PADA suatu ketika di 1953 warga Pendrikan, Semarang, Jawa Tengah, dikejutkan 
keberadaan 'sumur tiban', yakni sumur yang tiba-tiba saja muncul setelah malam 
sebelumnya terjadi kilasan cahaya bersuara di langit Semarang. Pada waktu itu 
penulis hanya tertarik akan keberadaan batuan kecil, seperti kaca berkilat, 
yang ditemukan penduduk setempat.

Beberapa tahun kemudian, dengan bingkai pengetahuan baru, kejadian 1953 itu 
rupanya dapat didudukkan dalam bingkai pengejawantahan yang lebih sempit, yakni 
adanya meteor jatuh dan kebetulan mengenai akuifer dangkal sehingga menimbulkan 
pancaran air.

Beberapa hari yang lalu kejadian serupa berlangsung di Jakarta dan baik pihak 
Lapan maupun kepolisian telah menerangkan sumber batuan yang menimpa rumah 
penduduk. Kita masih menunggu hasil analisis komposisi kimiawi jenis meteor apa 
yang menimpa wilayah tersebut. Dari bentuk luarnya, hitam berkilat hasil 
sentuhan efek aerodinamik memperlihatkan batuan tersebut adalah meteorit--yakni 
sisa meteor--pengembara dalam tata surya kita, yang kebetulan menyilang 
perjalanan Bumi, menyentuhnya dan, karena gaya tarik Bumi, memasuki angkasa 
Bumi. Kecepatan 25 kilometer tiap detiknya membuat badan meteor itu panas dan 
gas yang terkungkung pada kulit meteor tereksitasi me nimbulkan cahaya.

Sebelum lanjut ada baiknya untuk meluruskan terminologi baku mengenai batuan 
yang jatuh dari langit itu. Meteoroid adalah objek pengembara yang beredar 
mengedar mengelilingi Matahari, baik yang berujud batuan, debu berbalut es, 
ataupun segumpal es, dalam lintasannya yang oblong (berbentuk elips lonjong). 
Objek tersebut dalam perjalanannya kadang kala berdekatan atau menyilang 
perjalanan Bumi. Dalam keadaan kritis seperti ini objek tersebut tidak bisa 
lain kecuali menuruti kehendak gaya tarik Bumi, memasuki angkasanya, dan 
menjadi panas. Itu bisa dimengerti karena kecepatan dalam luar hampa di luar 
Bumi bisa mencapai 15-50 kilometer tiap sekon. Dengan tiba-tiba dia harus 
tergosok oleh lapisan angkasa Bumi pada ketinggian 100-200 kilometer di atas 
sana. Kerapatan angkasa Bumi, beberapa ribu kali lebih mampat daripada ruang 
hampa di sekitarnya, bertindak sebagai pengerem dan mengubah energi kinetik 
pendatang menjadi panas. Panas yang belum seberapa itu
cukup untuk membuat segumpal gas (bagaimanapun kecilnya), selongsong es, dan 
materi yang peka pemanasan menyemburkan energi dalam bentuk cahaya. Keadaan 
seperti itulah yang kita sebut meteor dengan kilasan cahayanya.

Dalam literatur Jawa (dan Nusantara) meteor memperoleh julukan kolektif bintang 
alihan (bintang berpindah atau bintang jatuh). Kilatan meteor hanya berlangsung 
beberapa detik saja-karena debu dan batuan kecil, beberapa miligram, musnah 
teruapkan atau terbakar pada langit tinggi sebelum sempat mencapai permukaan 
Bumi. Hanya sebagian batuan, kerikil, atau debu berdimensi agak besar dan 
berbobot mencapai ordo berat beberapa gram atau lebih, dan berdimensi beberapa 
sentimeter sampai ukuran meter, mampu mencapai permukaan Bumi--itulah yang 
secara teknis diberi nama meteorit. Ada tiga golongan besar meteorit. Meteorit 
jenis aerolit-silikat (tak ubahnya seperti karang yang ditemui di Bumi), 
meteorit jenis siderit, metalik, dan jenis tektit, terutama mengandung nikel 
dan besi. Ketiganya mempunyai dimensi yang terentang dari ordo kerikil kecil 
sampai ukuran gajah bengkak, bahkan beberapa bisa lebih besar. Karak ter 
umumnya adalah permukaan mengilat akibat gosokan
aerodinamik, tetapi asal usul dari tempat yang bersuhu tinggi dan bertekanan 
besar.

Itu menunjuk kepada muasal mereka materi adi, jladren (Jawa) tata surya, yang 
karena suatu sebab tidak dapat menyatu dengan anggota tata surya yang mapan 
(yakni planet dan satelit) atau menjadikan diri kompak, luruh akibat pemanasan 
semburan radiasi ultraviolet Matahari yang ganas dan kemudian karena proses 
pendinginan. Keberadaan unsur silikon, besi, nikel, dan sulfur dalam meteorit 
menunjuk kepada sentuhan masa lampau jladren tata surya yang diperkaya hasil 
ledakan bintang panas para generasi Matahari.


Evolusi bintang besar dan panas mampu menghasilkan elemen lebih berat dari 
helium dan pada masa ketidakseimbangan dinamik bintang itu elemen hasil reaksi 
nuklir terlempar keluar memperkaya materi antarbintang (termasuk materi asal, 
jladren, tata surya kita). Meteorit metalik yang jatuh dapat memberi hikmat 
tidak hanya dia memberi tahu sejarah tata surya di masa lalu, tetapi juga pada 
seni dan budaya. Berbeda dengan kedua macam meteorit lainnya, tektit tidak 
banyak ditemui di permukaan Bumi--bahkan dapat dikatakan terkandung ke dalam 
wilayah yang tidak luas. Tektit diduga berasal semburan Gunung Tycho di 
permukaan bulan 4-5 miliar tahun yang lalu ketika ada meteorit raksasa menimpa 
bulan. Semburan itu menghasilkan aliran debu (tektit) yang terlempar menuruti 
lintasan tertentu dan yang kebetulan mengarah ke Bumi.

Adakah kaitan antara asteroid, komet, dan meteoroid? Ketiga anggota tata surya 
ini merupakan kawanan yang dapat dikatakan terbuang dari 'kumpulannya'--dalam 
arti garis edarnya tidak sepola, sestabil, dengan garis edar planet dan satelit 
yang kukuh dan mapan. Dari lintasan meteoroid dapat diindra bahwa sebagian 
bertautan dengan lintasan menyimpang kelompok asteroid. Asteroid adalah batuan 
kecil atau kerikil

besar-diduga berjumlah 100.000 buah, tetapi yang terdaftar lintasannya dengan 
kecermatan tinggi baru 8.000-menghuni wilayah luas di antara lintasan Planet 
Mars dan Planet Jupiter.

Anggota asteroid yang terbesar diberi nama Ceres, ditemui secara kebetulan oleh 
astronom Piazi (1801) ketika mempelajari bintang lemah cahaya. Dia melihat ada 
objek berpindah cepat di antara bintang-dan dengan itu dapat diketahui bahwa 
Ceres terletak hanya 2,8 kali lebih jauh daripada jarak Matahari-Bumi. Garis 
tengah Ceres kurang dari 20 kilometer. Asteroid menggerombol, berduyun bagai 
kawanan lebah mengitari matahari dan sesekali menyenggol kawanannya untuk 
keluar dari lingkungannya. Sekumpulan yang tersenggol (oleh gaya gravitasi) 
lalu me nempuh hidup barunya mengikuti lintasan baru yang mengarah ke Matahari. 
Dalam perjalanannya seperti itulah ada yang menyilang lintasan Bumi. Sebelum 
masuk ke pengaruh gravitasi Bumi mereka memperoleh julukan meteoroid (seperti 
sudah diterangkan).

Kadang kala Bumi harus menerima mereka yang perjalanannya tersesat ke arah 
Bumi. Pada 6 Oktober 2008 buat pertama kali perjalanan asteroid yang tersasar 
dapat diikuti dengan teleskop dan lintasannya (ditentukan dengan bantuan 
komputer cepat) dapat dicermati sebelum asteroid itu menyentuh tanah. 
Setidaknya 26 observatorium di Amerika, Eropa, dan Afrika serta lembaga yang 
bertautan padu mengikuti dan memperbaiki elemen lintasan. Pada mulanya asteroid 
itu (nomor klasifikasi 2008 TC3) diamati Kowalski, seorang astronom di Bukit 
Lemont, Arizona, AS, menjelang fajar ketika dia akan pulang dari pengamatan.

Tampak oleh sebuah titik menyala pada layar komputernya. Segera dia tahu bahwa 
ada benda aneh dan dengan cepat (beberapa menit kemudian) dia dapat memastikan 
lintasan benda aneh tersebut. Tidak kalah pentingnya ialah sarana komunikasi 
yang dalam beberapa saat saja dia berhasil membangunkan minat banyak pengamat 
dan memberitahunya bahwa benda aneh itu pasti dalam perjalanannya menuju Bumi. 
Lembaga yang bersangkutan di seantero Amerika dan Eropa (yang sudah siang) 
segera diberi tahu. Dengan kecepatan tinggi dapat segera diketahui bahwa dalam 
13 jam mendatang Bumi akan kedatangan sebuah asteroid (dengan identitas 
2008TC3). Jadi, 13 jam sebelum asteroid menyentuh permukaan Bumi secara 
dramatik puluhan pengamat, buat pertama kali, mempersiapkan diri menanti 
kedatangan asteroid.


Iterasi dan umpan balik pada akhirnya, 10 jam sebelum count down dapat 
dipastikan bahwa pendaratan asteroid akan terjadi di wilayah pasir tak bertuan 
(dekat perbatasan Sudan Mesir), jauh dari apa pun juga, pada pukul 02.45.28 
dengan kecermatan 15 sekon. NASA mengumumkan sebelum mendarat akan diperoleh 
pertunjukan cahaya saat terakhir asteroid menggesek angakasa Bumi. Karena 
ekspedisi ke tempat terpencil itu tak mungkin dilakukan dalam tempo 10 jam, 
pihak Jet Propulsion Laboratory minta bantuan semua pesawat terbang yang akan 
melintasinya tidak hanya hati=hati, tetapi juga melihat gejala warna-warni 
akhir kehidupan asteroid. Dari kokpit pesawat KLM, pilot de Poorte yang 
menerbangi trayek Johanesburg ke Amsterdam mengamati peristiwa tersebut 45 
menit sebelum kejadian pada jarak 1.400 kilometer. 

Semua lampu dia perintahkan untuk diredupkan. Dari pesawat itu dilaporkan 
2008TC3 menyentuh angkasa Bumi dengan kecepatan 124.000 kilometer tiap sekon 
(yang
ternyata merupakan rerata dari banyak kejadian meteoroid). Tumbukan dengan 
angkasa memanaskan dan menguapkan selubung batuan, menceraikan material 
permukaan dari badan asteroid. Tumbukan dengan Bumi berlangsung. Lebih dramatik 
lagi adalah hasil pengamatan mata elektronik satelit pengindra milik AS yang 
mencatat lemparan ledakan sebesar 2 kiloton TNT (kira-kira sepersepuluh 
pancaran energi bom atom di Hiroshima). Baru pertama kali itulah kedatangan 
asteroid diikuti dengan saksama melalui kerja sama antarnegara. Ledakan yang 
timbul memang besar, tetapi tidak ada korban manusia karena jatuh di wilayah 
antah berantah. 

Penulis tidak dapat membayangkan jika asteroid dengan daya ledak 1/10 daya 
letak bom atom Hiroshima jatuh di Jakarta.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/05/06/ArticleHtmls/06_05_2010_017_001.shtml?Mode=0



Facebook: Radityo Djadjoeri
YM: radityo_dj
Twitter: @mediacare


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke