Amien Rais:
Ahmadiyah Punya Hak Hidup

Karut-marut persoalan Ahmadiyah memasuki babak baru. Dua pekan lalu, Badan 
Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat menerbitkan rekomendasi 
bahwa organisasi keagamaan yang telah ada di bumi Nusantara sebelum 
Republik berdiri itu menyimpang dari Islam dan diminta menghentikan 
kegiatannya.

Sebuah surat keputusan bersamadisiapkan oleh Jaksa Agung, Menteri Dalam 
Negeri, dan Menteri Agama--sedang digodok untuk menindaklanjuti rekomendasi 
tersebut. Ada kabar, bakal keluar larangan bagi Ahmadiyah menyebarkan 
ajarannya di Indonesia.

Di sisi lain, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution, 
dengan tegas membela Ahmadiyah. Pengacara berambut perak itu menyebut 
pelarangan Ahmadiyah melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1939 tentang 
Hak Asasi Manusia sekaligus Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang 
Ratifikasi Kovenan Internasional mengenai hak sipil dan politik yang 
menjamin dan melindungi warga negara dalam beribadah dan berkeyakinan.

Di tengah pro-kontra yang kembali bergulir, bekas Ketua Umum Muhammadiyah 
Amien Rais menawarkan jalan tengah mengatasi persoalan Ahmadiyah. Ia 
mengusulkan agar Ahmadiyah dilarang menyebarkan ajarannya secara terbuka, 
tapi masih boleh secara tertutup. Dan hak hidup mereka sebagai bagian dari 
bangsa Indonesia harus dijaga.

Senin malam pekan lalu, di tengah kesibukannya menerima tamu dan bersiap 
menunaikan ibadah umrah, Amien Rais menerima Nugroho Dewanto, Grace S. 
Gandhi, dan Budi Riza dari Tempo di rumahnya di kawasan Gandaria, Jakarta 
Selatan, untuk wawancara khusus. Berikut ini petikannya.

Menjelang peringatan sepuluh tahun Reformasi, salah satu komponen bangsa, 
yaitu Ahmadiyah, dianggap menyimpang dan direkomendasikan untuk 
menghentikan kegiatannya. Padahal, di masa Orde Baru saja, mereka bisa 
hidup damai.…
Di zaman Orde Lama, mereka juga bisa hidup tenang. Saya mencium ada 
kelompok siluman yang melakukan semacam operasi intel untuk memperkeruh 
suasana, menghancurkan ketenangan masyarakat. Munculnya masalah Ahmadiyah 
seperti konflik Islam-Kristen di Ambon dulu yang amat mengejutkan, karena 
sebelumnya tidak pernah terjadi. Padahal hubungan harmonis antara penganut 
Islam dan Kristen di sana tadinya selalu menjadi contoh kebanggaan 
nasional. Ketika berkunjung ke luar negeri, sering kali kita menyebut bahwa 
Pancasila telah memungkinkan anak-anak bangsa yang berbeda agama bisa 
bekerja sama secara harmonis dan rukun. Tidak ada pertentangan, apalagi 
sampai konfrontasi fisik.

Mengapa Anda menyebut siluman? Bukankah organisasi yang menentang Ahmadiyah 
jelas, seperti Forum Umat Islam?
Itu kan organisasi yang muncul. Yang muncul jelas konkret. Bagian dari umat 
Islam. Tapi yang merekayasa ini harus dicari.

Apakah Anda mendapat informasi intelijen soal kelompok siluman ini?
Tidak ada sama sekali. Tapi kriminalisasi dan demonisasi Ahmadiyah ini 
sebuah rekayasa politik dan psikologi massa. Ini musibah. Umat Islam harus 
hati-hati.

Sudah berapa lama Anda mengenal Ahmadiyah?
Ahmadiyah sudah ada di Indonesia sejak saya kecil. Ketika saya masuk 
Universitas Gadjah Mada pada 1962, saya lihat beberapa tokoh universitas 
ada yang menjadi penganut Ahmadiyah. Yang terkenal itu Doktor Ahmad 
Djojosoegito. Mereka juga punya sekolah teknik menengah dan sekolah 
menengah atas di Yogyakarta.

Selama ini masyarakat tidak ada masalah dengan mereka?
Sama sekali tidak ada. Mengapa dalam dua tahun terakhir ini diributkan? 
Kalau Ahmadiyah dikatakan menyimpang dari akidah Sunni, sejak lahirnya, ya, 
sudah menyimpang. Ahmadiyah Qadian ataupun Lahore menganggap Mirza Gulam 
Ahmad sebagai Imam Mahdi.

Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat telah 
merekomendasikan Ahmadiyah menghentikan kegiatan mereka....
Saya menyayangkan mengapa badan itu ketika membuat rekomendasi tidak 
sekaligus melarang umat Islam melakukan kekerasan atau merusak masjid atau 
kantor milik Ahmadiyah. Perusakan itu perbuatan yang tidak islami. Kalau 
ada rekomendasi itu, mungkin orang-orang yang mau melakukan kekerasan akan 
berpikir dulu. Rekomendasi itu tidak bijak karena tidak melihat implikasi 
sosial, politik, psikologi, dan keagamaan dari yang direkomendasikan.

Sekarang pemerintah sedang menggodok surat keputusan bersama tentang 
Ahmadiyah. Apa implikasinya jika Ahmadiyah harus dilarang?
Kalau dilarang akan menjadi preseden yang luar biasa. Kapan-kapan kalau ada 
sebuah sekte muncul dan tidak sesuai dengan selera serta pandangan keimanan 
mainstream, kembali akan dihajar, dengan diktum sebagai aliran sesat dan 
ramai-ramai akan dikeroyok massa. Masalah ini sudah masuk ke wilayah yang 
amat sangat rumit dan sensitif, sudah karut-marut. Tapi tampaknya 
pemerintah seolah-olah tidak tahu.

Maksudnya?
Mengapa tiba-tiba Ahmadiyah dijadikan sasaran? Apalagi melibatkan aksi 
massa yang melibatkan ribuan orang dan well-organized. Ini menimbulkan 
tanda tanya. Saya curiga persoalan ini sengaja dimunculkan supaya 
masyarakat lupa akan persoalan kenaikan harga bahan pokok, dari kegagalan 
pemerintah mengatasi kondisi infrastruktur yang sudah hancur-hancuran. 
Supaya masyarakat lupa akan kenyataan bahwa pemerintah ini sudah menjadi 
broken government.

Anda curiga pemerintah berada di balik aksi anti-Ahmadiyah? Kalau benar, 
bukankah kekerasan ini membuat citra pemerintah menjadi jelek menjelang 
pemilihan umum?
Saya kira ini tidak langsung berhubungan dengan pemilihan umum. Tapi di 
mana pun, pemerintah yang sedang anjlok citranya karena tidak bisa 
mengatasi masalah mendasar yang dihadapi rakyatnya biasanya menjadi kreatif 
dan inovatif menciptakan suatu isu yang tahan agak lama.

Tujuannya?
Untuk memalingkan perhatian masyarakat dari jumlah pengangguran yang 
membengkak, kelaparan, dan kesengsaraan masyarakat. Dulu Bung Karno 
mengganyang Malaysia. Padahal Malaysia tidak ada salahnya. Tiap hari pawai, 
sampai lupa inflasi sudah 900 persen. Lupa bahwa di desa atau di kota sudah 
ada orang yang makan tikus bakar. Rakyat jadi asyik masyuk dengan konflik 
dan melupakan, bukan sejenak-dua jenak, tapi cukup lama kesusahannya. Saya 
bisa saja keliru, tapi saya mengamati, pemerintah yang bingung 
kadang-kadang mencari isu yang mengalihkan perhatian masyarakat.

Bagaimana sesungguhnya sikap umat Islam terhadap Ahmadiyah?
Coba tanya ke gajah-gajahnya organisasi Islam, yaitu Nahdlatul Ulama dan 
Muhammadiyah. Saya kira mereka tidak setuju dengan cara seperti ini. 
Walaupun di Badan Koordinasi itu ada orang Nahdlatul Ulama atau 
Muhammadiyah, kalau Hasyim Muzadi atau Din Syamsuddin ditanya, saya kira 
keduanya tidak akan setuju dengan kekerasan terhadap Ahmadiyah.

Dari segi agama, bagaimana semestinya menyikapi Ahmadiyah?
Bagi orang yang membaca Al-Quran, sudah jelas sekali. Tiap anak-cucu Adam 
punya hak sepenuhnya untuk menganut agama yang dia pilih. Anak kecil juga 
hafal surat Al-Kafirun: lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu, bagiku 
agamaku. Ini mengajari kita semua supaya ada koeksistensi secara damai di 
antara pemeluk agama yang berbeda-beda. Dalam Al-Quran juga dikatakan, 
“Barang siapa ingin kafir, silakan kafir. Barang siapa ingin beriman, 
silakan beriman.”

Jadi tidak ada paksaan dalam beragama?
Yang paling penting, tidak ada paksaan dalam beragama. Saya membaca tarikh 
Nabi, beliau tidak pernah mengajari supaya sebuah sekte yang dianggap 
menyimpang dibasmi dengan kekerasan. Orang kafir juga harus dilindungi 
karena punya hak hidup.

Konstitusi kita juga menjamin kebebasan orang beribadah?
Ya, itu jelas sekali. Jadi Tuhan sang Maha Pemurah dan pencipta langit dan 
bumi telah menciptakan keragaman. Ya, sudah.

Secara politik, apa sebenarnya yang dikhawatirkan dari Ahmadiyah?
Ahmadiyah bukan gerakan politik. Bahkan istilah jihad di tangan Ahmadiyah 
menjadi melempem. Buat mereka, jihad berarti berdakwah saja. Jadi keliru 
kalau ada yang menganggap Ahmadiyah akan mengembangkan negara syariah. 
Beberapa stasiun televisi mereka di Eropa hanya bicara tentang ajaran 
Islam, akhlak, dan ekonomi.

Bagaimana profil orang Ahmadiyah?
Di Pakistan mereka tetap eksis. Mereka naik haji ke Mekkah dan Madinah, 
juga tetap salat lima waktu. Bahkan setahu saya, banyak jenderal angkatan 
laut, darat, dan udara di Pakistan orang Ahmadiyah. Bahkan pemenang Nobel 
Fisika, Dr Abdussalam, juga orang Ahmadiyah. Jadi mereka itu sekumpulan 
orang intelektual. Bahkan, kalau mau jujur, yang menyiarkan agama Islam di 
Eropa, ya, orang-orang Ahmadiyah lewat stasiun televisi dan stasiun radio.

Mungkinkah persoalan Ahmadiyah dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat, karena 
ada partai yang kencang mendukung pelarangan Ahmadiyah?
Saya yakin sekali tidak akan sampai ke Dewan. Kalau mengharapkan Dewan 
memvonis Ahmadiyah, itu mission impossible.

Mengapa?
Saya agak paham peta di Dewan. Membuat semua anggota Dewan yang fraksinya 
berbeda-beda mengompori pemerintah supaya melarang Ahmadiyah, itu tidak 
terbayangkan. Unthinkable. Ya, mungkin ada satu-dua fraksi yang ingin 
melarang Ahmadiyah. Tapi, berdasarkan pengalaman saya, Dewan akan selalu 
kembali ke titik tengah. Tidak mau diajak ekstrem.

Bagaimana sebaiknya jalan tengah untuk Ahmadiyah?
Sekalipun Ahmadiyah dianggap aliran yang menyimpang dari tradisi Sunni, di 
luar mazhab Hambali, Maliki, Hanafi, Syafei, hak hidup mereka harus 
dihormati. Itu konsekuensi dari demokrasi dan konstitusi kita. Nah, jalan 
tengahnya, Ahmadiyah dilarang menyebarkan secara terbuka keimanannya, 
secara tertutup bolehlah. Tapi, karena mereka bagian dari tubuh bangsa 
Indonesia, boleh tetap ada. Wong jadi komunis juga boleh, kok.

Bagaimana dengan tuntutan agar Ahmadiyah diminta keluar dari Islam?
Enggak betul itu. Yang punya Islam itu Allah. Saya meratapi mengapa 
sepertinya benang emas Quran itu dilupakan. Kalau kita kembali ke Quran, 
kita kan disuruh menyeru kepada kebenaran, kepada agama Allah dengan cara 
yang baik, kearifan, mujadalah yang indah, debat yang sejuk, wonderful. 
Tidak ada dalam Al-Quran menyuruh mengepalkan tinju dan memburu orang yang 
berbeda pendapat. Saya setuju pernyataan Din Syamsuddin: “Jangan paksakan 
Ahmadiyah keluar dari Islam.” Sebab, mereka memang tidak mau. Mereka merasa 
Islam.

Bagaimana bila Ahmadiyah akhirnya dilarang, masjid-masjidnya ditutup?
Itu akan membuat Indonesia menjadi negara yang sangat tidak simpatik.

Apa yang akan Anda lakukan?
Ya, saya tidak setuju saja. Wong saya cuma rakyat biasa.

Siapa yang untung dengan karut-marut persoalan Ahmadiyah?
Yang untung yang tidak senang Indonesia tenteram.
***

Amien Rais

Tempat dan Tanggal Lahir:
Surakarta, Jawa Tengah, 26 April 1944

Pendidikan:
         Lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 
Gadjah Mada, 1968
         Student fellow di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, 1968-1969
         Meraih gelar master di Universitas Notre Dame, Indiana, 1974
         Meraih PhD bidang ilmu politik di Universitas Chicago, 1984
         Mengikuti program Post-Doctoral Universitas George Washington, 
Washington, DC, 1988

Karier:
         Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1995
         Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, 1999-2004
         Menjadi salah satu kandidat presiden pada Pemilihan Umum 2004

(Majalah Tempo, 28 April 2008)


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke