Refleksi : Di NKRI, kepentingan orang banyak tidak masuk agenda penguasa, yang 
masuk agenda ialah kepenting kelompok elit berkuasa dan begundal-begundal 
mereka yang berkerumun di sekitar pangung kekuasaan negara. Jadi dengan lain 
kata masalah  pemilikikan kekayaan adalah "sedikit manusia memilik banyak, dan 
banyak manusia memiliki sedikit". Bukan itu  saja malah perbedaan antara  pusat 
dan daerah-daerah berkarakter warisan kolonial.


http://hariansib.com/?p=122696

MENATA PERTANAHAN, KEHUTANAN DAN PERTAMBANGAN DEMI KEPENTINGAN NEGARA DAN 
LINGKUNGAN HIDUP Oleh TOGAP SIMANGUNSONG
Posted in Opini by Redaksi on Mei 15th, 2010 
Tanah, Tambang dan Hutan adalah sumberdaya yang sulit atau tidak dapat 
diperbaharui dan merupakan kepentingan hidup orang banyak, lingkungan hidup dan 
kelangsungan hidup negara.


Carut-marutnya pelaksanaan urusan pertanahan, kehutanan dan pertambangan di 
daerah disebabkan belum adanya norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) dan 
tidak sinkronnya peraturan perundang-undangan sektor (undang-undang, perpres, 
permen) dengan undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah (UU 32/2004). 
Teridentifikasi sekitar limabelas issu terkait pertambangan pada umumnya 
hal-hal yang tidak sinkron adalah terkait dengan retribusi daerah provinsi, 
kewenangan provinsi dalam pengawasan migas, dan perizinan, pengolahan dan 
perijinan kawasan hutan dan yang saling bertabarakan serta urusan pertanahan 
yang diserahkan ke daerah otonom.


Urusan yang didesentalisasikan kepada daerah otonom provinsi dan kabupaten 
serta kota adalah urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib terkait dengan 
urusan yang berhubungan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara antara lain 
pertanahan, pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup dll. Urusan pilihan adalah 
urusan yang disesuaikan dengan potensi dan kekhasan dan potensi yang dimiliki 
daerah tersebut misalnya pertambangan, kehutanan, perikanan, pertanian, 
perkebunan dan pariwisata.


Meskipun urusan wajib dan urusan pilihan telah didesentralisasikan ke daerah 
otonom provinsi, kabupaten maupun kota, didalam prakten penyelenggaraan 
pemerintahan, tidak semua bagian urusan pemerintahan mutlak dilaksanakan oleh 
daerah otonom atau dengan kata lain masih ada bagian dari urusan ini 
dilaksanakan oleh pemerintah pusat seperti penyusunan dan penetapan norma, 
standar, kriteria dan prosedur (NSPK), pembinaan, monitoring, evaluasi, 
pengawasan serta penegakan pelaksanaannya.


Sejak undang-undang 32/2004 diberlakukan pada tahun 2004, secara simultan 
daerah otonom melaksanakan semua urusan ini sesuai dengan kewenangan yang 
dimiliki masing-masing daerah otonom. Dalam pelaksanaannya, daerah diberi ruang 
untuk mengembangkan kreatifitas sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing 
daerah. Outcome yang dihasilkan beragam antara daerah otonom yang satu 
dibandingkan dengan daerah otonom yang lain. Pada umumnya hasilnya kurang 
memuaskan dan bahkan cenderung kontraproduktif dengan apa yang diharapkan, 
utamanya urusan yang potensial memberikan pendapatan asli bagi daerah. Misalnya 
pelaksanaan urusan terkait dengan sumberdaya alam seperti tanah, tambang dan 
hutan. Tanah dan hutan, meski sulit, merupakan sumberdaya alam yang dapat 
diperbaharui (renewable resources), sedangkan sumberdaya tambang merupakan 
sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources). Tanah, hutan 
dan tambang memiliki kharakteristik tersendiri dibandingkan sumberdaya lainnya 
serta berperan untuk untuk kelangsungan hidup bangsa (essential to the survival 
of a nation, untuk kepentingan umum dan untuk kepentingan kelestarian 
lingkungan hidup (sustainability). Oleh karena itu sumberdaya tanah, hutan dan 
tambang ini perlu diatur dengan sangat bijaksana dengan tanpa mengurangi 
prinsip otonomi daerah.


Ketika UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, secara simultan 
urusan pertanahan, kehutanan dan pertambangan didesentralisasikan dan 
dilaksanakan oleh daerah otonom. Pada saat itu dasar hukum yang mengatur 
pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan 
pemerintah kabupaten/kota belum ada atau belum ditetapkan. Disamping itu 
pedoman berupa NSPK untuk melaksanakan urusan bidang pertanahan, kehutanan dan 
pertambangan juga belum ada. Dengan tidak adanya dasar hukum pembagian urusan 
NSPK ini, maka hampir semua daerah otonom baik provinsi, kabupaten dan kota 
melaksanakan urusan kehutanan dan pertambangan dengan cara masing-masing demi 
untuk menambah pendapatan daerah. Dampak negatif pelaksanaan urusan ini sudah 
terjadi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, dimana terjadi 
ketidakjelasan urusan baik di provinsi maupun di kabupaten dan kota, sebagai 
contoh Gubernur Kalimantan Timur mengatakan secara prinsip dia menolak 
penambangan di kawasan konservasi, namun tidak dia tidak bisa berbuat apa-apa 
tentang penerbitan kuasa pertambangan yang ada di sekitar kawasan konservasi. 
Permasalahan seperti ini mungkin masih banyak terjadi di daerah otonom lain. 
Disamping belum atau tidak ada NSPK, pada umumnya daerah otonom baru belum 
memiliki SDM yang memiliki keahlian teknis dibidang pertambangan dan kehutanan.


Meskipun PP 38/2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, 
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sudah ditetapkan pada tanggal 
9 Juli 2007, nampaknya belum dapat dilaksanakan secara konsisten atau dengan 
kata lain belum optimal pembagian urusan antar tingkatan pemerintahan. 
Kemungkinan hal ini disebabkan peraturan pemerintah ini belum aplikatif atau 
belum disosialisasikan atau bahkan tidak memiliki materi sanksi. Disi lain 
undang-undang yang mengatur pertanahan, kehutanan belum tegas mengatur 
kewenangan urusan kehutanan provinsi dan kabupaten/kota serta tidak mengacu 
pada UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai undang-undang acuan 
terkait secara langsung dengan daerah (psl 237). Dengan kata lain, masih 
potensial terjadi benturan undang-undang otonomi daerah dengan undang-undang 
sektor atau tidak adanya koherensi antara UU 32/2004 tentang Pemerintahan 
Daerah dengan undang-undang sektor.
Berdasarkan kajian diatas, ternyata masalah urusan pertanahan, kehutanan dan 
pertambangan disebabkan karena kurangnya pengaturan dalam kosepsi dasar dan 
peraturan-perundang-undangan sektor banyak yang belum sinkron dengan 
undang-undang pemerintahan daerah serta implementasinya belum dilaksanakan 
dengan konsisten.


Untuk itu saran dalam penyempurnaan undang-undang tentang pemerintahan daerah 
serta perbaikan pelaksanaanya dimasa yang akan datang dapat dijelaskan sebagai 
berikut: Pertama, pentingnya pengaturan pertanahan, kehutanan dan pertambangan 
perlu diatur secara khusus dalam pasal tersendiri pada revisi undang-undang 
pemerintahan daerah; kedua, sebagai syarat dasar daerah otonom melaksanakan 
ketiga urusan ini, wajib diterbitkan terlebih dahulu NSPK bidang pertanahan, 
kehutanan maupun NSPK bidang pertambangan. Selanjutnya urusan tersebut dapat 
dilaksanakan oleh daerah otonom secara penuh diikuti pembinaan dan 
pengawasannya secara melekat; ketiga, perlu segera dilakukan harmonisasi 
peraturan-perundang-undangan yang tidak sesuai dengan undang-undang 
pemerintahan daerah; keempat, untuk menghindari kekosongan penetapan NSPK dalam 
waktu yang lama, akibat dari lamanya proses penyusunannya, maka penetapan NSPK 
dapat dipecah dalam sub bidang-sub bidang misalnya di bidang pertambangan, 
diterbitkan dulu NSPK pertambangan biji besi, NSPK pertambangan timah NSPK 
pertambangan batubara. NSPK di bidang kehutanan dapat diterbitkan dahulu NSPK 
kuasa kehutanan, NSPK penebangan pohon, NSPK reboisasi, NSPK konservasi lahan, 
NSPK satwa liar; keempat, perlu diatur sanksi serta penegakan hukum yang tegas 
terhadap pelanggaran NSPK di bidang pertanahan, kehutanan dan pertambangan; 
keenam, meskipun tanah, hutan dan tambang penting untuk kelangsungan hidup 
negara, kepentingan umum dan kelestarian lingkungan hidup, maka urusan 
pertanahan, kehutanan dan pertambangan tetap merupakan urusan yang 
didesentralisasikan serta tetap mendorong inovasi dan kreatifitas daerah dalam 
pemanfaatannya.


SELAMAT HARI OTONOMI DAERAH 25 APRIL 2010
Semoga Tuhan Memberkati Indonesia
(Penulis adalah alumni IPB, Bogor, ITC Enchede, Belanda, UNSW Sydney dan kini 
menjabat Kabag Perencanaan Otonomi Daerah Kemendagri dan tulisan ini merupakan 
pendapat pribadi) 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke