http://www.indomedia.com/bpost/032005/4/depan/utama1.htm Jumat, 04 Maret 2005 02:50:52
DPR: Lawan Malaysia! Jakarta, BPost Sejumlah anggota Komisi I DPR mendesak TNI melakukan perlawanan terhadap sikap arogan Angkatan Laut Diraja Malaysia yang menduduki wilayah perairan Indonesia. TNI diminta menambah banyak armada militernya di Laut Sulawesi untuk menghadapi negara Jiran tersebut. "Malaysia seolah tidak menghargai kita. Kalau dibiarkan terus, bisa-bisa kasus Sipadan Ligitan akan terjadi lagi, bagian lain dari wilayah RI benar-benar mereka kuasai. Kalau perlu, jangan hanya tiga atau lima kapal. Sepuluh kapal sekalian," kata Wakil Ketua Komisi I Effendi Choirie, kepada wartawan, Kamis (3/3), di gedung DPR. Effendi menyatakan hal itu menyusul berbagai insiden yang ditengarai karena Malaysia ingin menguasai pulau-pulau di sekitar Sipadan Ligitan yang sebelumnya telah dicaplok Negeri Jiran tersebut. Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin memerintahkan Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto, tiga kepala staf TNI, Menteri ESDM dan Menteri Perhubungan menyelesaikan konflik dengan Malaysia di wilayah perbatasan Indonesia di Kalimantan bagian Timur. Secara khusus, Yudhoyono kepada panglima dan 3 kepala staf TNI memerintahkan tetap melakukan pertahanan di perbatasan sesuai tugas yang diberikan sehingga tidak ada hal-hal ekstrim ataupun di luar protap pertahanan. "Presiden tengah mencari solusi terbaik agar klaim perbatasan Indonesia-Malaysia dapat diselesaikan dengan baik dan tidak menimbulkan konflik terbuka. "Kita coba sejauh mungkin dengan diplomasi yang ada," kata Jenderal Endriartono usai pertemuan di Kantor Kepresidenan. Yang jelas, katanya, kewajiban TNI adalah mengamankan wilayah tersebut. "Presiden memutuskan bagaimana caranya agar solusi ini bisa diselesaikan secara baik," imbuhnya. Terlepas keterkaitannya dengan negara tetangga, kata Effendi Choirie, "kalau memang ada negara lain menduduki secara sengaja atau tidak sengaja wilayah Indonesia, maka harus dilawan." Karenanya dia meminta Kapal Perang Indonesia (KRI) tetap disiagakan di seluruh perairan yang pernah diduduki Malaysia itu. Senada, anggota Komisi I dari FPDS Jeffrey Johannes Massie mengatakan, RI harus menujukkan kekuatan agar negara-negara tetangga tidak seenaknya mencaplok wilayah RI. Gelar pasukan boleh dilakukan secara besar-besaran agar bisa dilihat mereka, hingga tidak berani lagi masuk ke wilayah Indonesia. "Kita harus menyiapkan kapal-kapal perang yang cukub baik untuk melakukan perlawanan," tandasnya. Menhan Juwono Sudharsono dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I, Rabu (2/3) lalu, mengatakan TNI AL telah melakukan aksi gelar pasukan. "Kita sudah melakukan penggalangan kekuatan, sebagian gelar kekuatan dan sebagian patroli untuk mendesak tentara Malaysia yang akan mengklaim kawasan Indonesia. Kami harapkan gelar kekuatan ini akan mendukung wilayah kita," tandasnya. Target dari gelar pasukan itu sendiri, lanjut Juwono antara lain agar suara Indonesia di dengar oleh pihak Malaysia. "Sebagai tekanan agar penyelesaian secara diplomasi didengar. Sikap lebih lanjut atas persoalan itu," katanya. Ketua Komisi I DPR Theo L.Sambuaga meminta pemerintah bertindak tegas atas pelanggaran terhadap wilayah kedaulatan RI di Laut Sulawesi yang belakangan diklaim sebagai wilayah Malaysia. "Kita tahu persis bahwa kawasan Ambalat di Laut Sulawesi, itu adalah wilayah perairan kita," kata Theo Oleh karena itu, kalau ada upaya-upaya pihak asing untuk menguasai wilayah itu melalui kehadiran kapal-kapal mereka, apalagi sampai menggelar pasukan di sana, maka pemerintah harus mengambil tindakan tegas. Mengutip Kompas, pemerintah Malaysia melalui PM Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi belum lama ini mengakui kawasan kaya migas di Laut Sulawesi --mereka menyebut sebagai Blok XYZ-- sebagai milik Malaysia. Di area Blok XYZ itu, Malaysia memberikan konsesi pertambangan minyak kepada perusahaan raksasa pertambangan minyak Inggris/Belanda, Shell. Konsesi itu terletak di Blok ND 7 dan ND, bagian dari Blok XYZ. Indonesia menyebut blok yang diklaim Malaysia itu sebagai Blok Ambalat dan Blok East Ambalat. Di Blok Ambalat, Indonesia telah memberikan konsesi kepada ENI (Italia) pada tahun 1999. Sedangkan konsesi di Blok East Ambalat diberikan kepada Unocal (AS) pada tahun 2004. Status Blok Ambalat kini sudah dalam tahap eksplorasi (penambangan). Untuk Blok East Ambalat, kontrak baru ditandatangani pada 13 Desember 2004 oleh Pemerintah RI dan Unocal. Namun, kontrak ini menjadi kontroversial karena wilayah itu diklaim Malaysia sebagai wilayahnya. Malaysia berpendapat wilayah pertambangan minyak dan gas lepas pantai di East Ambalat otomatis menjadi milik Malaysia setelah Pulau Sipadan dan Ligitan dinyatakan sebagai wilayah Malaysia beberapa waktu lalu berdasarkan keputusan internasional. Klaim sepihak Malaysia itu langsung mendapat protes Indonesia. Departemen Luar Negeri RI menyampaikan nota protes bahwa tindakan Malaysia sebagai melanggar kedaulatan Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah membuat kontrak pengelolaan Blok Ambalat dan Blok East Ambalat itu kepada investor asing. Peringatkan Shell Deplu RI juga perusahaan minyak Shell agar tidak mencampuri urusan Indonesia dan Malaysia mengenai konsesi minyak di wilayah perairan Pulau Sipadan-Ligitan. Deplu RI juga memprotes agreement dari Shell kepada Malaysia terkait konsesi tersebut. "Kita memperingatkan Shell bahwa perairan di sekitar Pulau Sipadan-Ligitan itu adalah wilayah kita, dan kita menganggap agreement itu melanggar kedaulatan kita," kata Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan Deplu Arif Havas Oegroseno. Havas mengaku jika masalah itu diselesaikan melalui pengadilan internasional, maka masalah pengakuan wilayah Indonesia oleh Malaysia bisa diteruskan melalui pengadilan internasional, dan dia optimis Indonesia dapat memenangkannya. "Karena itu memang milik kita," katanya. Diakuinya, berdasarkan keputusan Internasional Court of Justice (ICJ/pengadilan internasional) Malaysia memang memiliki Pulau Sipadan-Ligitan. "Tapi disebutkan oleh hakim bahwa kepentingan pemetaan kedaulatan Indonesia atas dua pulau ini tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap deliminasi landas kontinen. Dengan kata lain, wilayah perairannya adalah tetap milik Indonesia," ungkap Havas. Data otentik Sementara itu, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi kepada pers mengatakan, konflik perebutan wilayah di perbatasan Indonesia dengan Malaysia sebaiknya diselesaikan berdasarkan data otentik yang sudah ada. "Memang ada beberapa patok yang sudah rusak dan ini yang salah satunya harus diselesaikan untuk mencegah hal-hal yang merugikan wilayah kedaulatan Indonesia," tukasnya. Ditegaskan, KSAL Laksamana Madya Slamet Subiyanto, Indonesia memiliki bukti kuat bahwa Pulau Karang Gumarang merupakan daerah yang masuk dalam wilayah NKRI, meski pulau itu tidak ada penduduknya. "Menurut referensi, pulau Karang Gumarang merupakan titik ukur dari wilayah Indonesia terluar. Dan itu pun sudah dipasang bendera Indonesia," ungkapnya. Sementara itu, Malaysia tetap bersikukuh dan menolak klaim Indonesia atas blok minyak ND 6 dan ND 7 di Laut Sulawesi. Wisma Putra, jubir pemerintah Malaysia mengklaim bahwa daerah itu masih dalam kawasan teritori Malaysia. "Malaysia memiliki hak dan juridiksi untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber alam yang berada dalam kontinennya terkait dengan onvensi PBB mengenai Hukum Laut 1982," katanya.JBP/ewa/kcm/tnr/dtk Sengketa Sipadan-Ligitan 1961 : Indonesia mengklaim perairan sekitar Pulau Sipadan-Ligitan. Indonesia memberikan konsesi dengan berbagai perusahaan minyak, termasuk Shell. 1979 : Malaysia membuat peta dan memasukkan Pulau Sipadan-Ligitan sebagai wilayah teritori mereka. 1980 : Indonesia mengajukan protes. Protes diikuti Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Cina, Taiwan, dan Inggris 1998 : Indonesia memberikan konsesi minyak kepada Shell. 2000 : Malaysia membawa masalah dua kepulauan itu ke Internasional Court of Justice (ICJ/pengadilan internasional) 2002 : ICJ memutuskan Pulau Sipadan-Ligitan menjadi milik Malaysia. Namun dalam putusan tidak ditetapkan wilayah perairannya kedua pulau itu menjadi milik Malaysia. 2005 : 7 Januari : Tentara Laut Diraja Malaysia mengejar dan menembak sebuah kapal nelayan Indonesia. Marin Laut (AL Malaysia) menangkap dan menyiksa karyawan PT Asiha Samudera yang sedang memperbaiki lampu suar sebagai rambu laut di Karang Unarang. 15 Februari : Malaysia memberikan konsesi kepada perusahaan minyak dari Belanda, Shell melakukan eksplorasi. 20 Februari : TNI AL mengerahkan tiga kapal perang; KRI Nuku, KRI Rencong, dan KRI Wiratno di Laut Sulawesi. 2 Maret : Koarmatim memberangkatkan KRI Tongkol dan KRI Karel Satsuit Tubun. ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/