Pada dasarnya korupsi sudah merajalela.
Bahkan saat Bank Dunia teriak korupsi, sebetulnya Bank Dunia juga korupsi. Agar 
tidak korup, negara2 didunia disuruh menjual BUMN2 mereka yang akhirnya dibeli 
kroni Bank Dunia. Tarif dari produk tsb pun dinaikkan seperti BBM, listrik, dsb 
tak peduli rakyat menjerit.

Dinasti Rothschild dan Rockefeller yang menguasai mesin uang the Fed, IMF, dan 
World Bank pun menyetir Presiden AS. Presiden AS tak dapat berbuat apa2 meski 
Israel membantai 1300 rakyat Gaza di tahun 2008, 20 penumpang Mavi Marmara, 
bahkan Rachel Corrie warga AS sendiri. Ini karena dana kampanye presiden AS 
ditanggung oleh lobby Yahudi yang di antaranya ada di AIPAC.org.

Coba kalau yang membantai relawan di perairan internasional itu Iran, pasti AS 
langsung menyerang habis2an.

http://islammyreligion.wordpress.com/2010/06/08/the-jews-control-money-us-government-and-the-world/

===

Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

http://media-islam.or.id

Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com

Belajar Islam via SMS:

http://media-islam.or.id/2008/01/14/dakwah-syiar-islam-lewat-sms-mobile-phone

--- Pada Rab, 9/6/10, Tatang muttaqin <tata...@yahoo.com> menulis:

Dari: Tatang muttaqin <tata...@yahoo.com>
Judul: Re: [LISI] Koruptor Disambut Meriah?
Kepada: l...@yahoogroups.com
Tanggal: Rabu, 9 Juni, 2010, 2:19 AM







 



  


    
      
      
      Budaya "ngalap berkah" berkelindan dengan kemiskinan membuat koruptor 
disambut meriah. Semakin memprihatinkan ketika para pembela koruptor mau 
mengisi lembaga pemberantas korupsi. Lengkaplah patologi budaya dan kelembagaan 
terkait korupsi....



Salam, tatang



On Wed Jun 9th, 2010 3:35 PM SGT victor silaen wrote:



>

>

>

>

>Telah

>dimuat pada Harian Media Indonesia, 9

>Juni 2010

>

> 

>

>Koruptor Disambut Meriah?

>

>Oleh

>Victor Silaen

>

> 

>

>     Di saat batin kita begitu lelahnya menyaksikan

>praktik korupsi yang bagaikan penyakit akut di negeri ini, sebagian masyarakat,

>pejabat dan wakil rakyat ternyata malah memberi kontribusi secara tak langsung 
>terhadap

>perkembangannya. Situasi seperti itulah yang terlihat ketika ratusan orang

>menyambut kepulangan mantan Wali Kota Medan Abdillah di Bandara Polonia Medan,

>2 Juni lalu. Abdillah baru saja menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman

>di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, terhitung 1 Juni. 

>

>    Abdillah yang pada kesempatan itu

>mengenakan baju koko berwarna putih langsung dielu-elukan warga. Beberapa warga

>bahkan sempat “mengupah-ngupah” (memberikan semangat, red) kepada Abdillah. 
>Antusiasme warga untuk bertemu Abdillah

>bahkan sempat mengganggu para penumpang di terminal kedatangan Bandara Polonia

>Medan. Pada kesempatan itu juga terlihat istri Abdillah, Nanan Abdillah, dan

>putra sulungnya, Aviv Abdullah, juga sejumlah camat dan lurah di lingkungan

>Pemkot Medan, serta anggota DPRD setempat. 

>

> 

>

>     Dari Bandara Polonia rombongan Abdillah yang

>mendapat pengawalan dari sejumlah organisasi kepemudaan menuju Masjid Raya

>Medan untuk bertemu sejumlah alim ulama dan tokoh masyarakat Kota Medan.

>Setelah itu ia menuju rumah pribadinya di Jalan Perak, Medan. 

>

>    Abdillah bebas bersyarat setelah menjalani dua

>pertiga dari masa hukumannya. Ia berada di Lapas Sukamiskin Bandung sejak 28

>Agustus 2009, setelah juga sempat ditahan di Lapas Cipinang. Abdillah

>divonis empat tahun penjara terkait kasus korupsi pengadaan mobil pemadam

>kebakaran dan APBD Kota Medan. 

>

> 

>

>   

>Inilah yang membuat kita miris dan bertanya prihatin: kalau begitu

>mampukah korupsi diperangi sampai ke akar-akarnya? Tak dapat disangkal bahwa

>Indonesia termasuk negara kleptokrasi: negara yang dalam praktik 
>penyelenggaraan

>pemerintahannya ditandai oleh keserakahan, ketamakan, dan korupsi yang

>merajalela (Alhumami, 2005). 

>

>Itu sebabnya korupsi di negara

>ini harus diperangi dari pelbagai sisi (Pope, 2003). Apalagi dewasa ini 
>korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra

>ordinary crime), sehingga upaya-upaya memeranginya harus luar biasa pula. Agar 
>lebih efektif,

>kita tak boleh hanya menggantungkan harapan pada lembaga-lembaga penegak hukum

>saja. Untuk itulah perangkat hukum pun harus dilengkapi. Yakni, dengan membuat

>undang-undang (UU) yang memuat ketentuan-ketentuan dan asas-asas tentang 
>pembuktian

>terbalik. 

>

> 

>

>    Gagasan dan usulan tentang UU

>tersebut selama ini sudah sering dimunculkan. Termasuk yang pernah disampaikan

>oleh Komisi Hukum Nasional saat bertemu Presiden Yudhoyono kira-kira dua tahun

>silam. Jadi, mungkin, kita tinggal menunggu good will

>dan political will dari Presiden

>Yudhoyono. Dan kita boleh optimistik untuk itu, sebab bukankah sejak awal 
>kepemimpinannya

>(2004) Yudhoyono telah bertekad kuat untuk memerangi

>korupsi? Bukankah ia berjanji di masa kampanye sebagai calon presiden dulu

>bahwa ia akan bekerja siang-malam dan memimpin langsung di garda depan dalam

>rangka memberantas korupsi?

>

> 

>

>     Selain mendesak agar asas

>pembuktian terbalik ini segera dijadikan kebijakan resmi negara, ada satu hal

>yang kiranya perlu kita renungkan bersama. Yakni, sikap kita terhadap para 
>koruptor.

>Berupayalah untuk tidak menaruh respek kepada mereka yang melakukan korupsi.

>Itulah resep yang disampaikan Pascal Couchepin, Konsuler Federal sekaligus

>Menteri Dalam Negeri Swiss (Kompas,

>29/10/2005). Di negara yang dikategorikan Transparency International sebagai

>“bersih dari korupsi” itu, begitu ada yang korup langsung dimusuhi. Kalau dia

>pegawai negeri, maka akan dibenci seluruh rakyat. Untuk menjadikan sebuah

>negara bersih dari korupsi, menurut Couchepin, membutuhkan waktu. ”Akan tetapi,

>suatu hal yang utama adalah jangan pernah berkompromi menghadapi korupsi dan

>jadikan korupsi sebagai musuh bersama,” ujarnya. ”Di Rusia tindakan korupsi

>kini banyak berkurang, karena para koruptor langsung dikirim ke Siberia,”

>katanya lagi.

>

> 

>

>    

>Bagaimana di Indonesia? Bukankah umumnya kita justru bersikap

>sebaliknya: menghormati koruptor? Anehnya, bahkan, mereka yang pernah dihukum

>karena tindak pidana korupsi pun masih dielu-elukan bak pahlawan seperti

>terlihat dalam kasus mantan Wali Kota Medan Abdillah. Contoh konkret lainnya

>terlihat dalam kasus (almarhum) mantan presiden Soeharto. Meskipun oleh PBB, 
>Soeharto ditetapkan sebagai

>mantan pemimpin politik terkorup di dunia karena diduga kuat telah menggelapkan

>uang 15-35 miliar dolar AS selama berkuasa (1967-1998), namun hingga akhir

>hayatnya pun sangat banyak orang yang menghormatinya bahkan kemudian

>mengusulkannya untuk dikukuhkan sebagai pahlawan.

>

>     Mengomentari

>kasus korupsi Soeharto, Ketua Eksekutif Economic and Financial Crimes 
>Commission (EFCC) Nigeria Mallam

>Nuhu Ribadu pernah berkata: “Saya tidak melihat ada hal yang sulit dalam

>menangani kasus Soeharto. Masalahnya hanya soal kemauan politik. Juga perlu 
>orang

>yang berani untuk menangani kasus ini. Kasus Soeharto mirip dengan Jenderal

>Sani Abacha (mantan presiden Nigeria). Kita punya masalah sama: kita cenderung

>memberi hormat pada kepada orang yang justru tidak layak dihormati. Kamu

>melecehkan dirimu, kamu melecehkan kebijakanmu. Kamu punya kesempatan yang

>baik, tapi kamu membuat para pencuri itu tetap jadi pencuri karena

>kecenderungan itu. Ini masalah tentang manusia, jadi jangan ada toleransi bagi

>para koruptor itu. Bawa mereka ke depan hukum. Di Nigeria, kami menangkap para

>koruptor kakap dan ini membuat trickle down effect” (Tempo, 16/9/2007).  

>

> 

>

>     Pesan Couchepin dan Ribadu dalam

>rangka memerangi korupsi sangatlah jelas. Namun, mudahkah menerapkannya di 
>Indonesia,

>itu yang belum jelas. Sebab, harus diakui, umumnya kita cenderung menghormati

>mereka yang hartanya melimpah, tak hirau kekayaan itu didapat dari mana dan

>dengan cara apa.

>

>     Terkait mantan Wali

>Kota Medan Abdillah, boleh saja selama ini ia dikenal ”baik” terhadap banyak 
>pihak

>dan kalangan. Seperti yang dikatakan Kepala Lapas

>Sukamiskin Murdjito, bahwa selama di penjara Abdillah dinilai berperilaku baik.

>“Beliau suka membantu orang-orang, membagi-bagikan peci, sarung dan sejadah,”

>ujarnya. Namun, yang

>kita persoalkan bukanlah “kebaikannya” itu, melainkan justru ketidakbaikannya

>yang telah turut merusak dan merugikan negara dan bangsa ini. Kita patut

>memaafkan Abdillah. Tetapi, kita tak sekali-kali boleh melupakan korupsi yang

>pernah dilakukannya – karena tindakan tersebut merupakan kejahatan luar biasa.

>Atas dasar itu, sangat tak pantaslah jika kedatangan Abdillah selepas dari

>Lapas disambut begitu meriahnya, apalagi oleh pejabat dan wakil rakyat yang

>seharusnya memberi keteladanan kepada rakyat. Seharusnya Abdillah diberi

>hukuman lagi, yakni ganjaran sosial dari masyarakat. Bukan untuk

>mengucilkannya, melainkan demi membuatnya benar-benar sadar dan insyaf. 

>

> 

>

>* Dosen FISIP

>Universitas Pelita Harapan, pengamat sospol. 

>

>

>

> 

>

>

>

>  

>

>

>

>

>

>

>      

>

>[Non-text portions of this message have been removed]

>

>

>

>------------------------------------

>

>===========================================================================

>Lingkar Ilmuwan Sosial Indonesia (LISI) adalah forum untuk menggagas dan 
>mempertukarkan ide-ide baru serta mengembangkan ilmu pengetahuan sosial. Dalam 
>LISI, topik-topik diskusi ditinjau dan dianalisis dari beragam perspektif yang 
>memungkinkan proses pembelajaran secara kolektif demi pengembangan wawasan 
>anggota dan masyarakat Indonesia umumnya.

>===========================================================================

>1. Untuk berhenti berlangganan, kirimkan e-mail kosong ke:

>   lisi-unsubscr...@yahoogroups.com

>2. Untuk berlangganan, kirimkan e-mail kosong ke:

>   lisi-subscr...@yahoogroups.com

>3. Untuk menghindari penyebaran virus, pengiriman attachment file 

>   tidak dimungkinkan melalui milis ini.

>4. Bahasa Resmi LISI: Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

>5. Netters LISI diminta sebisa mungkin menghindari "posting a la chating".

>----------------------------------------------------------

>Dear LISIers...."you may disagree with somebody's way of thinking...but please 
>be careful of what you are writing in order not to hurt somebody's 
>feelings...".. The moderator is always wishing you an enjoyable and inspiring 
>discussion with LISI...:-) Selamat beradu argumentasi di tataran logika....:-)

>----------------------------------------------------------Yahoo! Groups Links

>

>

>





    
     

    
    


 



  







[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke