Sesungguhnya banyak orang yang meragukan Holocaust yang katanya menewaskan 6 
juta warga Yahudi di wilayah Jerman dan sekitarnya. Apalagi dengan kamar gas.

Dari link di bawah:
http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Judaism/jewpop.html

Untuk tahun 2006 saja jumlah Yahudi di Inggris kurang dari 300 ribu sementara 
di Perancis kurang dari 500 ribu. Di Jerman tahun 1945 tentu jumlahnya tidak 
mungkin melebihi 1 juta.

Angka 6 juta merupakan angka fantastis yang lebih mirip kebohongan di mana di 
Israel sendiri jumlahnya kurang dari 5,4 juta jiwa. Apalagi ternyata banyak 
orang2 Yahudi yang selamat...:) Harusnya kalau benar 6 juta yang dibantai sudah 
tidak tersisa. Bahkan jadi MINUS 5 juta....

Holocaust sudah terjadi lebih dari 55 tahun silam. Toh beritanya terus 
digaung2kan termasuk oleh majalah Tempo. Sementara kelakuan tentara Israel yang 
membantai ratusan ribu rakyat Palestina dalam the New Holocaust justru nyaris 
ditutup-tutupi.

Silahkan lihat foto dan video kebiadaban tentara Israel terhadap wanita dan 
anak2 Palestina di sini:
http://media-islam.or.id/category/israel


http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Judaism/jewpop.html

(2006)
        
        Countries with Largest Jewish Populations
        
           
          
          
            Rank
            Country
            Jews
            % of World Jewish Population 
          
          
            1
            Israel
            5,313,800
            40.6%
          
          
            2
            United States 
            5,275,000
            40.3%
          
          
            3
            France
            491,500
            3.8%
          
          
            4
            Canada
            373,500
            2.9%
          
          
            5
            United 
              Kingdom
            297,000
            2.3%
          
          
            6
            Russia
            228,000
            1.7%
          
          
            7
            Argentina
            184,500
            1.4%
          
          
            8
            Germany
            118,000
            0.9%
          
          
            9
            Australia
            103,000
            0.8%
          
          
            10
            Brazil
            96,500
            0.7%
===

Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

http://media-islam.or.id

Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com

Belajar Islam via SMS:

http://media-islam.or.id/2008/01/14/dakwah-syiar-islam-lewat-sms-mobile-phone

--- Pada Sel, 20/4/10, Satrio Arismunandar <satrioarismunan...@yahoo.com> 
menulis:

Dari: Satrio Arismunandar <satrioarismunan...@yahoo.com>
Judul: [ppiindia] Surat Terbuka utk Redaktur MBM Tempo dan Koran Tempo
Kepada: "news Trans TV" <news-tran...@yahoogroups.com>, "kampus tiga" 
<kampus-t...@yahoogroups.com>, aipi_poli...@yahoogroups.com, 
is...@yahoogroups.com, "HMI Kahmi Pro Network" 
<kahmi_pro_netw...@yahoogroups.com>, "ex menwa UI 2" 
<exmenwa...@yahoogroups.com>, "ppiindia" <ppiindia@yahoogroups.com>, "nasional 
list" <nasional-l...@yahoogroups.com>, "Forum Kompas" 
<forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com>, "pantau" 
<pantau-komuni...@yahoogroups.com>, "AJI INDONESIA" <ajis...@yahoogroups.com>, 
"sastra pembebasan" <sastra-pembeba...@yahoogroups.com>, "Pers Indonesia" 
<persindone...@yahoogroups.com>, "Partai Hanura" 
<partai_han...@yahoogroups.com>, "Syiar Islam" <syiar-is...@yahoogroups.com>
Tanggal: Selasa, 20 April, 2010, 6:44 AM







 



  


    
      
      
      Posted by: "anwar aris" anwara...@yahoo. com   anwararis 

Mon Apr 19, 2010 6:55 pm (PDT) 

(dikutip dari milis jurnalisme)



Menyoal Rubrik Fotografi Koran Tempo

Edisi 18 April 2008 



Salam sejahtera.

Saya mulai dari foto-foto yang dipajang di rubrik

fotografi Koran Tempo edisi 18 April 2010. Tiada yang istimewa dari foto 
tersebut.

Seorang pria tua dengan kaos alakadar terkesan senyum. Seorang lagi tiduran

miring di kursi berbantal sebelah tangan, tatapannya kosong. Roman mukanya

tanpa ekspresi. Entah apa maksud Koran Tempo hanya menampilkan foto 3 buah

kursi di luar ruang nyaris seperempat halaman. Di sisi kanan atas halaman itu,

seorang duduk di kursi roda menyelimuti wajahnya dengan sweater yang ia

kenakan. "Pasukan Nazi datang...!"



Teriakan seperti ini terkadang masih terdengar dari mulut-mulut tua renta dari

pusat rehabilitasi mental Shaar Menashe di Israel sebelah utara..., begitu

Koran tempo mengawali tulisan dalam tiga paragraf pendeknya yang berjudul "Sisa 
Tragedi Di Shaar Menashe", foto-foto full colour satu halaman

penuh. Seolah hendak menyampaikan bahasa tubuh wanita dalam foto hasil jepretan 
Sebastian Scheiner, wartawan AP:

mengesankan peristiwa traumatik terdahsyat yang membuncah kembali dari benaknya.



Di pojok kanan halaman ini, foto Scheiner menampilkan sesosok kakek tanpa

diperlihatkan mata dan jidatnya, tampak kempot menghisap rokok yang mengepulkan

asap di sela bibirnya. Kalimat penutupnya: Sebuah

pemandangan yang memprihatinkan akibat kengerian masa lalu. 

Saya perhatikan, hanya memuat tiga paragraf

pendek-pendek plus foto-foto tersebut tak sedikitpun mengesankan kesedihan,

apalagi menularkan kengerian. Mungkin Koran Tempo edisi tersebut berniat

menggambarkan penghuni Shaar Menashe dengan "bantuan" fotografi ecek-ecek, agar 
pembaca mengingat

Holocaust; konon 6 juta orang Yahudi dibantai oleh rezim Nazi di bawah komando

Hitler. Meski validitas dan otentisitas jumlah korban yang dramatis itu tak

lebih dari bualan semata, mengingat jumlah keseluruhan umat Yahudi pada masa

itu kurang dari 3 juta jiwa. 



Disebutkan sekitar 220 ribu orang selamat dari

Holocaust. 200 orang di antara yang selamat itu dirawat di Shaar Menashe hingga

sekarang. Meski peistiwa itu telah 65

tahun berlalu, trauma peristiwa mengerikan itu sempat membuat sebagian penghuni

tidak mau berbicara sedikitpun, bersikap introvert, dan tak punya kemauan 
menanggapi

berbagai hal..., kalimat ini adalah paragraf kedua. 



Menarik untuk mengulas sedikit isi rubrik Koran

Tempo ini. Superioritas bangsa Yahudi terbukti mampu eksis melanglang buana

selama 6 ribu tahun lebih dengan memberi kontribusi besar terhadap peradaban

yang bergulir. Tapi akibat ulah segilintir orang dari sekte Zionis, kedigdayaan

itu seakan habis dan pupus karena pemberitaan yang terus menerus oleh berbagai

media tentang penghuni Shaar Menashe. Benarkah Koran Tempo edisi ini tidak

sekedar menginformasikan Holocaust, namun mengesankan pembelaan. 

Beberapa tahun lalu, saya baca buku berjudul JEWS,

GOD and HISTORY, karya seorang Yahudi Polandia bernama Max I. Dimont. Sejak

awal bahasan, Dimont mengetengahkan keperkasaan bangsa Yahudi di pentas sejarah

dunia. Melalui buku itu, ia menelanjangi kepongahan Barat yang secara 
terang-terangan

menyebutkan berbagai peranan bangsa Yahudi dalam peradaban besar dunia. Dapat

dikatakan, bangsa Yahudi-lah yang membuat dunia ini berputar dari berbagai

segi, mulai dari ekonomi, sains, sastra, filsafat dan ilmu-ilmu sosial. 
Nama-nama

seperti Baruch Spinoza, Albert Einstein, Niels Bohr, Felix Mendelssohn dan

Gustav Mahler, misalnya, disebut dengan bahasa yang cukup merdu di telinga. Tak

cukup sampai di sini, Max I. Dimont menunjukkan supremasi bangsa Yahudi karena

berhasil lolos dari berbagai teror dan pembantaian yang mereka alami hingga era

Hitler. Bangsa Yahudi menjadi unggul berkat keberhasilan mereka melalui proses

screening ala teori Darwin.



Max I. Dimont dalam hal ini memang terasa tidak

obyektif. Juga ada bagian tulisannya mengakui bahwa hanya di peradaban Islam

sajalah bangsa Yahudi dapat mencapai kemajuan luar biasa tanpa tekanan dan 
pencabutan

nyawa secara tiba-tiba. Keterbukaan Islam terhadap siapapun, ras dan bangsa

apapun justru terlihat dengan penerimaannya atas konsekwensi multikultur,

termasuk terhadap bangsa Yahudi yang berhak berkembang sebagaimana

bangsa-bangsa lain. Namun, patut disesali, fakta ini justru diubah drastis oleh

media massa arus utama Barat dan "anak-anaknya" , akhirnya terjadi bias yang

memang sengaja diciptakan.



Satu hal yang pasti, tulisan pendek dan foto-foto

dalam Koran Tempo edisi tersebut justru membuat saya meragukan kemampuan bangsa

Yahudi ”tepatnya Yahudi Zionis”dalam menyikapi peristiwa yang katanya 
mengguncang

mental: Holocoust. Jika kaum radikal Zionis mengatakan, "Bangsa Yahudi adalah

bangsa yang sempurna dan unggul di muka Bumi,"  maka saya, setelah melihat foto 
dan

sedikit tulisan tersebut menyebutnya sebagai bias informasi. Inilah yang saya

sukai dari media: bias yang diciptakannya justru menampilkan dirinya murahan di

mata para pembaca, apalagi di mata mereka yang mau jujur dan berpikir saat 
membacanya. 



Bintang David di Intermezo

MBM (Majalah Berita Mingguan) Tempo

Sebenarnya saya malas menulis ini. Tapi melihat

Koran Tempo edisi 18 April 2009, nurani kemanusiaan memerintah jemari saya

untuk menindih-nindih tuts keyboard laptop yang setia menemani saya. Sebelum

Koran Tempo edisi itu memuat berita berjudul "Sisa Tragedi di Shar Menashe",

MBM Tempo edisi 29 Maret-4 April 2010 memuat Intermezo 8 halaman dengan judul 
"Kings of Lion di Gurun Yudea" lengkap

dengan bintang David berwarna biru, dipungkasi wawancara dengan Shimon Peres.

Meski liputan itu terkesan obyektif, tapi usungan materinya sangat mengiklankan

Israel dan jauh dari fakta yang sebenarnya terjadi.



Jurnalis Purwanto Setiadi yang mendapat kesempatan

meliput secara langsung ke Israel dengan fasilitas dari mereka yang menggulirkan

program Australia-Israel & Jewish Affairs Council. Semua foto yang

ditampilkan menyertai tulisan yang sangat apik itu tidak satupun hasil jepretan 
sang wartawan MBM Tempo: semua

foto adalah copyright AP PHOTO. Padahal, sosok kuli tinta yang bersangkutan

juga dikenal unggul dalam memotret oleh kalangan jurnalis, setidaknya di

Jakarta. Saya tahu, tentara IDF Israel di setiap penjuru Israel siaga 24 jam

dengan M16 yang penuh amunisi. Cool,

isn't it? 



Saya jadi teringat Fadhel Shana, kameraman Reuters

yang mati mengenaskan pada minggu kedua bulan Januari 2008. Meski jelas

menggantung di lehernya ID.CARD bertuliskan Press, tetap saja lehernya brodol

akibat diterjang peluru M16. Tapi sayang, Shana mati akibat peluru tentara IDF

Israel, andai dia mati akibat peluru HAMAS, pasti Reuters tak akan 
mendiamkannya.



Saya kutip penggalan paragraf 4 hal. 56 di

Intermezo MBM Tempo edisi itu: ... tak ada penjagaan ketat (paling tidak

yang terlihat berseragam), tiada ketegangan, serta orang dari berbagai kalangan

dan kelompok bisa berbaur tanpa hambatan apapun. Lalu diikuti pragraf

selanjutnya yang memberi sugesti bahwa sesungguhnya “kelonggaran� itu bisa

dirasakan di banyak tempat di Israel dan sungguh saya sempat mual membaca

kalimat itu. Apakah MBM Tempo sengaja menutup fakta sebenarnya yang terjadi di

sana? 



Meski Israel sudah menghentikan agresi militernya,

namun nestapa kemanusiaan masih diharuskan ditanggung bangsa Paletina hingga

detik ini dan entah sampai kapan. Sebut saja Jalur Gaza yang semakin kritis

akibat blokade dari segala arah oleh Israel. Bahan-bahan bangunan yang

diperlukan—untuk rekonstruksi Gaza akibat serangan milter Israel selama 22 
hari

sejak 27 Desember 2008—juga peralatan untuk penunjang pendidikan 
dilarang-keras

masuk lahan gersang yang penghuninya adalah pengungsi itu. Blokade dengan alasan

keamanan yang didalihkan pemerintah Israel itu basi. Apakah MBM Tempo juga 
mengamini "hukuman" kolektif yang

dijatuhkan Israel terhadap rakyat Palestina itu? 



Banyak segmen yang disuguhkan renyah di Intermezo

berbintang David MBM Tempo dalam edisi itu. Apakah itu semua adalah propaganda 
atau

"kepanjangan tangan" Zionisme semata? Saya hanya ingin mengulas dua segmen di

antaranya. Pertama tentang Aliyah,

kedua tentang isi wawancara dengan Shimon Peres. 



Doktrin Aliyah Unsur Utama Pembentuk Negara Israel



Dalam Intermezo itu, diakhiri dengan kalimat yang

saya penggal: ...apa boleh buat berkaitan

dengan isu permukiman. Dan, dengan begitu, juga kompleksitas isu mengenai 
aliyah satu hal yang, sejak awal, substansial bagi

eksistensi Israel., apakah MBM Tempo membenarkan pengusiran dan pembunuhan

massal penduduk Palestina yang dilakukan tentara Israel sejak negara ini 
dideklarasikan

hingga detik ini? 



Aliyah atau migrasi yang dilakukan kaum Zionis

secara besar-besaran ke bumi Palestina, terbesar ketika Unisoviet runtuh pada

tahun 1993 telah memaksa bangsa Palestina terbunuh secara biadab, paling ringan

terusir dari tanah airnya dan kini, selama puluhan tahun terlunta-lunta menjadi

pengungsi. 



Kemarahan dunia? Israel tak pernah ambil pusing,

ini "bisnis propaganda" yang dilakukan Amerika dan Inggris, kemudian mengekor

pula Negara-negara Eropa. Tujuan yang diidamkan adalah terbentuknya Timur

Tengah Baru, agar minyak dan seluruh sumber daya alam dapat mereka eksploitasi

dan Negara di Kawasan yang tidak terima pasti dipaksa kacau dan kemudian

dimiskinkan. Coba tanya AIPAC dan konco-konconya. 



Duh...hukum apa yang membenarkan para turis

mendirikan sebuah negara di negeri orang! Kalau ada, pasti itu hukum penjajah.

Jika dibiarkan, perlahan Israel juga seperti pendirian Amerika; Apache, Cheroke

dan suku lainnya dibantai lalu namanya diabadikan dalam seri Helikopter tempur

dan merek mobil. Seperti Australia juga, suku aslinya dinamakan Aborigin (baca:

tidak asli), sementara para pendatang dari Eropa disebut pemilik sah benua itu.



Pada halaman 59 Intermezo

MBM Tempo edisi 4 April 2010, maktub tulisan:

Sebagai Negara kecil tanpa

sumber daya alam, hanya dalam setengah abad Israel bisa berdiri sejajar dengan

sebagian besar Negara maju pendiri Organization for Economic Co-operation and

Development. Sederhana

saja, bisa dipastika Israel memelihara tuyul bernama AIPAC yang mengendalikan

nyaris seluruh media besar dunia.



Shimon Peres, MBM Tempo dan

Senggama Propaganda Media Arus Utama Barat



Israel

merupakan Negara yang paling dibenci atau disalahpahami oleh rakyat Indonesia.

Bagaimana Anda bisa mendapatkan kepercayaan mereka? Kalimat itu adalah 
pertanyaan terakhir sang

wartawan yang memungkasi Intermezo MBM Tempo edisi 29 Maret-4 April 2009. Dan,

jawaban sesepuh Israel yang sudah menggelambir kulit lehernya, Shimon Peres, 
"Itu pertanyaan yang harus saya ajukan

kepada kalian... masalahnya adalah kebencian mudah berkelana di dunia media

ketimbang tanggung jawab dan harapan. Tapi media bukan segalanya."



Bukan "disalahpahami" , bung! Tepatnya, Israel tak

memiliki syarat untuk menjadi Negara. Kami, bangsa Indonesia tak terlalu bodoh

untuk memahaminya, maka jangan men-generalisir, tepatnya memastikan kami

"salah-paham" . 



Konsepsi Deer Judenstaat atau Negara Yahudi,

tepatnya Negara Zionis adalah doktrin yang bertentangan dengan ajaran Taurat

yang disucikan dan ditaati oleh kaum Yahudi. Sementara kaum Zionis lebih

mentaati Talmud (tafsir Taurat) yang disebut oleh Rabbi Aaharon Cohen sebagai

kitab iblis. Apa alasan tepat untuk membenarkan pendirian Negara oleh ras

khusus (baca: Zionis) untuk dihuni kaum spesifik yang hanya menganut satu sekte,

yaitu Zionisme?



Saya merasa Israel dan pendukungnya yang

berkepentingan membentuk Timur Tengah Baru mengalami kegagalan propaganda. Saya

sebut demikian karena strategi branding dan marketing di Indonesia itu salah

guna, karena kami tidak pernah membenarkan tindakan sadis kaum Zionis terhadap

bangsa Palestina. Dana trilyunan dollar yang dikucurkan oleh AIPAC dan

konco-konconya habis tanpa dampak yang memberikan keuntungan signifikan

terhadap Zionisme. Karena kami yakin, Israel segera runtuh dan penduduknya

segera kembali ke Negara asalnya. 



Penguasaan kaum Zionis, semacam Shimon Peres

terhadap media besar seperti Reuters, TIME, AFP dan VoA dan sejenisnya seakan 
sia-sia

meski selalu melakukan senggama dalam hal propaganda. Jadi, siapakah yang

menebar kebencian? Bangsa Indonesia atau para pemilik media-media itu? Saya

rasa dewan redaksi MBM Tempo dan siapapun pemerhati masalah ini tahu

jawabannya. 



Tulisan dan Foto-foto yang ditampilkan dalam Intermezo

MBM Tempo edisi 4 April 2010 dan Koran Tempo edisi 18 April 2010 justru seakan

berbicara, "Dear, Mr. Zionist, you need

to change your strategy."



Bulan April 2010 adalah bulan yang "bersejarah"  bagi

kalangan jurnalis Indonesia. Bagaimana tidak, secara berangsur-angsur namun

pasti, salah satu media terbesar di Indonesia tak lagi independen, benarkah

demikian?



Terimakasih. Salam.



[Non-text portions of this message have been removed]





    
     

    
    


 



  







[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke