Seolah2 jadi Managing Director World Bank itu merupakan prestasi besar, begitu 
tulisan Chatib Basri. Namun sesama Neolib boleh saling dukung.

Ngozi Ikonjo Iweala, senior SMI yang lebih dulu jadi Managing Director di WB 
juga mantan Menkeu di Nigeria. Harapan Hidup rakyat Nigeria tidak sampai 47 
tahun. Itu menggambarkan kemelaratan mereka.

Padahal tanah Nigeria sangat kaya akan hasil alam. Nigeria merupakan negara ke 
12 penghasil minyak terbesar di dunia. Pasar Uang sangat maju, tapi rakyat 
miskin dgn harapan hidup kurang dari 47 tahun. Itulah satu contoh dari Managing 
Director di WB.

Profesor Joseph Stiglitz, mantan Ketua Ekonom World Bank, dan mantan Ketua 
Penasehat Bill Clinton, mengakui di publik “Empat Langkah Strategi” World Bank 
untuk memperbudak negara demi keuntungan bankir.
http://infoindonesia.wordpress.com/2010/05/06/empat-langkah-strategi-world-bank-untuk-memperbudak-negara-berkembang/

http://politik.kompasiana.com/2010/05/07/sri-mulyani-managing-director-world-bank-dari-afrika/
Yang jadi “Managing Director” World Bank itu banyak. Ada yang dari Afrika, 
Nigeria, Sudan, dsb. Ini satu contoh “Managing Director” World Bank yang jadi 
rekan Sri Mulyani, ekonom yang sangat hebat itu:

Ngozi Ikonjo 200 wide pixel
Ikonjo-Iweala – Managing Director, World Bank Group

http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTGENDER/0,,contentMDK:21731300~pagePK:210058~piPK:210062~theSitePK:336868,00.html

Ikonjo yang merupakan senior dari Sri Mulyani adalah mantan Menkeu Nigeria. 
Untuk melihat kemakmuran Nigeria, silahkan lihat di sini:

http://www.worldlifeexpectancy.com/sort.php

Harapan hidup rakyat Nigeria hanya 46,9 tahun dan menempati urutan 181 dari 189 
negara. Jadi sepertinya keberhasilan memakmurkan rakyat yang harusnya jadi satu 
indikator ekonom yang menjabat bukanlah pertimbangan Bank Dunia.

Sri Mulyani akan menggantikan Juan Jose Daboub sebagai Managing Director World 
Bank, yang tak lain adalah mantan Menteri Keuangan El Salvador. El Salvador 
adalah satu negara penghutang besar di Amerika Tengah:

http://en.wikipedia.org/wiki/Developing_countries%27_debt

Jadi sepertinya Bank Dunia memang memilih mantan Menkeu dari negara2 di Afrika, 
El Salvador, Indonesia, dsb sebagai Managing Directornya. Beberapa kesamaan 
negara Afrika, El Salvador, dan Indonesia adalah hutangnya yang besar, 
mayoritas penduduk yang miskin, dan kesenjangan yang tinggi antara segelintir 
orang yang kaya dan mayoritas rakyat yang miskin. Jadi kalau ada hal yang 
istimewa, itulah keistimewaannya.
===
Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
http://media-islam.or.id
Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
Belajar Islam via SMS:
http://media-islam.or.id/2008/01/14/dakwah-syiar-islam-lewat-sms-mobile-phone


--- Pada Ming, 23/5/10, Harlizon MBAu <harli...@gmail.com> menulis:

> Dari: Harlizon MBAu <harli...@gmail.com>
> Judul: [ekonomi-nasional] Fw: [himarine] FW: Tulisan Chatib Basri ttg SMI di 
> Majalah Tempo  Online: Orang Hebat negara Kab-AYAN
> Kepada: ekonomi-nasio...@yahoogroups.com
> Tanggal: Minggu, 23 Mei, 2010, 10:46 PM
> Saya kebetulan ikut jadi "pemain
> asing" untuk investasi infrastruktur di
> negara-negara lain (terutama negara ketiga) di era
> 1990-an...
> Waktu itu mewakili perusahaan tempat saya bekerja karena UU
> disini tidak
> memungkinkan kami berinvestasi di Indonesia...
> Kebetulan juga pernah bekerja pada perusahaan kontraktor
> infrastruktur
> internasional di Eropa.
> Proyek-proyek perusahaan kami juga banyak di negara-negara
> ketiga...
> Sebagai "investor dan kontraktor asing" pada kedua jenis
> pekerjaan diatas,
> yang TERUTAMA ada dibenak kami adalah:
> "BAGAIMANA MANGERUK DUIT SEBANYAK-BANYAK NYA DARI NEGARA
> TEMPAT INVESTASI
> atau PROYEK kami tsb"...
> Meski dalam proposal bisnisnya kami menggunakan
> argument-argument dan
> jargon-jargon yang "SEMUANYA TERLIHAT MENGUNTUNGKAN DAN
> BERPIHAK PADA NEGARA
> TERSEBUT"...
> 
> Istilah-istilah seperti "mendatangkan investasi &
> devisa, meningkatkan
> pertumbuhan ekonomi, membawa teknologi baru, menciptakan
> lapangan kerja,
> bahkan pencerdasan masyarakat" ikut digunakan agar kami
> terlihat seperti
> malaikat...
> Padahal...
> Dalam pelaksanaan bisnisnya, sebenarnya kami TIDAK BEGITU
> PEDULI DENGAN
> ARGUMENT-2 dan JARGON-2 tersebut...
> Tentunya kami tidak mau terus-terang dan terbuka dengan
> itu, kecuali jika
> mau dianggap "orang gila" oleh beberapa pihak...
> Dana investasi tersebut juga bakal kami pinjam dari pihak
> lain, bahkan lebih
> sering dari dana masyarakat pada bank-bank di negara yang
> bersangkutan
> melalui sindikasi, atau terpaksa di hutang oleh negara
> tersebut ke pihak
> internasional (bahkan sering kami yang mengaturnya)
> Pertumbuhan ekonominya memang sedikit naik, tapi lebih
> banyak lagi yang kami
> keruk...
> Teknologi baru yang kami bawapun hanya terbatas untuk
> mereka pakai saja,
> bukan untuk kami ajarkan kepada mereka...
> Memang kami menyerap tenaga kerja baru, tapi jumlahnya
> tidak sampai seujung
> kuku dari jumlah tenaga kerja yang butuh pekerjaan di
> negara tersebut.
> Pemakaian dana masyarakat negara tersebut untuk investasi
> padat modal kami,
> sebenarnyapun sudah mengurangi/menutup kemungkinan negara
> tersebut mencipkan
> lapangan-lapangan usaha/kerja yang lebih berarti dan
> bermanfaat buat
> mereka...
> Entah dimana letak pencerdasan masyarakatnya, karena kami
> tidak mengajarkan
> apa-apa kepada mereka; Bahkan sebenarnya kami
> membodoh-bodohi mereka dengan
> mangeruk "value added ekonomi" yang mereka produksi. Bahkan
> sebenarnya
> melanggengkan kebodohan mereka karena bidang-bidang usaha
> penting sudah kami
> pegang. Mereka lebih sulit atau tertutup kemungkinannya
> untuk bisa memulai
> dan mengerjakan usaha se"pintar" kami.
> 
> Namun, jangan terlalu suuzon (berfikir negatif) dulu dengan
> kami.
> Bukan tidak ada sama sekali dampak manfaat yang kami bawa
> pada negara-negara
> tersebut...
> Bukankah para pengambil keputusannya yang suka
> seminar-seminar dan
> rapat-rapat IKUT JADI TOP dalam memperjuangkan berjalannya
> ekonomi negara
> mereka setalah "habis" kami keruk? Bahkan mereka top untuk
> skala
> internasional juga?
> Bukankah seminar-seminar dan rapat-rapat mereka jadi tambah
> banyak dan
> mereka terlihat lebih penting dan lebih hebat?
> Bukankah cecurut-cecurut yang ikut orang-orang besarnya
> ikut punya
> kesempatan ketemu pemimpin-pemimpin besar dari negara lain,
> termasuk
> presiden negara adidaya?
> Bukankah setelah itu mereka bisa bicara di kampungnya bahwa
> mereka sukses
> mempengaruhi negara-negara besar dan kaya untuk menambah
> hutang negaranya?
> Bukankah orang-orang di kampungnya jadi lebih yakin bahwa
> mereka benar-benar
> hebat karena tokoh-tokoh negara besar internasional
> tersenyum bangga
> memuji-muji kepiawaian mereka?
> Negara-negara ketiga tersebut untuk sementara bisa lega,
> karena kebutuhan
> ekonominya terpenuhi dengan hutang tersebut...
> Sang tokoh negara besar juga bisa lebih enak tidurnya
> karena lebih terjamin
> pemasukan negaranya dari bunga hutangnya...
> Kapan-kapan, jumlah hutangpun bisa diatur untuk bertambah
> sendiri dengan
> memainkan bursa dan ekonomi negara ketiga tersebut...
> Si tokoh-tokoh hebat dari negara ketiga tersebutpun jadi
> bertambah hebat,
> karena setelah itu mereka harus melakukan deal  yang
> lebih hebat untuk
> menambah hutang baru yang lebih besar...
> Kehidupan negara merekapun terlihat tambah maju dan modern,
> namun cuma
> terutama bagi karyawan-karyawan yang mengurus usaha kami
> atau usaha yang
> terkait dengan kami... Jika kehidupan mereka jadi lebih
> sesak-sesakan, macet
> dan polutif dan sedikit waktu untuk mengurus anak-anak dan
> keluarga mereka,
> itu memang sudah konsekwensi dari kehidupan modern yang
> mereka dapatkan
> sebagai dampak dari usaha-usaha ... Jadi tidak usah
> diberitakan...
> Si tokoh-tokoh negara penghutangpun, senyumnya bertambah
> lebar...
> Namun, si negara penghutang, hidupnya semakin senen-kemis
> terjerat hutang...
> 
> Entah apa memang sudah ditakdirkan begitu nasib negara
> Kab-AYAN yang suka
> mimpi-mimpi...
> 
> Itulah sedikit kisah kami sebagai malaikat...
> 
> Salam Z
> 
> 
> > ------------------------------
> > *From: * "Frans N. Sukardi" <fr...@ptsmi.co.id>
> > *Sender: * himar...@yahoogroups.com
> > *Date: *Mon, 17 May 2010 11:34:55 +0700
> > *To: *<himar...@yahoogroups.com>
> > *ReplyTo: * himar...@yahoogroups.com
> > *Subject: *[himarine] FW: Tulisan Chatib Basri ttg SMI
> di Majalah Tempo
> > Online
> >
> >
> >
> >
> >    Sri Mulyani, Nasionalisme, dan Tinju
> >
> > *Muhammad Chatib Basri**
> >
> > Pittsburgh, 25 September 2009. Saya catat hari itu
> dalam ingatan. Presiden
> > Obama meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
> membagikan pengalaman
> > Indonesia dalam menurunkan subsidi bahan bakar minyak,
> dalam forum amat
> > penting G-20. Kita ingat pada 2005 dan 2008, Indonesia
> menaikkan harga BBM
> > dan mengalokasikan subsidinya untuk rakyat miskin.
> Mungkin aneh bagi
> > sebagian di antara kita, mengapa kebijakan yang di
> dalam negeri dicaci maki
> > justru layak dijadikan contoh oleh negara anggota
> G-20.
> >
> > Siang itu, Presiden SBY sudah bersiap memberikan
> paparannya. Sayangnya,
> > waktu dalam sesi makan siang itu amat terbatas,
> padahal ada tiga topik yang
> > dibahas, dan giliran SBY yang terakhir. Waktu habis
> dan Presiden pun tak
> > jadi bicara. Tentu kami semua-Menteri Keuangan Sri
> Mulyani; juru bicara
> > Presiden, Dino Patti Djalal; Mahendra Siregar; dan
> saya-amat kecewa.
> >
> > Kami berusaha meminta keterangan dari delegasi Amerika
> Serikat, tapi
> > jawabannya tak memuaskan. Mereka tentu tak berani
> menanyakan kepada Obama.
> > Saya ingat Sri Mulyani setengah berbisik kemudian
> mengatakan, "Kayaknya saya
> > mesti ngomong langsung dengan Obama." Saya kira dia
> bergurau. Tapi kemudian
> > saya sadar, ia serius. Sri menghampiri Presiden Obama
> yang baru memasuki
> > ruangan setelah jeda makan siang. Mereka berbicara
> berdua. Saya kebetulan
> > berjarak sekitar dua meter dari mereka, sehingga saya
> bisa mendengar
> > percakapan tersebut.
> >
> > Dengan terus terang-khas Sri Mulyani-ia menyampaikan
> kekecewaannya. Ia
> > mengatakan bahwa Presiden Obama sudah meminta Presiden
> SBY berpidato, tapi
> > waktunya habis. Karena itu, ia meminta Presiden Obama
> menyampaikan maaf
> > kepada Presiden SBY dan memberikan kesempatan di sesi
> berikutnya. Saya
> > terkejut. Presiden Obama-saya kutip dari
> ingatan-tersenyum dan mengatakan,
> > "Itu kesalahan saya, saya minta maaf, akan saya
> berikan kesempatan di sesi
> > berikutnya."
> >
> > Setelah itu, saya melihat Presiden Obama menghampiri
> Presiden SBY dan
> > berbicara berdua. Di sesi berikutnya, Presiden Obama
> meminta maaf secara
> > terbuka. SBY kemudian berpidato dengan sangat
> meyakinkan. Bahkan, kemudian
> > ada satu bagian dari komunike yang menganjurkan agar
> kebijakan ini dicontoh
> > anggota G-20. Sri Mulyani kelihatan tersenyum. Sambil
> bercanda kami
> > mengatakan kepada Sri Mulyani, sebetulnya ia lebih
> cocok menjadi Menteri
> > Pertahanan!
> >
> > Itu adalah contoh kecil dari kiprah Sri Mulyani di
> forum internasional.
> > Tentu naif bila kita menyimpulkan bahwa Indonesia
> berperan dalam G-20 hanya
> > dari cerita itu. Yang jauh lebih serius adalah ketika
> pada pembicaraan di
> > tingkat Menteri Keuangan, Sri Mulyani memperjuangkan
> pembiayaan stimulus
> > fiskal bagi negara berkembang. Negara
> berkembang-termasuk Indonesia-sampai
> > September 2008, tumbuh relatif tinggi. Namun krisis
> keuangan global telah
> > membawa dampak yang dalam bagi negara berkembang.
> >
> > Untuk mengatasi itu, sisi permintaan-seperti resep
> Keynes lebih dari 70
> > tahun lalu-harus didorong. Dan ini mesti dilakukan di
> tingkat global.
> > Masalahnya, tak semua negara, terutama negara
> berkembang, memiliki kemampuan
> > untuk membiayai stimulusnya. Dalam situasi krisis
> keuangan global, akses
> > terhadap pasar keuangan praktis tertutup. Kalaupun
> terbuka, harganya amat
> > mahal.
> >
> > Di sini, usulan Indonesia agar dibentuk global
> expenditure support fund
> > diadopsi. G-20 sepakat mengguyurkan sedikitnya US$ 100
> miliar melalui Bank
> > Pembangunan Multilateral untuk membantu bujet negara
> berkembang, termasuk
> > Indonesia. Selain itu, disediakan trade financing US$
> 250 miliar untuk
> > memulihkan perdagangan global.
> >
> > Saya yang hadir di sana melihat bagaimana Sri Mulyani
> berdebat mengenai hal
> > ini. Ia begitu dihormati dan didengar oleh para
> menteri keuangan lain,
> > seperti Alistair Darling dari Inggris, Tim Geithner
> dari Amerika, atau
> > Christine Lagarde dari Prancis. Saya ingat bagaimana
> dalam diskusi, Sri
> > Mulyani kerap diminta menjadi pembicara pembuka. Saya
> catat, Darling atau
> > Geithner di beberapa kesempatan, setelah mereka
> bicara, berpaling dan
> > menanyakan, "Sri Mulyani, what do you think...."
> >
> > Di sana, saya bangga menjadi orang Indonesia karena
> Indonesia dihormati dan
> > didengar dalam forum yang boleh dibilang paling
> penting di dunia saat ini.
> > Sebab, Indonesia berani memperjuangkan nasib negara
> berkembang di pentas
> > global. Di masa lalu, sentimen nasionalisme kita kerap
> dibangun lewat tinju
> > atau bulu tangkis. Keindonesiaan kita menjadi begitu
> bergelora ketika Ellyas
> > Pical juara dunia, atau saat Susi Susanti dan Alan
> Budikusuma meraih emas
> > olimpiade. Atau di tempat lain, nasionalisme kita
> bergelora ketika kita
> > marah, atau terusik atau takut, lalu berteriak "awas
> asing".
> >
> > Sri Mulyani membangkitkan kebanggaan akan Indonesia
> dengan cara lain. Maka,
> > bukan hal yang aneh jika Sri Mulyani ditawari posisi
> nomor dua di Bank
> > Dunia. Kiprahnya di dunia internasional memang membuat
> Indonesia yang
> > tadinya sunyi dalam pentas global menjadi berbunyi.
> Kini, sentimen
> > nasionalisme kita justru dibangun oleh Sri Mulyani
> lewat perasaan dihargai
> > dan dihormati, karena Indonesia didengar, karena
> Indonesia mewakili emerging
> > economies memiliki peran mengatasi krisis global. Kita
> tak lagi menjadi
> > tawanan rasa rendah diri kita atau kita tak lagi
> melihat dunia dengan
> > kecemasan di tiap tikungan.
> >
> > **) Mantan anggota staf khusus Menteri Keuangan Sri
> Mulyani dan mantan
> > Deputi Menteri Keuangan untuk G-20*
> >
> >
> >
> >
> >    
> >
> > --
> >
> ===============================================================
> > Untuk Informasi, Komunikasi & Diskusi antar Siswa,
> Alumni, Guru atau yg
> > pernah menjadi bagian SMA 2 Pdg, dgn topik khusus
> tentang sekolah zaman
> > dulu, kini & masa mendatang, serta SumBar,
> Minangkabau, Urang Awak pada
> > umumnya.
> >
> ===============================================================
> > UNTUK DIPERHATIKAN, jika posting:
> > 1. Wajib menuliskan NAMA, TAHUN Angkatan (lulus) SMA
> & Lokasi
> > 2. Topik/subjek baru buat email baru, tidak dgn
> mereply email lama
> > 3. Hapus footer & bagian yg tidak perlu dlm
> melakukan posting reply
> > 4. Email attachment atau posting jual-beli
> barang/jasa, tawarkan di mailing
> > list selanjutnya dgn jalur email pribadi.
> >
> >
> ----------------------------------------------------------------------------------------------------------
> > Berhenti menerima email, kirim email kosong ke:
> > sman2padang-unsubscr...@googlegroups.com
> >
> ===============================================================
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
> 
> 
> 
> ------------------------------------
> 
> Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
> Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
> http://capresindonesia.wordpress.com
> http://infoindonesia.wordpress.comYahoo!
> Groups Links
> 
> 
>     ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com
> 
> 
> 



Kirim email ke