PEMISAHAN KEKUASAAN NEGARA Orang orang yg mengemukakan teori pemisahan kekuasaan Negara adalah John Locke dan Montesquieu. John Locke seorang ahli ketatanegaraan inggris, ia adalah orang pertama yang dianggap membicarakan teori ini. John locke memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap negara dalam : 1. Kekuasaan Legislatif : kekuasaan u/ membuat undang-undang 2. Kekuasaan Eksekutif: kekuasaan u/ melaksanakan undang-undang 3. Kekuasaan Federatif: kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dg semua orang & badan badan di luar negeri.
Setengah abad kemudian dg di ilhami oleh pembagian kekuasaan dari john locke, Montesque seorang pengarang, ahli politik dan filsafat prancis menulis tentang pemisahan kekuasaan menjadi 3 jenis : Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Menurut Montesque dalam suatu sistem pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan itu harus terpisah, baik mengenai fungsi(tugas) maupun mengenai alat kelengkapan (organ) yg melaksanakan. Isi ajaran Montesque ini adalah mengenai pemisahan kekuasaan negara yg lebih di terkenal dg istilah Trias Politica. Keharusan pemisahan kekuasaan negara menjadi 3 jenis itu adalah agar tindakan sewenang-wenang oleh raja dapat dihindarkan. Ajaran Trias Politica ini nyata-nyata bertentangan dengan kekuasaan yg bersimaharajalela pd zaman Feodalisme dalam abad pertengahan. Pd zaman itu yg memegang ketiga kekuasaan dlm negara ialah seorang raja, yg membuat sendiri undang-undang, menjalankannya, dan menghukum segala pelanggaran atas undang2x yg di buat dan dijalankan oleh raja trsbt. Monopoli atas ketiga kekuasaan trsbt dpt dibuktikan dlm semboyan Raja Louis XIV"L'Etat Cest moi" ( negara adalah saya ), Setelah pecah Revolusi Prancis pada tahun 1789, barulah paham monopoli trsbt menjadi lenyap & timbul gagasan baru mengenai pemisahan kekuasaan yg dipelopori o/ Montesque. Pada intinya, ajaran Trias Politica sbb: 1.Kekuasaan Legislatif Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletak dlm suatu badan yg memiliki wewenang khusus u/ itu. Jika penyusunan undang-undang tdk diletakkan pada suatu badan tertentu, maka memungkinkan tiap golongan / tiap orang mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri. Di dalam negara demokrasi yg peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat harus dianggap sebagai badan yg mempunyai kekuasaan tertinggi u/ menyusun undang-undang. 2. Kekuasaan Eksekutif Kekuasaan menjalankan undang-undang ini dipegang o/ kepala negara yg tentunya tdk dpt sendiri menjalankannya, oleh karena itu dilimpahkan(didelegasikan) kpd pejabat2x pemerintah yg bersama-sama dlm suatu badan(kabinet) 4.Kekuasaan Yudikatif Kekuasaan yudikatif/kehakiman berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak u/ memberikan peradilan kpd rakyat. Berkuasa memutuskan perkara, menjatuhi hukuman terhadap pelanggaran uu yg telah diadakan dan dijalankan. para hakim mempunyai kedudukan yg istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena ia tdk diperintah o/ kepala negara, bahkan ia badan yg berhak menghukum kepala negara, jika melanggar hukum. Berbeda dg John Locke yg memasukkan kekuasaan yudikatif dlm kekuasaan eksekutif, dan sebaliknya oleh Montesque kekuasaan Federatif di masukkan kedalam kekuasaan eksekutuf. PEMISAHAN KEKUASAAN DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN Prof, Jennings membedakan antara pemisahan kekuasaan dlm arti materiil dan arti formal. Adapun yg dimaksudnya dg pemisahan kekuasaan dlm arti materiil ialah pemisahan kekuasaan dlm arti pembagian kekuasaan itu dipertahankan dg tegas dlm tugas2x kenegaraan yg dg jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu kpd tiga bagian : Legislatif,Eksekutif & Yudikatif. Sedangkan yg dimaksudkannyda dg pemisahan kekuasaan dlm arti formal ialah pembagian kekuasaan itu tdk dipertahankan dg tegas. Prof.Dr.Ismail Suny S.H,M.C.L Mengambil kesimpulan, bahwa pemisahan kekuasaan dlm arti Materiil sepantasnya disebut separation of power ( pemisahan kekuasaan), sedangkan dlm arti formal disebut division of power(pembagian kekuasaan). UUD 1945 membagi dalam pasal-pasal tersendiri mengenai tiap-tiap kelengkapan negara yg tiga itu, tetapi dg tidak menekankan kepada pemisahannya. Halitu ternyata dalam pembagian bab-bab dlm UUD 1945 yg menyebutkan : Bab III tentang kekuasaan pemerintahan negara (Eksekutuf) Pasal.5.1 : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif) Pasal.20.2 : Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Bab IX tentang kekuasaan kehakiman (yudikatif). Pasal.24A.3 : Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan Persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Dari ketiga ayat tersebut, jelaslah bahwa Presiden di dalam konstitusi kita, punya hak/andil dalam proses pembuatan undang-undang, yang seharusnya, kalau menganut sistem pemisahan kekuasaan, presiden hanya berhak menjalankannya saja. Dengan demikian, UUD 1945 tdk menganut pemisahan dlm arti materiil, akan tetapi UUD 1945 menganut pemisahan dlm arti formal karena pemisahan kekuasaan itu tdk dipertahankan secara prinsipiil. Jelaslah UUD 1945 hanya mengenal division of power, bukan separation of power. Pendapat saya... Kalau bisa NKRI menerapkan Pemisahan kekuasaan, bukan pembagian kekuasaan. Jikapun tidak : Dalam UUD 1945, Lembaga yg berwenang merubah dan menetapkan undang undang dasar adalah MPR, yang terdiri dari atas anggota DPR dan DPD. Jadi seharusnya, Orang-orang legislatif lah yang harus mempunyai integritas dan profesional yg lebih tinggi dari lembaga2x lainnya (eksekutif&yudikatif). Karena, seandainya bila tdk ada peraturan / undang2x yg di keluarkan / di ajukan yg isinya bertentangan dg UUD,artinya isinya memang tepat. maka tdk akan ada celah / kesempatan pelanggaran oleh Eksekutif &yudikatif. Ada niat, tapi tidak ada kesempatan. Saya jadi teringat dg nasehat seorang yg sy panggil Abah, orang memanggilnya Kyai, Tpi beliau bukan siapa2x dlm negara,pemerintahan dan Politik. Ketika itu saya akan bertransaksi dg orang tua, dan beliau menyarankan untuk memakai kwitansi. Sy bertanya kenapa dg orang tua sendiri harus memakai legalitas segala? Beliau menjelaskan : Dengan siapapun kta harus menerapkan aturan., baik itu transaksi / pun perjanjian, , karena pd hakekatnya bahwa kita artinya kasihan Dg tegasnya kita terapkan aturan, itu akan mencegah orang lain akan berbuat dosa, karena setiap saat, bahkan detik, pikiran manusia akan cenderung berubah. Dan ingat,... di Dunia ini ada Setan yang selalu menggoda manusia. begitupun dg nasehat /pun kritik >Bersikaplah positif pada kritik semua orang, selama kritik trsbt sifatnya >membangun >Bijaksanalah pada kritik/pendapat yg sifatnya Khilaf / pun mungkin >kekurangpahaman yg mengeluarkannya seperti saya ini.,/ jga mungkin yang >bersangkuatan pikirannya sedang kacau. walaupun pada kenyataannya susah menerima,.ALIAS Bisa ESMOSIii.......he4x Kembali ke MPR. Apakah mereka tdk kasihan dg Eksekutif & Yudikatif? Atau mungkin integritas dan profesional yg kurang? Mungkin karena, persyaratan & perekrutan Legislatif yg tdk begitu sulit dlm hal Integritas & profesionalts, sehingga membludaknya yg mencalonkan diri hingga kta tdk tau yg masuk jajaran Legislatif, apakah mempunyai integritas& profesional/tidak. Dan ataukah mereka hanya mengejar Gaji semata, yg memang lumayan besar? ....hanya Tuhanlah yg tau... CMIIW