http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=19090

2010-05-24 
Perlu Sinergi Hadapi Boikot CPO Indonesia


SP/Ignatius Liliek
Pekerja memanen kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Waru, 
Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pemerintah Indonesia 
memproyeksikan produksi minyak kelapa sawit (CPO) pada tahun ini sebesar 19,4 
juta ton.

[JAKARTA] Pemboikotan produk minyak sawit mentah (CPO) Indonesia oleh 
perusahaan multinasional sebenarnya bisa dicegah bila pemerintah dan industri 
sawit nasional saling bersinergi dan mampu mengomunikasikan upaya-upaya yang 
telah dilakukan dalam pengembangan perkebunan sawit berkelanjutan 
(sustainable). 


Selain itu, pemerintah perlu menegakkan aturan yang dalam implementasinya kerap 
disabotase pemerintah daerah. Pelanggaran aturan yang berdampak pada perusakan 
lingkungan tersebut menjadi dasar tuduhan lembaga swadaya masyarakat (LSM) 
asing bahwa pengembangan sawit di Indonesia menyebabkan deforestasi. Tudingan 
itu pula yang membuat perusahaan multinasional memboikot sawit RI.Demikian 
mengemuka dalam diskusi terbatas Mencari Akar Masalah Pemboikotan Produk Sawit 
Indonesia yang digelar Investor Daily di Jakarta, Jumat (21/5). 


Diskusi menghadirkan pembicara Deputi Menko Perekonomian bidang Industri dan 
Perdagangan Edy Putra Irawady, Direktur Budidaya Tanaman Tahunan Kementerian 
Pertanian Mukti Sarjono, dan Kepala Sub Direktorat Perkebunan Ditjen 
Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Radix Siswo. Selain itu, 
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil 
Hasan, Sekjen Gapki Joko Supriyono, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Asia 
Tenggara Bustar Maitar, Direktur Eksekutif Walhi Berry Nahdian Forqan, anggota 
Komisi IV DPR Anton Sihombing, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, serta 
pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo.


Menurut Fadhil, umumnya industri sawit nasional sudah mematuhi berbagai aturan 
terkait lingkungan. Namun, belum dikomunikasikan dengan stakeholders sehingga 
yang mencuat banyak dari sisi negatif. Padahal, pembeli di luar negeri memiliki 
peran penting karena 15,5 juta ton dari total produksi minyak sawit mentah 
(CPO) Indonesia 20 juta ton diekspor.Agus Pambagyo menambahkan, serangan hanya 
diarahkan pada sawit Indonesia dibandingkan Malaysia. Hal itu karena komunikasi 
industri sawit dan Pemerintah Malaysia berjalan baik. 


Seperti diketahui, pemboikotan sawit Indonesia sudah menimpa PT Sinar Mas Agro 
Resources Technologi Tbk (SMART). Setelah Unilever NV, Nestle SA, dan Cargill 
Inc, produsen minyak nabati asal Spanyol Abengoa Bioenergi SA per 10 Mei lalu 
ikut menghentikan pembelian CPO dari Sinar Mas. Boikot tersebut terkait dengan 
tuduhan Greenpeace pada April 2008 bahwa SMART merusak hutan dalam pengembangan 
sawit.


Edy Putra menilai, akar masalah pemboikotan sawit Indonesia karena reaksi 
berlebihan (over reactive) perusahaan multinasional (multi-national 
company/MNC) terhadap isu lingkungan yang dikampanyekan LSM dan pemberitaan 
yang berlebihan (overshadow). Dari aspek perdagangan, Edy menengarai, tujuan 
pemboikotan itu untuk menekan harga CPO Indonesia dan MNC ingin mencari sumber 
lain yang lebih murah.


Edy menjelaskan, dalam perdagangan internasional, Indonesia sangat concern 
dengan lima isu dalam artikel 20-21 ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia 
(WTO). Kelima isu itu adalah kesehatan, lingkungan, keamanan fisik, security, 
dan moral publik. "Arah kebijakan industri nasional mengacu pada artikel itu 
karena demand internasional bergerak ke sana," ujarnya. 


Untuk itu, Edy mengharapkan adanya pengkajian menyeluruh (overall review) atas 
semua aspek terkait isu-isu lingkungan yang dianggap menjadi penyebab 
pemboikotan produk sawit Indonesia. Selain itu, katanya, kampanye yang 
mengangkat isu lingkungan oleh Greenpeace, Walhi, dan LSM lingkungan lainnya 
harus diawasi agar tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. [ID/H-12]


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke