CUKUP SUDAH! Hentikan Investasi Baru Pertambangan
Besar yang Menista Rakyat

MENJELANG 3 TAHUN MENINGGALNYA BAYI ANDINI LENSUN DI
BUYAT

Menguatkan kembali hati nurani dan semangat berlawan
yang pernah diserukan di Agustus 2004.

salam
andreas

D E K L A R A S I A G U S T U S A N

CUKUP SUDAH!
Hentikan Investasi Baru Pertambangan Besar yang
Menista Rakyat

Lagipula, siapakah yang bisa mengembalikan lagi
kekayaan Indonesia yang diambil oleh mijnbedrijven
partikelir, yakni perusahaan-perusaha an partikelir,
sebagai timah, arang batu dan minyak. Siapakah nanti
yang bisa mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan tambang
itu?Musnah-musnahla h kekayaan-kekayaan itu buat
selama-lamanya bagi pergaulan hidup Indonesia, masuk
ke dalam kantong beberapa pemegang andil belaka!
(Soekarno, Indonesia Menggugat 1961)

Kami menyatakan keprihatinan dan kemarahan kami, atas
penistaan para pejabat negara untuk yang kesekian
kalinya terhadap warga Buyat. Orang-orang biasa,
perempuan dan laki-laki, tua dan muda yang
mempertaruhkan keselamatan diri mereka untuk
melakukan protes dan menuntut keadilan atas bencana
lingkungan yang mereka alami. Sebuah bencana
pencemaran yang menyebabkan gangguan kesehatan kronis
dan kemiskinan akibat hilangnya mata pencaharian yang
ditimpakan kepada mereka sebagai dampak operasi
pertambangan raksasa PT Newmont Minahasa di wilayah
hidup mereka Alih-alih menerapkan prinsip
kehati-hatian, empati serta memihak pada korban, para
pejabat negara dengan serta merta menyangkal
penderitaan para korban dan menyatakan bahwa PT
Newmont Minahasa tidak menimbulkan pencemaran. Dengan
menyatakan bahwa Teluk Buyat tidak tercemar, dengan
setumpuk hasil penelitian dan bukti laboratoris
berbagai pihak yang mengindikasikan terjadinya
pencemaran, sesungguhnya para pejabat negara telah
memvonis rakyat menyampaikan informasi yang tidak
benar alias bohong.

Kami menilai sikap ini adalah bagian dari upaya untuk
menutup-nutupi borok sistim politik-ekonomi yang korup
yang mendukung usaha pertambangan besar yang tidak
adil. Dalam kasus Buyat hingga operasi PT Newmont
Minahasa berakhir, ternyata perusahaan ini hanya
mengantongi ijin sementara pembuangan limbah ke laut.
Ketika ijin sementara itu dikeluarkan disyaratkan
perusahaan tambang ini menyusun Ecological Risk
Assesment (ERA- Penilaian Resiko Ekologi) dengan
tenggang waktu enam bulan sejak keputusan dikeluarkan,
sebagai dasar pemberian ijin permanen. ERA nantinya
akan dijadikan dasar penetapan baku mutu lingkungan.
Namun hingga saat ini pemerintah ternyata belum dapat
menerima ERA yang disiapkan oleh perusahaan.

Dengan demikian jelas bahwa tidak ada jaminan bahwa
lingkungan hidup dan masyarakat aman dari dampak
sistim pembuangan tailing ke dasar laut yang dilakukan
oleh PT Newmont Minahasa. Hal ini sebenarnya sejalan
dengan rekomendasi tim peneliti Kementrian Lingkungan
Hidup di teluk Buyat tahun 2002 yang menyarankan
penduduk sekitar Teluk Buyat mengurangi konsumsi ikan
yang hidup di area pembuangan tailing Newmont.

Adalah sebuah tragedi bangsa, adalah sebuah ironi
'kemerdekaan' , bahwa masih terdapat fakta ketimpangan
dan kesenjangan yang mengerikan.
Berdamping-dampinga n dengan kerakusan operasi raksasa
perusahaan pertambangan asing mengeruk kekayaan alam
tambang berton-ton dari bumi Indonesia, terdapat
kemiskinan yang kronis disekitar wilayah operasi
perusahaaan tersebut. Sebut pula apa yang terjadi di
tanah Papua, konsesi tambang PT Freport di tanah
Papua telah mengorbitkan perusahaan tambang
tersebut sebagai salah satu perusahaan tambang
tembaga, emas dan perak terbesar di dunia. Sementara
kita tahu masyarakat di sekitar pertambangan PT
Freeport masih saja terpuruk dalam kemiskinan dan
kemandegan yang dalam.

Belum lagi fakta pencemaran lingkungan yang terjadi
akibat operasi perusahaan ini. Paling tidak menurut
penelitian Walhi dengan menggunakan data satelit
Indraja Landsat tahun 2000, diperoleh temuan total
wilayah darat yang tercemar tailing mencakup luasan
35.820 hektar. Sedangkan wilayah laut yang tercemar
paling tidak meliputi wilayah seluas 84.158 ha. Dimana
radius pencemaran tailing di laut dari muara Komoro.
Gejala ini sesungguhnya bukan saja terjadi di Minahasa
dan Papuan Barat namun terjadi pula dihampir seluruh
wilayah operasi pertambangan besar di Indonesia.

Selain merupakan gejala yang universal bahwa di tengak
iklim demokrasi yang kurang berkembang dan masih
kuatnya militerisme, sektor pertambangan besar ini
potensial menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam konteks Indonesia kajian atas
pelanggaran- pelanggaran HAM pada industri
pertambangan
dengan studi kasus PT Freeport Indonesia dan PT
Kelian Equatorial (Elsam, 1998) menunjukkan paling
tidak ada delapan bentuk pelanggaran HAM yang
ditemukan. Pertama, pelanggaran atas hak untuk
menentukan nasib sendiri. Termasuk didalamnya adalah
tidak diakuinya tanah-tanah adat yang menjadi milik
seseorang, keluarga atau satu suku tertentu, tidak
diakuinya struktur sosial masyarakat adat serta
pemaksaan untuk alih fungsi lahan menjadi areal
pertambangan. Kedua, pelanggaran atas hak untuk hidup.
Ketiga, penghilangan orang dan penangkapan secara
sewenang-wenang Keempat, hilangnya hak untuk bebas
dari rasa takut. Kelima, hilangnya hak seseorang untuk
tidak mendapatkan penyiksaan atau tindak kekerasan,
khususnya yang dilakukan oleh pejabat publik. Keenam,
dicabutnya hak seseorang atas sumber penghidupan
subsistensinya Ketujuh, hilangnya hak anak-anak untuk
mendapatkan perlindungan Kedelapan, lenyapnya standar
kehidupan yang layak dan pencapaian tingkat kesehatan
yang optimal (hak atas lingkungan hidup yang sehat)

Pelanggaran hak asasi manusia, pemiskinan rakyat dan
penghancuran lingkungan hidup di sekitar wilayah
konsesi pertambangan besar yang didominasi pemain
internasional, sesungguhnya menegaskan masih
bertahannya karakter model penguasaan sektor
pertambangan masa penjajahan.

Praktek-praktek ekonomi-politik perusahaan tambang
internasional di Indonesia sesungguhnya adalah praktek
imperialisme, meminjam definisi Connors adalah
praktek-praktek "penguasaan secara formal (atau tidak
formal) atas sumber-sumber daya ekonomi setempat yang
lebih banyak menguntungkan kekuatan metropolitan,
dengan merugikan ekonomi setempat'.

Di tingkat agregat perekonomian nasional, sesungguhnya
distribusi keuntungan dari pendapat negara dari sektor
pertambangan besar ini yang diperoleh dari bagi hasil,
royalti dan pajak, serta kontribusinya bagi perluasan
lapangan kerja (yang sebenarnya kecil saja) vis a vis
perusahaan pertambangan internasional dan
negara-negara maju menunjukkan ketimpangan yang kronis
pula.

Pola hubungan ekonomi yang lazim terjadi antara negara
sedang berkembang yang kaya dengan sumberdaya alam
terutama mineral dan negara maju atau industri,
menunjukkan karakter ketimpangan dalam menyerap
manfaat ekonomi atau nilai tambah dari pengolahan
bahan baku atau bahan mineral.

Perusahaan-perusaha an internasional dari negara maju
memiliki kontribusi terbesar dalam proses ekstraktif
atau eksploitasi sumberdaya mineral. Bahan baku ini
kemudian menjadi komoditi ekspor bagi negara-negara
berkembang tersebut yang utamanya diserap oleh
industri pengolahan di negara-negara maju. Produk
setengah jadi dan produk jadi ini kemudian diimpor
oleh negara-negara berkembang, untuk diolah kembali
oleh industri-industri di negara berkembang yang juga
di dominasi oleh perusahaan-perusaha an asing, atau
dalam hal produk jadi untuk konsumsi pasar dalam
negeri

Apropriasi (pengambilalihan) nilai lebih ini tidak
hanya terjadi melalui lika-liku praktek ekonomi
diatas, tetapi juga melalui nilai lebih yang hilang
akibat tergusurnya dan terganggunya berbagai mata
pencaharian rakyat (termasuk akibat kerusakan
lingkungan) di sekitar wilayah tambang. Belum lagi
bila kita menghitung hilangnya potensi sumberdaya
manusia akibat kemiskinan dan kesehatan yang buruk.
Lebih jauh lagi apropriasi terjadi bila dihitung pula
nilai modal ekologis yang hilang akibat rusaknya
fungsi-sungsi ekologis alam akibat proses destruktif
industri pertambangan.

Kami menilai bahwa tragedi Buyat hanyalah puncak es
dari kebobrokan yang jauh lebih besar dalam industri
pertambangan besar bahkan dalam sistem politik-ekonomi
di negeri ini.

Kami menegaskan bahwa narasi besar dari tragedi Buyat,
sesungguhnya adalah imperialisme dan sistem
politik-ekonomi yang korup termasuk militerisme yang
melanggengkan penjajahan baru tersebut.

Untuk itu kami menuntut pemerintah untuk melakukan :

1. Moratorium Investasi Baru di sektor Pertambangan
Besar
Moratorium di lakukan untuk memberikan waktu bagai
penyiapan infrastruktur perekonomian Indonesia hingga
lebih siap menyerap nilai tambah dari pengelolaan
sumberdaya mineral. Selain itu moratorium memberi
kesempatan untuk perombakan terhadap kebijakan negara
dan sistim industri pertambangan besar yang korup dan
eksploitatif baik dari aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan hidup untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat. Proses ini harus didahului dengan audit
Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Hidup terhadap sektor
pertambangan besar.

2. Renegosiasi Kontrak Karya
Peninjauan kembali perjanjian kontrak karya yang sudah
disepakati dan melakukan pengaturan kembali terhadap
distribusi keuntungan, keterkaitan dengan dengan
industri hilir, transfer teknologi, serta
tanggungjawab sosial dan lingkungan hidup (termasuk
pengetatan syarat-syarat lingkungan hidup mengikuti
standar lingkungan hidup di negara-negara maju).

3. Tindakan Hukum Yang Tegas Pemerintah harus
menunjukkan political will untuk 'melindungi, mencegah
dan mempromosikan hak-hak asasi manusia di bidang
ekonomi, sosial dan lingkungan hidup' dalam sektor
industri pertambangan . Pertama-tama 'political will'
tersebut harus ditunjukkan dengan tindakan pengusutan
dan tindakan yang tegas terhadap pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh PT Newmont Minahasa dan aparat
pemerintahan yang membiarkan pelanggaran hukum dan hak
asasi manusia tersebut. Termasuk pula tanggungjawab
perusahaan untuk memberikan kompensasi kepada para
korban dan memulihkan kerusakan ekonomi-sosial- budaya
dan lingkungan hidup yang terjadi. Kedua, memberikan
perlindungan hukum terhadap warga Buyatyang sedang
berjuang untuk menuntut keadilan dari proses
kriminalisasi dan adu domba. Ketiga, melalui
langkah-langkah itu pemerintah kemudian melanjutkan
penyelidikan yang menyeluruh terhadap pelanggaran
hukum yang dilakukan perusahaan pertambangan besar
lainnya .
4. Menyiapkan Fondasi Kebijakan Mineral yang Adil dan
Berkelanjutan

Kami menyerukan pula kepada segenap masyarakat
Indonesia
1. Dukung dengan sekuat-kuatnya perjuangan warga Buyat
yang bertaruh keselamatan diri untuk menuntut keadilan
atas hak-haknya yang dilanggar.
2. Dukung dengan sekuat-kuatnya perjuangan jutaan
masyarakat korban, sesungguhnya para survivor yang
berada didalam dan sekitar wilayah konsesi
tambang.
3. Bangun front-front perlawanan rakyat untuk merebut
kembali kedaulatan
sejati dan menyerukan proklamasi Indonesia kedua.
Rakyat Bersatu, Rakyat Berdaulat; Merdeka Seratus
Persen.

Indonesia . Agustus 2004

1. Eksekutif Nasional WALHI (Jakarta)
2. Jaringan Advokasi Tambang (Jakarta)
3. SKEPHI (Jakarta)
4. Pengurus Pusat Serikat Tani Nasional
5. Sekretariat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
Jakarta
6. Koalisi Anti Utang (KAU)
7. LS-ADI (Jakarta)
8. Urban Poor Consortium (UPC, Jakarta)
9. Serikat Becak Jakarta (SEBAJA, Jakarta)
10. Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta
11. Urban Poor Lingkage (UPLINK) Sekretariat Nasional,
Jakarta
12. Urban Poor Lingkage Simpul Jakarta
13. KPA Arkadia UIN (Jakarta)
14. Job Supangkat (FORKAMI-Jakarta)
15. Faisal Andri Mahrawa (Dewan Eksekutif Nasional
Komite Persiapan
Pergerakan Indonesia (DEN-KPPI)
16. Nusantara Center (Jakarta)
17. ASPPUK (Jakarta)
18. Walhi Jakarta
19. Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF)
Jakarta.
20. Koalisi Perempuan Indonesia-Sekretari at Nasional
21. Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL)
22. Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)
23. Center for Environment and Natural Resources
Policy Studies (Jakarta)
24. LBH APIK Jakarta
25. Gerakan Anti Perusakan Lingkungan (GAPeLi)
26. Komunitas Merdeka Seratus Persen (Banten)
27. Forum Kajian Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat
/FKPPM (Bogor)
28. Jaringan Kearifan Tradisional Indonesia (Bogor)
29. Poltrof (Bogor).
30. Sawit Watch (Bogor)
31. Urban Poor Lingkage Simpul Tasikmalaya
32. Urban Poor Lingkage Simpul Garut
33. Dadan Kurnia (Forum Pemuda Pelajar Mahasiwa Garut)

34. Gerakan Aktivis Lingkungan Bandung
35. WALHI Jawa Barat
36. YPBB Bandung.
37. Joanna Siregar (Forum for Human Rights
-Bandung/Jakarta)
38. Komunitas Intelektual Alternatif-Independ en
(KIA-I) Bandung
39. Forum Studi Pengkajian Hukum (FSPH) FH - Unpad
40. Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Hukum Unpad
41. The Business Watch Indonesia (Surakarta)
42. Gita Pertiwi (Solo)
43. Anna Marsiana (YBKS-Solo)
44. Urban Poor Lingkage Simpul Solo
45. Mukhotib MD (YSPSK Magelang, Jawa Tengah)
46. LBH Semarang
47. Layar (Layanan Advokasi Rakyat) Nusantara
Kordinator Wilayah Jawa Bagian
Tengah
Semarang - Jawa Tengah.
48. Walhi Jawa Tengah
49. KOMPI (Koalisi Masyarakat Pesisir Indramayu)
50. PEPALA SMUDA (Pelajar Pecinta Alam SMU N 2
Purwokerto)
51. Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak
Asasi Manusia (
SPEK-HAM ) Solo
52. Urban Poor Lingkage Simpul Yogyakarta
53. Moh. Shohib (Komunitas dan Penerbit Sadasiva
Yogyakarta)
54. R Sanyoto (FWI JAWA-Yogyakarta)
55. WALHI Jogjakarta
56. RUMPUN Tjoet Njak Dien Jogjakarta
57. Serikat Pekerja Rumah Tangga TUNAS MULIA DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
58. FORUM LSM DIY (Yogyakarta)
59. LAPPERA (Jogjakarta)
60. Solidaritas Perempuan Kinasih Jogjakarta
61. WANA MANDHIRA - YOGYAKARTA
62. Sapa Persada Indonesia (Jogjakarta)
63. Agung - Koord. Environmental Health
Yakkum Emergency Unit - Yogyakarta.
64. WALHI Jawa Timur
65. Yayasan Cakrawala Timur (Surabaya)
66. Urban Poor Lingkage Simpul Surabaya
67. A.Samsul Rijal (Islamic Center for Democracy and
Human Rights
Empowerment- ICDHRE) (Jombang)
68. PERKUMPULAN BUNGA BANGSA (Surabaya)
69. Peduli Indonesia (Mojokerto, Jawa Timur)
70. Slamet Riyadi (Hablum Minal 'Aam-Jember)
71. KLUB INDONESIA HIJAU Reg. 012 Malang
72. Klub Indonesia Hijau 03 (Surabaya)
73. Klub Indonesia Hijau 13 (Madiun)
74. Care Child Centre (Madiun)
75. Komite Pemantau Lingkungan (KPL) Malang Raya
76. Akhmadi Agung (Al-Pacitan Jawa Timur)
77. Komunitas Peduli Alam Lamongan
78. Gde Wisnaya Wisna - Lembaga Pengkajian dan
Pemberdayaan Pembangunan Bali
(LP3B) Buleleng
79. Center for Community Development and Education
(CCDE) Banda Aceh
80. SAHARA (Lhokseumawe)
81. WALHI Riau
82. Kelompok Advokasi Riau
83. Yayasan Elang (Riau)
84. Kaliptra (Riau)
85. Aliansi Tata Ruang Riau
86. Yayasan Hakiki Riau
87. Pusat Pelayanan Buruh Batam
88. Bitra (Medan)
89. WALHI Sumatera Utara
90. Monang Ringo (Yayasan Ekowisata - Medan)
91. Deli Foundation (Medan)
92. HAPSARI
93. Federasi Serikat Perempuan Merdeka Sumatera Utara
94. Serikat Perempuan Independen (SPI) Deli Serdang
95. Serikat Perempuan Independen (SPI) Labuhan Batu
96. Serikat Perempuan Nelayan (SPN) Serdang Bedagai
97. Daulat Sihombing (ELTRANS - Pematangsiantar)
98. Yayasan Leuser Lestari (YLL) (Medan)
99. Kelompok Studi Konservasi Alam (KSKA) (Medan)
100. Kelompok Penggemar Kegiatan Di Alam Bebas
SANGKALA (Medan)
101. Misran Lubis (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
-PKPA) Medan
102. Perkumpulan SadaAhmo (PESADA)-Sumatera Utara
103. ELSAKA Sumatera Utara
104. Jaringan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Nagari
(JEMBATAN) Sumbar
105. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya
(P3SD) Padang
106. Yayasan Citra Mandiri (Padang)
107. SPKM Padang
108. Yayasan Taratak (Bukittinggi)
109. Kelompok Mahasiswa Mencintai Alam Fak. Pertanian
(KOMMA FP-UA)
110. Yayasan Bina Kelola (Padang)
111. KUAU Sumatera Barat
112. Walhi Sumatera Barat
113. Forum Komunikasi Remaja Muaro Jambi
114. Pusat Studi Hukum & Kebijakan Otonomi Daerah
(PSHK ODA)-Jambi
115. Yayasan Keadilan Rakyat(Jambi)
116. Jaringan Investigasi Sawit (JaIS)-Jambi
117. Community Alliance for Pulp Paper Advocacy
(CAPPA)
118. WALHI Jambi
119. Syam Asinar Radjam (Sekjen MULAN KOMUNITAS
PRABUMULIH- Sumsel)
120. WALHI Sumatera Selatan
121. Urban Poor Lingkage Simpul Palembang
122. LBH Palembang
123. Yayasan Konsevasi Sumatera (Bengkulu)
124. ED WALHI Bengkulu
125. Yayasan Kanopi Bengkulu
126. Y. Karunia Tumbuhan Indonesia (KarTI) - Bengkulu
127. Mitra Bentala (Lampung)
128. Muhammad Sujatmoko (Lampung Membangun)
129. Urban Poor Lingkage Simpul Lampung
130. PUSSBIK Lampung
131. PADI Indonesia (Kaltim)
132. Persatuan Masyarakat Adat Paser (PEMA) (Kaltim)
133. Komunitas TIMPAKUL (Samarinda)
134. Jatam Kaltim
135. TKPT Kaltim
136. FORUM HIMPUNAN POKJA 30 Samarinda
137. JARI Borneo Bagian Timur
138. Masyarakat Peduli Batola
139. Kerukunan Petani Bakula
140. CEP Institute (Palangkaraya)
141. Adri Aliayub (FKKM Kalteng)
142. Betang Borneo (Kalteng)
143. LAMAN (Lembaga Advokasi Masyarakat Adat dan
Lingkungan) Kalimantan
Tengah
144. Mitra Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah
145. FORUM HIJAU (Kalimantan Tengah)
146. Dayak Panarung (Kalimantan Tengah)
147. Walhi Kalimantan Tengah
148. POKKER SHK KALTENG
149. INSAN (Ikatan Nelayan Saijaan) Rampa-Kotabaru
Kalsel
150. WALHI Kalimantan Selatan
151. Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan
(LK-3) (Banjarmasin)
152. YAYASAN AIR (Kalsel)
153. LMPLH Marangkayu, Kutai Kertanegara
154. Perhimpunan Demokratik Sosialis Cabang Banjar
(Kalsel)
155. WALHI Kalbar
156. Muharram (Lembaga Gemawan-Pontianak Kalimantan
Barat)
157. Program Pemberdayaan Sistem Hutan Kerakyatan
(Pontianak)
158. PKM Kalimantan Barat
159. YKKSS Kalbar
160. Perkumpulan KELOLA (Manado)
161. Ismail Dahab (Pusat Belajar Lintas
Komunitas-Manado)
162. MPA Zooxanthellae FPIK UNSRAT (Manado)
163. Sahabat Alam (Manado)
164. JATAM Sulawesi
165. Badan Koordinasi Masyarakat Korban Tambang
(Buyat-Ratatotok, Sulut)
166. WALHI Sulut (Manado)
167. Solidaritas Perjuangan Masyarakat Makawidey
(Bitung-Sulut)
168. Solidaritas Nelayan Arakan (Minahasa
Selatan-Sulut)
169. Perkumpulan Nelayan Nain (Minahasa Utara-Sulut)
170. Jaringan Pengelolaan Sumberdaya Alam (Gorontalo)
171. Serikat Nelayan Saronde Kwandang (Gorontalo)
172. Yayasan Mutiara Hijau (Gorontalo)
173. Revly V Elvredo (Gorontalo)
174. Muh. Marwan R Hussein (Yayasan Madani-Makasar)
175. Soewarno Sudirman (Yayasan Danau Tempe-Makasar)
176. Am Aris (KLOP-Makasar)
177. Yulyan Atma DM (Komunitas Non-Partisan
Indonesia-Makasar)
178. Yayasan Sejahtera Bina Bangsa (Makasar)
179. Yayasan Perlindungan dan Pemberdayaan Lingkungan
(Sulsel)
180. Urban Poor Lingkage Simpul Makasar
181. WALHI Sulsel
182. Yayasan Tumbuh Mandiri Indonesia (YTMI) (Sulawesi
Selatan)
183. BLPM-Lakpesdam (Sulawesi Selatan)
184. Suara Lingkungan(eSel) (Sulawesi Selatan)
185. LAPAR (Sulawesi Selatan)
186. Institut Penelitian dan Pengembangan
Masyarakat(IPPM) (Sulawesi
Selatan)
187. PNCL (Sulawesi Selatan)
188. LBH Makassar (Sulawesi Selatan)
189. YBS Palopo (Sulawesi Selatan)
190. YBM (Sulawesi Selatan)
191. LKPMP (Sulawesi Selatan)
192. LKPM. (Sulawesi Selatan)
193. Lanra Link Makassar
194. Forum Mahasiswa Pascasarjana Universitas
Hasanuddin
195. Yayasan Insan Cita - Sulawesi Selatan
196. Jaringan Indonesia Berantas (JIB) TBC - Sulsel
197. Lembaga Bumi Indonesia - Gowa, Sulawesi Selatan
198. Yayasan Korpala Sulawesi Selatan
199. Jaringan Pedagang Tradisional (Jagat) Sulawesi
Selatan
200. Yayasan Padaidi Sulawesi Selatan
201. KSM Sifasaro (Wajo, Sulawesi Selatan)
202. Pusat Al-Husaini Tosora (Wajo, Sulawesi Selatan)
203. Yayasan Firdaus (Maros, Sulawesi Selatan)
204. Muslimin B. Putra - CEPSIS Indonesia - Makassar
205. Alwy Rahman (Direktur Lembaga Penerbitan Unhas)
206. Qasim Wahab (Ketua KNPI Kota Makassar)
207. Ikatan Jamaah Ahlul Bayt Indonesia - Wilayah
Sulawesi Selatan
208. Kelompok Pemerhati Perempuan dan Anak Sulteng
209. Evergreeen (Palu)
210. Yayasan Merah Putih Palu
211. Urban Poor Lingkage Simpul Palu
212. Yayasan Tanah Merdeka (Sulteng)
213. Yayasan Pendidikan Rakyat (Sulteng)
214. Walhi Sulawesi Tengah
215. PERKUMPULAN KARSA, PALU - SULAWESI TENGAH
216. Yay. Bantuan Hukum Rakyat (YBHR) (Palu)
217. Yay. Dopalak Indonesia (YDI) Tolitoli Sulteng
218. Perhimpunan Studi Kebijakan Publik Dan Hak Asasi
Manusia, Palu,
Sulawesi Tengah
219. Syamsul Alam Agus - Ketua Presidium
220. LPSHAM Sulawesi Tengah
221. Urban Poor Lingkage Simpul Kendari
222. WALHI Sultra
223. Pergerakan Suluh Indonesia (Sultra)
224. Harris Palisuri ( Aliansi Masyarajak Adat
Sulawesi Tenggara )
225. Walhi Nusa Tenggara Barat
226. YAPRITA (Yayasan Panggilan Pertiwi Untuk
KEadilan) - Kupang- NTT
227. Andreas Parera - Yayasan Peduli Indonesia (YPI)
Belu NTT
228. FOSHAL (Forum Studi Halmahera), Ternate
229. Yayasan Titian Masyarakat (Tidore-Maluku Utara)
230. Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat
(YPPM) Ambon
231. PERDU - Papua
232. Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
233. Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (DeMMak)
234. Greenpeace Southeast Asia

dan 305 individu lain. 




 
____________________________________________________________________________________
Finding fabulous fares is fun.  
Let Yahoo! FareChase search your favorite travel sites to find flight and hotel 
bargains.
http://farechase.yahoo.com/promo-generic-14795097

Kirim email ke