih yang diperoleh pemenang lelang sebesar Rp 79 miliar. Kalau dipotong untuk biaya transportasi, pergudangan, dan lain-lain sebesar 50% sekalipun, masih ada keuntungan yang bisa diambil sekitar Rp 39 miliar lebih. Kedua, membuat Keppres baru tentang penanganan gula impor ilegal di mana secara eksplisit memuat 2 butir penting berikut: a) Yang berwenang melakukan lelang gula impor ilegal adalah Dewan Gula Nasional atau menteri yang duduk dalam Dewan Gula Nasional. b) Harga gula yang dilelang harus sama atau lebih tinggi dari harga gula impor yang dibayar oleh importir terdaftar. Begitu? *** (Penulis adalah pengamat Ekonomi Pertanian Universitas Bengkulu). ++ ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/