http://www.antaranews.com/berita/1273922285/masyarakat-adat-minta-kejelasan-hak-prarealisasi-redd

Masyarakat Adat Minta Kejelasan Hak Prarealisasi REDD
Sabtu, 15 Mei 2010 18:18 WIB | Warta Bumi | Konservasi/Pelestarian | 

Salah satu kawasan hutan dieksploitasi menjadi lahan baru perkebunan terlihat 
dari atas saat melintasi perbatasan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh 
Jaya, provinsi Aceh, Rabu (5/5). (ANTARA/Ampelsa)

Banda Aceh,(ANTARA News) - Masyarakat adat di kawasan Ulu Masen Aceh, meminta 
pemerintah memperjelas kompensasi yang akan mereka peroleh sebelum program 
Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi atau perdagangan karbon 
berbasis hutan direalisasikan.

"Tanpa REDD, kami juga tetap menjaga hutan. Yang harus jelas dulu adalah 
permasalahan hak ulayat," kata Imeum Mukim asal Aceh Jaya , Anwar Ibrahim di 
Banda Aceh, Sabtu.

Sejumlah imeum mukim dari lima kabupaten di kawasan Ulu Masen ikut dalam dialog 
publik guna membahas tentang pemahaman masyarakat terutama imuem mukim dan 
tokoh adat Aceh tentang REDD.

Imeum Mukim dari Pidie Jaya Abdul Hadi Zakaria mengatakan, selama hak dan 
wewenang Imeum Mukim tidak ada aturan yang jelas maka akan berdampak pada 
masyarakat.

Keberadaan mukim di Aceh sudah sejak lama. Mukim termasuk dalam sistem 
pemerintahan yang berada langsung di bawah camat membawahi beberapa gampong 
atau kampung mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri.

"Pastikan kebijakan yang berdampak pada kepentingan masyarakat harus 
betul-betul dipertimbangkan dan mengikutsertakan masyarakat," kata Abdul Hadi.

Menurut para imeum mukim yang hadir dalam dialog tersebut, mereka belum paham 
tentang REDD dan kompensasi yang akan diterima masyarakat sekitar hutan.

Bahkan ada kekhawatiran bahwa realisasi REDD akan menghambat masyarakat sekitar 
hutan untuk memanfaatkan hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu karena mereka 
sebagian besar menggantungkan hidup dari hasil hutan.

Tetap utamakan 
Terkait kekhawatiran masyarakat tersebut, tim ahli Task Force REDD, Wibisono 
mengatakan bahwa Pemerintah Aceh bagaimanapun tetap mengutamakan masyarakat.

"Yang paling penting bagi pemerintah bagaimana masyarakat mendapatkan 
kompensasi dan kedaulatan mereka atas hutan tetap terjaga," kata Wibisono.

Sementara itu, Patrick Anderson dari Forest Peoples Programme (FPP) mengatakan 
seharusnya sejak awal pemerintah sudah mensosialisasikan REDD kepada masyarakat.

"Harusnya sejak dua tahun lalu atau setelah disepakati tentang perdagangan 
karbon dan hutan Aceh masuk dalam proyek ini, masyarakat sudah mendapat 
sosialisasi," ujar Patrick.

Menurut Patrick, yang paling penting adalah pemerintah melakukan pendekatan 
pada masyarakat tanpa ada pemaksaan agar mereka paham dan setuju dengan proyek 
REDD. 

"Tanpa dukungan masyarakat adat proyek ini akan sulit berjalan dan bisa saja 
terjadi permasalahan ke depan," demikian Patrick.(D016/A011)

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke