SURAT SANDAKAN
Adikku sayang, Yang sejak lama kuperhatikan bahwa sebelum sampai pasar, angkot-angkot dihentikan sejenak oleh para sopir di suatu tempat dan selalu di tempat sama. Dari jendela kendaraan Pak Sopir mengulurkan genggaman kepada seseorang yang berjaga di sebuah pos.Melirik genggaman sopir itu, nampak padaku beberapa lembar rupiah. Apa gerangan maksud rupiah yang diserahkan kepada penjaga pos itu? Pajak resmi ataukah bentuk pungutan liar alias pungli? Ketika kepada Pak Sopir kutanyakan, ia hanya diam saja dan tak pernah ada mereka yang mau menjawabku.Aku menduga keras bahwa ini memang adalah pungli yang dilakukan "penguasa liar"atau "penguasa bayangan" kawasan!.tanda bahwa Indonesia dikuasai oleh kekuasaan ganda: yang formal-legal dan yang riil illegal. Adanya kekuasaan ganda ini turut andil dalam menterpurukkan bangsa dan negeri. Dugaan ini didasarkan pada cara memberikan rupiah itu dan bentuk pos tersebut yang tak memperlihatkan tanda-tanda legalitas. Ditambah lagi oleh pengalamanku ketika mencari taksi saat turun dari bus DAMRI yang membawaku dari bandara Soekarno-Hatta ke pusat kota. Sebelum naik taksi yang membawaku ke alamat tujuan, Pak Sopir taksi memintaku membayar Rp.5000,- untuk yang disebutnya "petugas keamanan" parkir. Tentu saja aku merasa heran dan memandang mata Pak Sopir sambil bertanya setengah protes: "Belum-belum khoq harus membayar untuk hal yang tak ada sangkut-pautnya dengan urusanku sebagai penumpang". Pak Sopir memandangkulurus ke mata seperti memberikan isyarat. Isyarat yang segera kupahami. Tidakkah hal-hal begini merupakan salah satu bentuk kekerasan, ujud dari meratanya kekerasan dalam masyarakat, lukisan nyata dari keras garangnya kehidupan? Kekerasan dan kegarangan mengepung dan mencegat kita di setiap tapak. Kekerasan yang melembaga menggerogoti nurani kita dari detik ke detik sehingga diam-diam dipandang sebagai kewajaran, lalu orang-orang pun tidak enggan menohok teman dekat. Menyakiti hati orang pun dipandang sebagai wajar dalam masyarakat yang menterapkan "hukum rimba" dan "ketidakpedulian". Oleh karenanya sering Jakarta kurasakan sebagai "belantara" penuh binatang buas yang lapar mangsa. Ganas! Manusia negeri ini pun sering kudapatkan sangat ganas. Tidak jarang, orang-orang menjadi manusia tanpa nurani sehingga sanggup membunuh dan menyiksa sesamanya dengan mata dan hati dingin.Manusia terasa langka di Indonesia dan tidak gampang jadi manusia.Kata dan bahasa lebih berfungsi sebagai badik tajam. Seperti para penumpang lainnya, beberapa ratus meter dari pasar,aku pun turun, lalu berjalan kaki mencari bus tumpangan meneruskan perjalanan ke kota. Di Pasar Ciputat yang sangat macet, bahkan pejalan kaki pun mengalami kesulitan untuk melangkah secara tenang dan aman.Angkot,sepeda motor, pejalan kaki, pedagang-pedagang sayur yang menggeletakkan dagangannya di tanah, mobil, bus dan segala macam rebut jalan lewat di bawah langit bau segala macam. Segala dan semua minta tempat, berebut ruang di bawah dikte kekerasan serta keangkuhan sektarisme. Terhadap hal ini Chairil Anwar pernah menulis bahwa: "Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat" tapi bagaimana sikap kita terhadap masalah ini, terutama terhadap lapisan bawah, dasar piramida masyarakat yang merupakan mayoritas penduduk? Sudahkah kita "mencatet" dan memberikan mereka "tempat"? Ataukah tempat mereka itu digarong? Di Pasar Ciputat, pada kekerasan, pada hilangnya nurani, di jalan-jalan kota aku menyaksikan dampak dari penggarongan tempat mereka ini dari kehidupan manusiawi.Cinta, l'amour,love yang hakiki menjadi olok-olok,kelereng mainan kanak, kehidupan pun menjadi padang gersang,savana di mana berkeliaran macan lapar.Aku mendapatkan lukisan keadaan ini pada sanjak Chairil Anwar , Nocturno, yang antara lain berkata: "............................ Aku menyeru -- tapi tidak satu suara membalas, hanya mati dibeku udara Dalam hatiku terbujur keinginan, juga tidak bernyawa. Mimpi yang penghabisan minta tenaga, Patah kapak, sia-sia berdaya Dalam cekikan hatiku Terdampar ...Menginyuam abu dan debu Dari tinggalannya suatu lagu" Ya, Dik, "mimpi yang penghabisan minta tenaga" dan banyak keinginan "juga tidak bernyawa" hari ini. Tapi di hadapan keadaan demikian Chairil Anwar juga berpesan: "..pelarian akan terus tinggal terpencil" Semestinya kita tidak boleh melakukan pelarian. Tapi apakah aku masih punya "tenaga" untuk mewujudkan "mimpi yang penghabisan" ketika aku harus mencoba menarungi putusasa di depan krisis kesadaran sebagai Sysiphus dan keterasingan serta pembuangan? Aku menyadari benar adanya absurditas sedang menakaliku. Juga kurasakan ketika aku sedang berpegang di pegangan pintu bus menuju ke kota untuk mencari tempat duduk. Sendiri.Kesendirian yang kemudian kurasakan sebagai hakiki sebagaimana ditunjukkan oleh pantun berikut: "ke pulau sama ke pulau ke pulau menangguk udang merantau sama merantau kalau mati, mati seorang" Sunyi menanti di ujung jalan di antara deru kebisingan lalulintas ditempuh bus ber-AC laju membawaku ke Jakarta yang galau. Maka diam-diam kusebut ulang namamu mengumpulkan segala yang tersisa dan bisa kupegang, mencoba percaya bahwa di negeri kita masih ada manusia. Terasa di saat ini, aku benar-benar tidak lain dari sebuah noktah di antara debu berhamburan diterbangkan angin Jakarta.Apakah kau mendengar jeritku mencari dan memburu mimpi bersama lajunya bus meninggalkan Ciputat ke lingkup galaksi? JJ.KUSNI ------------ Yogyakarta, Agustus 2005. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today! http://us.click.yahoo.com/O4u7KD/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/