http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/02/opi02.html

Kepentingan Nelayan Asing di Balik UU Perikanan
Oleh SUHANA

Undang undang (UU) No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan masih menyimpan 
permasalahan yang sangat mendasar bagi masyarakat Indonesia, khususnya 
nelayan. UU yang ditetapkan pada era kabinet Gotong Royong tersebut kurang 
memperhatikan nasib nelayan dan kepentingan nasional terhadap pengelolaan 
sumber daya ikan. Bahkan UU itu memberi kesempatan sangat besar kepada asing 
untuk mengeksploitasi sumber daya ikan di perairan Indonesia, khususnya di 
ZEEI (zona ekonomi eksklusif Indonesia). Ini bisa dilihat dari Pasal 29 dan 
30 UU No 31 tahun 2004 tersebut.
Dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan usaha perikanan di wilayah pengelolaan 
perikanan RI hanya boleh dilakukan oleh warga negara RI atau badan hukum 
Indonesia. Sementara dalam ayat (2) disebutkan pengecualian terhadap 
ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan kepada orang atau badan 
hukum asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di ZEEI, sepanjang hal 
tersebut menyangkut kewajiban negara RI berdasarkan persetujuan 
internasional atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Kalau kita perhatikan dari ayat (2) terlihat pemerintah sangat tergesa-gesa 
memberikan kesempatan kepada nelayan asing melakukan penangkapan ikan di 
ZEEI, tanpa terlebih dahulu melakukan berbagai kajian seperti yang telah 
disyaratkan dalam hukum laut Internasional (UNCLOS 1982). Dalam UNCLOS 
sangat jelas diatur bagaimana pemerintah memberikan kesempatan kepada negara 
lain mengeksploitasi sumber daya ikan di ZEEI. Serta bagaimana tata cara 
negara-negara yang diberikan kesempatan tersebut memanfaatkan kesempatan 
dengan baik. Dengan demikian ayat (2) tersebut merupakan bentuk 
"kesewenang-wenangan' 
pemerintah terhadap masyarakat Indonesia.


Negara Pantai
Dalam Pasal 62 (2) Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) disebutkan negara 
pantai harus menetapkan kemampuannya memanfaatkan sumber kekayaan hayati 
ZEE. Dalam hal negara pantai tidak memiliki kemampuan memanfaatkan seluruh 
jumlah tangkapan yang diperbolehkan, maka negara pantai tersebut melalui 
perjanjian atau pengaturan lainnya dan sesuai dengan ketentuan, persyaratan 
dan peraturan perundang-undangan tersebut pada ayat 4, memberikan kesempatan 
pada negara lain memanfaatkan jumlah tangkapan yang dapat diperbolehkan yang 
masih tersisa, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 69 dan 70, khususnya 
yang bertalian dengan negara berkembang yang disebut di dalamnnya.

Data produksi perikanan tangkap di ZEEI sejak 1997 telah menunjukan 
penurunan. Hal ini bisa kita lihat dari produksi ikan pelagis besar yang 
umumnya berada di ZEEI di Samudera Hindia. Menurut data FAO dari tahun 1990 
sampai 2003 produksi ikan pelagis besar seperti Albacore, Skipjack tuna, 
Southern bluefin tuna, Yellowfin tuna dan Bigeye tuna telah menunjukkan 
adanya gejala penurunan produksi.

Produksi tangkapan ikan Skipjack tuna tahun 1998 adalah 45.768 ton, ini jauh 
menurun jika dibandingkan 1997 yaitu sebesar 49.682 ton. Padahal produksi 
Skipjack tuna dari tahun 1990 (22.788 ton) sampai tahun 1997 (49.682 ton) 
menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Artinya jangankan diberikan 
kesempatan kepada negara lain untuk mengeksploitasi sumber daya ikan di 
ZEEI, produksi tangkapan nasional saja sudah mulai menurun.

Menurut UNCLOS pula, tidak semua negara memiliki hak untuk dapat turut serta 
mengeksploitasi sumber daya ikan di ZEEI. Tetapi kalau kita lihat dari Pasal 
29 ayat (2) UU perikanan tersebut semua negara memiliki kesempatan yang sama 
untuk turut serta mengeksploitasi sumber daya ikan di ZEEI. Menurut Pasal 69 
ayat (1) dan Pasal 70 ayat (1) UNCLOS yang berhak turut serta 
mengekspolitasi sumber daya ikan di ZEEI adalah negara tidak berpantai dan 
negara yang secara geografis tidak beruntung. Yang dimaksud negara yang 
secara geografis tidak beruntung adalah negara pantai, termasuk negara yang 
berbatasan dengan laut tertutup atau setengah tertutup yang letal 
geografisnya membuatnya tergantung pada eksploitasi sumber daya ikan di 
ZEEI.

Selain itu juga walaupun negara tidak berpantai dan negara yang secara 
geografis tersebut kurang beruntung bukan berarti dapat secara begitu saja 
mengeksploitasi sumber daya ikan di ZEEI. Dalam Pasal 69 ayat (2) dan 70 
ayat (3) telah diatur persyaratan dan cara peran serta negara-negara 
tersebut dalam pemanfaatan sumber daya hayati di ZEEI.


Amendemen Secepatnya
Persyaratan dan tata caranya harus memperhatikan: (a) akibat yang merugikan 
bagi masyarakat nelayan atau industri penangkapan ikan negara pantai-dalam 
hal ini Indonesia, (b) sampai sejauh mana negara yang secara geografis tak 
beruntung dan negara tidak berpantai, berperan serta atau berhak untuk 
berperan serta berdasarkan persetujuan bilateral, sub-regional atau regional 
yang ada dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif 
negara pantai, (c) sampai sejauh mana menghindari beban khusus bagi suatu 
negara pantai tertentu atau satu bagian daripadanya, (d) kebutuhan gizi 
penduduk masing-masing negara.
Keberadaan Pasal 29 ayat (2) UU perikanan yang membuka pintu yang lebar bagi 
asing untuk turut serta mengeksploitasi sumber daya ikan di perairan 
Indonesia tersebut sungguh menyakiti hati rakyat Indonesia. Janji pemerintah 
untuk mementingkan kepentingan nasional dalam pengelolaan sumber daya alam, 
khususnya sumber daya ikan telah diabaikan oleh pemerintah sendiri. 
Seharusnya pemerintah mengembangkan armada penangkapan ikan nasional 
daripada memberikan kesempatan besar kepada nelayan asing.

Oleh sebab itu hendaknya pemerintah-dalam hal ini presiden dan 
DPR-secepatnya mengamendemen UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan 
mencabut kembali Pasal 29 ayat (2). Kalau tidak cepat diamendemen para 
nelayan asing akan semakin merajalela di perairan Indonesia, khususnya di 
ZEEI. Pemerintah harus konsisten mengedepankan kepentingan masyarakat 
Indonesia dalam pengelolaan sumber daya ikan. Keberpihakan kepada 
kepentingan masyarakat Indonesia dalam pengelolaan sumber daya ikan di ZEEI 
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Amendemen UU No 31 tahun 2004 hendaknya 
menjadi prioritas utama dalam tahun 2005.


Penulis adalah pemerhati kelautan nasional

Copyright © Sinar Harapan 2003







 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke