Karena privatisasi air, akhirnya air dimonopoli oleh
segelintir perusahaan yang menjualnya dengan harga
mahal. Rakyat pun sulit untuk mandi dan berwudlu
karenanya.

Rabu, 23 Maret 2005 

Air Pun Butuh Diselamatkan 

Sejak tahun 2002, bagi Sumartono (34), tidur nyenyak
adalah sesuatu yang istimewa. Air yang dulu melimpah
mengairi sawah, kini menciutkan hati para petani di
Desa Kwarasan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten,
Provinsi Jawa Tengah. 

Akar persoalan yang dituding Sumartono dan para warga
di sana adalah beroperasinya produsen air kemasan yang
mengebor air tanah tepat di tengah-tengah lima sumber
air (embung) di desa itu. Maka airpun mengalir ke
pipa-pipa yang dipasang perusahaan. 

Ketika air kemasan setengah liter di hotel dipatok Rp
20.000, sumur-sumur warga desa Kwarasan setiap musim
kemarau tiba dihantui kekeringan. 

Bukan hanya sumur yang mengering, para petani kini
harus merogoh kantung dalam-dalam untuk membeli pompa
air tanah berikut solar. Untuk satu jam beroperasi,
biayanya Rp 5.000. Hanya dengan itu mereka bisa menuai
padi di musim panen. 

Namun, menjamurnya pompa air tanah untuk memenuhi
kebutuhan air sawah, membuat sumur-sumur warga desa
terus menyurut. Ironisnya, pemerintah daerahlah yang
menganjurkan solusi penggunaan pompa gara-gara air
tanah banyak disedot perusahaan swasta. 

Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA)
Departemen Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono mengakui,
kehadiran perusahaan itu memang mengacaukan irigasi di
desa Kwarasan. Dengan izin debit 22 liter per detik,
jumlah air yang disedot per detiknya 80 liter. 

Mantan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Soenarno mengatakan, manajemen perusahaan itu memang
telah melakukan pelanggaran serius dalam pengelolaan
sumber daya air di Klaten. "setiap perusahaan swasta
dilarang semaunya mengkavling sumber air. Pemerintah
harus segera mengoreksi agar kasus serupa tak terulang
lagi," katanya. 

Inilah era di mana pengelolaan air masyarakat
"dicemari" investasi swasta yang orientasinya adalah
profit. 

DI Jakarta, persoalan air hingga kini tidak juga
terpecahkan. Sebagian besar warga Muara Baru,
Penjaringan, Jakarta Utara, sejak tahun 2002 lalu tak
bisa lagi mandi sepuasnya. Untuk sepikul air setara
dengan 20 liter, mereka harus membayar Rp 1.000.
Setiap keluarga rata-rata butuh 7-10 pikul air setiap
harinya. 

Bagi Sandi (60), yang mantan buruh pikul di pelabuhan
Sunda Kelapa, uang sebanyak itu sangatlah memberatkan.
Kakek delapan cucu yang asli Cilacap itu terkadang
tidak membeli air. "Tidak mandi tidak apa. Yang
penting ada air buat minum sama masak,"kata dia. 

Kakek yang tidak lagi bisa mengangkat beban berat itu,
kesulitan memperoleh air terjadi sekitar dua tahun
lalu. Air di rumah-rumah warga yang berimpitan itu
hanya keluar satu minggu dalam setahun. 

Sumiati Ismail (40), punya kisah lain. Sejak air
dikelola PAM Lyonnaise Jaya (Palyja)-sebelumnya
dikelola PAM Jaya- air sering bermasalah. Dulu air
mengucur deras dari kran bak mandinya. Kini, hanya
desis udara yang keluar sementara meteran air terus
berjalan. 

Padahal, di rumahnya di RT IX/RW 17 kawasan Marlina,
Pasar Ikan, Penjaringan, lima anaknya berkumpul jadi
satu. Setiap hari ia harus membeli air sepuluh pikul
seharga Rp 10.000. "Kalau kagak ada uang, pagi mandi
sore kagak," kata pedagang kaki lima itu. 

Pernah warga mendatangi Palyja, hasilnya air mengalir
beberapa waktu namun akhirnya mampet lagi hingga
sekarang. 

Dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi
dalam perkara uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Pengelolaan SDA, ia membawa air hujan
dalam botol air mineral setengah liter. Ia mengatakan
bahwa dengan air hujan yang dikumpulkan dari talang
itulah mereka mandi. "Saya sedih karena kadang untuk
wudhu pun tidak ada air," kata dia. 

Nursiah (26), warga RT 16 RW 17 Penjaringan, Jakarta
Utara, dua tahun lalu membayar Rp 10.000-12.000 ke
Palyja. Dua tahun pula ia tidak menerima aliran air
yang sebelumnya mengalir pelan pada tengah malam.
"Pernah diajak protes, tapi malas," kata dia sambil
menggendong anaknya. 

Anehnya, di deretan rumah di seberang rumahnya yang
hanya terpisah jalan raya, air mengalir dengan deras.
Air itulah yang kemudian ditampung para penjual air
untuk diedarkan. Ia menduga hal itu terjadi karena di
seberang itu berdiri perusahaan-perusahaan swasta. 

BERTEPATAN dengan Hari Air Sedunia ke-13, 23 Maret
2005 ini, ternyata masih banyak warga yang tidak
mendapatkan haknya akan air bersih. Direktur Tehnik
PAM Jaya Kris Tetuko pernah mengungkapkan bahwa sumber
air tanah dalam di Jakarta sudah tidak layak dijadikan
alternatif sumber air baku, baik secara kuantitsas
maupun kualitas. Sekitar 50 persen air tanah telah
tercemar bakteri E Coli dan deterjen yang berbahaya
bagi kesehatan. 

Ia pun menyebut target tahun 2022 seratus persen warga
Jakarta terlayani air pipa sangat tidak realistis.
Tahun 2020 pun, secara rasional kemungkinan baru
terlayani 80 persen. 

Fakta adanya pencemaran, lahan kritis, daya dukung
lingkungan yang rusak di Jakarta adalah potret
nasional. Menurut data Sub Direktorat Konservasi SDA
Departemen PU, lahan kritis di luar hutan pada tahun
2001 mencapai 21 juta hektar. Sementara, hutan rusak
mencapai 36 juta hektar. 

Pada tahun yang sama tercatat 62 daerah aliran sungai
(DAS) dalam kondisi krisis. Belum lagi pencemaran
sungai di pulau-pulau besar di Indonesia. Belum lagi
alih fungsi lahan di daerah resapan air. 

Seperti disoroti kalangan LSM dan diakui pemerintah,
kondisi tersebut diperparah dengan lemahnya koordinasi
antardepartemen untuk mengatasi semua persoalan itu.
Saat ini, menurut data Kementerian Negara Lingkungan
Hidup, hanya 42 persen penduduk Indonesia yang dapat
mengakses air bersih dan sanitasi. 

Terkait dengan keberlanjutan ketersediaan air itulah
pemerintah mendorong pengesahan UU No 7 Tahun 2004
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Meskipun
ditentang banyak pihak dan hingga kini menunggu
keputusan Mahkamah Konstitusi atas permintaan uji
materiil, pemerintah tetap yakin bahwa itulah cara
terbaik melindungi warganya dari ancaman kelangkaan
air. 

Menurut Soenarno, kehadiran UU Sumber Daya Air
sebetulnya untuk mencegah kesewenangan swasta terhadap
petani atau masyarakat. Apalagi UU tersebut telah
dilengkapi semua ketentuan yang dapat menjamin masa
depan ketersediaan air bagi penduduk. 

Basuki Hadimulyo justru balik menuding bahwa carut
marutnya persoalan air sekarang ini karena tidak ada
ketentuan tegas yang mengatur pengelolaan SDA,
sehingga pengusaha cukup memperoleh izin dari
pemerintah setempat tanpa perlu berkonsultasi dengan
masyarakat, seperti kasus di Klaten. 

Maka ia tetap bertahan agar UU itu disetujui MK,
meskipun untuk itu ia harus "dimusuhi" banyak orang.
Ia pun membantah keluarnya UU tersebut karena desakan
Bank Dunia untuk memuluskan masuknya para pemodal dari
luar negeri. 

Namun, yang ada di depan mata sekarang adalah kaum
papa yang tidak mampu menjangkau air bersih. Air
sementara ini hanyalah milik mereka yang punya uang.
(Jannes Eudes Wawa/GESIT ARIYANTO) 

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/23/utama/1636587.htm

  

Bacalah artikel tentang Islam di:
http://www.nizami.org

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Does he tell you he loves you when he's hitting you?
Abuse. Narrated by Halle Berry.
http://us.click.yahoo.com/aFQ_rC/isnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke