" My heart has adopted every shape; it has become a pasture for a gazelles, and 
a convent for Christian monks.A temple for idols, and a pilgrim's Ka'ba, The 
tables of a Torah, and the pages of a Koran. I follow the religion of Love; 
wherever Love's camels turn, there Love is my religion and faith." 

- Ibn Arabi[4]
^ Cited in Monroe, James T. (2004). Hispano-Arabic poetry: a student anthology. 
Gorgias Pr Llc. p. 320. ISBN 978-1593331153. http://books.google.co.uk/books?


http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/05/22/116710-ibn-arabi-pendukung-pluralisme-agama-benarkah

Ibn Arabi Pendukung Pluralisme Agama, Benarkah?
Sabtu, 22 Mei 2010, 17:02 WIB

     

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Meskipun lebih dikenal sebagai tokoh Sufi, Ibn 'Arabi 
juga kampium dalam studi agama-agama. Ia bernama lengkap Abu Bakr Muhammad ibn 
al'Arabi al-Hatimi al-Tai, asal Murcia, Spanyol. Ia lahir tanggal 17 Ramadhan 
560 H/28 Juli 1165 dan meninggal pada 16 November 1240 bertepatan tanggal 22 
Rabiul Akhir 638 pada usia tujuh puluh tahun.

Oleh para pengikutnya, Ibn Arabi diberi julukan "Syaikh al-Akbar" (Sang 
Mahaguru) atau"Muhyiddin" ("Sang Penghidup Agama"). Ayahnya adalah pegawai 
penguasa Murcia, Spanyol. Ketika Ibn 'Arabi berusia tujuh tahun, Murcia 
ditaklukkan oleh Dinasti al Muwahiddun (al-Mohad) sehingga ayahnya membawa 
pergi keluarganya ke Sevilla.

Pada tahun 620/1233, Ibn 'Arabi menetap secara permanen di Damaskus, tempat 
sejumlah muridnya, termasuk al-Qunawi yang menemaninya sampai akhir hayat. 
Selama periode tersebut, penguasa Damaskus dari Dinasti Ayyubiyah, Muzhaffar 
al-Din merupakan salah seorang muridnya. Ibn 'Arabi wafat di Damaskus pada 16 
November 1240 bertepatan tanggal 22 Rabiul Akhir 638 pada usia tujuh puluh 
tahun.

Ibn 'Arabi telah menulis 289 buku dan risalah. Bahkan menurut Abdurrahman Jami, 
ia telah menulis 500 buku dan risalah. Sedangkan menurut al-Sya'rani, karya Ibn 
Arabi berjumlah 400 buah. Di antara karya Ibn Arabi yang paling terkenal adalah 
al-Futûhat al-Makkiyyah, Fushûshul Hikam, dan Turjumân al-Asywâq.

Beberapa dasawarsa terakhir Ibn 'Arabi oleh sebagian kalangan sering diklaim 
sebagai pelopor paham Pluralisme Agama. Dr Syamsuddin Arif menyebut, nama Ibn 
'Arabi dicatut dan dijadikan bemper untuk membenarkan konsep 'agama perennial' 
atau religio perennis yang dipopulerkan oleh Frithjof Schuon, Seyyed Hossein 
Nasr dan William C Chittick dalam tulisan-tulisan mereka.

Padahal Ibn 'Arabi tegas menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang 
sah di dalam pandangan Allah SWT. Setelah Nabi Muhammad SAW diutus, maka 
pengikut agama-agama para Nabi sebelumnya, wajib beriman kepada Nabi Muhammad 
SAW dan mengikuti syariatnya. Sebab, dengan kedatangan sang Nabi terakhir, maka 
syariat agama-agama sebelumnya otomatis tidak berlaku lagi.

Dr Mohd Sani bin Badrun, alumnus ISTAC-IIUM, dalam tesisnya berjudul "Ibn 
al-'Arabi's Conception of Religion", menegaskan bahwa menurut Ibn Arabi, 
syariat para Nabi terikat dengan periode tertentu, yang akhirnya terhapuskan 
oleh syariat Nabi sesudahnya. Hanya Alquran, menurutnya, yang tidak 
terhapuskan. Bahkan Alquran menghapuskan syariat yang diajarkan oleh 
Kitab-kitab sebelumnya. Karena itu, syariat yang berlaku bagi masyarakat, 
adalah syariat yang dibawa oleh Nabi terakhir.

Salah satu kesimpulan penting dari teori agama-agama Ibn Arabi yang diteliti 
oleh Dr Mohd Sani bin Badrun adalah: "Kaum Yahudi wajib mengimani kenabian Isa 
AS dan Muhammad SAW. Kaum Kristen juga wajib beriman kepada kenabian Muhammad 
SAW dan Alquran. Jika mereka menolaknya, maka mereka menjadi kafir." Bahkan, 
Ibn Arabi pun berpendapat, para pemuka Yahudi dan Kristen sebenarnya telah 
mengetahui kebenaran Muhammad SAW, tetapi mereka tidak mau mengimaninya karena 
berbagai faktor, seperti karena kesombongan dan kedengkian.

Menurut Ibn 'Arabi, sebagaimana dikutip oleh Dr Mohd Sani bin Badrun, tanda 
paling nyata kebenaran Muhammad saw adalah Alquran, yang diturunkan dalam 
bahasa Arab yang secara mutlak tidak dapat ditiru oleh orang-orang Arab sendiri 
(al-Futûhat, 3:145). Bahkan beliau bertanya secara retoris, "Apalagi tanda yang 
lebih bermukjizat selain daripada Alquran?" (al-Futûhat, 4:526). Alquran juga 
mendatangkan apa yang sebagiannya telah disampaikan oleh kitab-kitab terdahulu 
yang Muhammad tidak tahu isi kandungannya melainkan melalui dari Alquran.

Menurut Sani, Ibn 'Arabi justru meyakini bahwa orang-orang Yahudi, Nasrani, 
ahli-ahli kitab (ashab al-kutub) pasti tahu bahwa Alquran adalah bukti dari 
Allah akan kebenaran Muhammad (al-Futûhat, 3:145). Oleh karena mereka yang 
mendustakan kebenaran Nabi Muhammad bakal diazab Tuhan karena Ia telah 
menurunkan Alkitab dengan haq dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih itu 
benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (al-Futûhat, 4:526).

Ibn 'Arabi juga menegaskan bahwa para pemimpin ahli kitab telah menyesatkan 
pengikut mereka dengan memerintahkan apa yang tidak pernah dikatakan Allah, 
bahkan menyatakan kepada pengikutnya bahwa "ini dari Tuhan". Seperti dalam 
Alquran, Ibn 'Arabi mengumpamakan para pemimpin ahli kitab itu seperti orang 
yang diberi kitab tapi dilemparkan ke punggung mereka dan menjualnya dengan 
harga yang murah. 

Mereka berbuat demikian karena sikap sombong (uluww). Sebagai fakta sejarah, 
ini cukup untuk menjadikan agama ahli kitab sebagai 'agama hawa nafsu' pemimpin 
mereka yang menyalahi kandungan Kitab mereka yang asal (al-Futûhat, 1:303). 
Menurut Ibn 'Arabi, 'agama hawa nafsu' ini terlembagakan di kalangan Yahudi dan 
Nasrani yang akibatnya kebenaran Nabi Muhammad SAW tersembunyi dari pengikut 
ahli kitab.

Karena itu, dengan membaca karya-karya Ibn 'Arabi secara serius, sangat keliru 
jika memasukkan sang tokoh ini ke dalam barisan Transendentalis, yang memandang 
bahwa semua agama sebenarnya jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan dan akan 
bertemu pada level esoteris. Menurut Dr Sani, kekacauan terbesar soal pemikiran 
keagamaan Ibn Arabi muncul dari karya William Chittick, Imaginal World: Ibn 
al'Arabi and the Problem of Religious Diversity. Namun masih banyak kaum 
Muslimin yang salah dalam membaca pemikiran Ibn 'Arabi karena mengikuti 
pemikiran pemikir Barat tersebut.

Red: irf
Rep: Budi Handrianto, Mahasiswa S3 Pendidikan Islam, Universitas Ibnu Khaldun, 
Bogor

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke