http://www.indomedia.com/bpost/062005/30/opini/opini1.htm


Mencari Solusi Kemiskinan Dan Pengangguran Dari Perspektif Usaha Mikro Dan Kecil
Oleh: Dudy Iskandar MBM PhD
Di tengah situasi ekonomi nasional yang sedang membaik, kita masih harus 
prihatin terhadap tingkat kesenjangan antara masyarakat sejahtera dan 
prasejahtera. Masyarakat di bawah prasejahtera atau sangat miskin juga tidak 
kalah banyak. Terbukti dari tragedi di beberapa daerah berpenduduk sangat 
miskin yang meninggal karena busung lapar, berbulan-bulan hanya makan 
umbi-umbian, bahkan ada yang terserang penyakit polio dan muntaber. Sungguh 
suatu ironi di masyarakat kita, karena sebagian dari mereka meninggal di tanah 
yang menjadi lumbung padi nasional.

Berbicara masalah kemiskinan tentu tidak lepas dari konteks pengangguran. 
Diskusi pengangguran tidak lepas dari golongan ekonomi penyandangnya. Pada 
akhir 2004, jumlah penduduk Indonesia 216,5 juta jiwa, dengan penduduk miskin 
mencapai 36,1 juta jiwa; sedangkan angka pengangguran lebih dari 21,6 juta 
jiwa. Sementara itu, angka sementara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per 
kapita menurut harga berlaku tercatat Rp10,6 juta. Atau dengan kata lain, 
pendapatan per kapita adalah Rp883,334 per bulan ekuivalen USD 93. Angka ini 
hanya sedikit lebih tinggi dari rata-rata nasional Upah Minimum Regional (UMR) 
yang berkisar Rp650.000 atau USD 68,50 per bulan.

Bahkan masyarakat golongan ekonomi lemah hingga lemah-menengah hanya 
berpendapatan (bukan dari 'bekerja tetap' dalam pengertian ketenagakerjaan) 
rata-rata sangat minim, yaitu antara Rp150.000 hingga Rp400.000 per bulan, dan 
sebagian besar nyaris tanpa jaminan sosial apa pun. Populasi mereka pun sangat 
besar, yaitu sekitar 3,7 juta jiwa. Dari sisi status gizi balita, pada 2003 
angka nasional mencatat gizi normal 69,59 persen, gizi lebih 2,24 persen dan 
sisanya adalah gizi kurang.

Angka pengangguran dan kemiskinan di atas tentu saja masih menyisakan banyak 
pertanyaan, terutama dari pengertian yang diadopsi untuk menghitung jumlah 
pengangguran dan penduduk miskin. Apabila diredefinisi sesuai standar 
ketenagakerjaan internasional, angka itu akan lebih besar. Pertanyaan segera 
yang mengemuka adalah bagaimana pemerintah (termasuk pemerintah daerah) 
menyikapi masalah ini?

Dari angka nasional di atas, penulis ingin fokus ke lingkup bahasan mikro 
propinsi yaitu Kalsel tanpa menghilangkan inti usulan solusi yang dapat juga 
digunakan untuk nasional. Hingga triwulan I 2005, penduduk Kalsel diproyeksi 
lebih 3,17 juta jiwa dengan persentase penduduk miskin sebesar 7,19 persen atau 
227.923 jiwa. Jumlah pengangguran, menurut proyeksi BPS Jakarta, adalah 7,67 
persen atau 243.139 jiwa. Sedangkan, menurut definisi pengangguran terbuka 
untuk usia 15 tahun ke atas oleh BPS Kalsel yang dikutip Disnakertrans Kalsel 
adalah 118.110 jiwa.

Jumlah pengangguran ini naik tajam dari 2003 sebagai imbas, antara lain 
penurunan volume usaha industri perkayuan. Dengan PDRB per Kapita akhir 2004 
sebesar Rp7,7 juta, maka rata-rata penduduk Kalsel hanya berpendapatan 
Rp641.667 per bulan. Angka ini sedikit di bawah rata-rata nasional UMR. Dari 
sisi status gizi balita Kalsel, per 2003 tercatat gizi normal 64,61 persen, 
gizi lebih 2,60 persen dan sisanya adalah gizi kurang.

Solusi Kemiskinan Dan Pengangguran

Angka pengangguran dan kemiskinan yang saling berlomba perlu disikapi dengan 
melihat potensi perbaikan taraf hidup rakyat melalui konsep sederhana namun 
efektif. Perencanaan yang rumit biasanya hanya indah di kertas misi dan visi, 
tetapi sulit dilaksanakan karena terlalu tinggi. Oleh karena itu kita perlu 
membuatnya lebih sederhana. Yang diperlukan hanya kemauan (pemerintah). Selain 
itu, mengingat kemampuan finansial penduduk miskin dan penganggur yang 
terbatas, maka penggerakan ekonomi mereka akan lebih efektif apabila diarahkan 
ke sektor usaha mikro dan kecil, termasuk sektor informal.

1. Manajemen Sektor Informal

Sektor informal biasa dianggap sebagai pengotor jalanan dan ketidaktertiban 
kota. Di hampir setiap sudut dan jalan kabupaten/kota, warung tenda dan kios 
membuat pemandangan yang sama sekali tidak indah. Belum lagi sampah yang 
dibuang sampai ke tengah jalan raya. Suatu realita masyarakat yang harus 
dibenahi.

Secara luas, sektor informal adalah kelompok/individu masyarakat yang mencari 
nafkah di sektor yang tidak langsung dikelola (dibina, dibiayai, dinikmati 
hasilnya) oleh anggaran pemerintah bukan subsidi. Termasuk dalam sektor ini 
adalah seluruh usaha rumah tangga, individu dan kelompok yang tidak berupa unit 
usaha terdaftar. Misalnya, usaha toko atau kerajinan rumahtangga.

Dari sisi ekonomi, secara agregat mereka menyediakan jasa yang signifikan yang 
tidak disajikan oleh sektor formal. Dari segi kewajiban, posisi mereka sama 
dengan usaha lain. Misalnya, dari retribusi lapak, keamanan dan kebersihan. 
Oleh karena itu keberadaan mereka cukup penting. Perlu dilakukan pemerintah 
adalah mengelola keberadaan mereka sehingga keindahan, keasrian dan keamanan 
kota tidak tercemar karena ketidaktertiban. Bahkan seharusnya mereka didaftar, 
sehingga tidak melakukan kegiatan usaha di setiap pinggir jalan. Bagi usaha 
rumah tangga seperti rumah warung dan rumah toko, juga perlu dilakukan penataan 
sesuai peruntukan suatu wilayah.

Pengalaman berbagai kota di dalam dan luar negeri, manajemen sektor informal 
dikategorikan sebagai alternatif solusi terbaik dari sisi pengurangan 
pengangguran dan kemiskinan yang secara relatif tidak dapat didekati oleh 
percepatan penciptaan tenaga kerja formal. Bahkan sektor informal diangkat 
sebagai salah satu sumber atraksi pariwisata eksotik di suatu wilayah dengan 
pengelolaan berciri khusus.

Pemberian lahan khusus berupa area publik (mal terbuka) yang ditata asri adalah 
salah satu solusi terbaik. Mereka direlokasi ke sana untuk mengisi mal makanan 
dan atau kerajinan di bawah pengelolaan profesional kelompok masyarakat usaha 
atau pemerintah. Mereka tidak harus berusaha sepanjang hari, melainkan dapat 
bergantian dengan sektor formal lain. Misalnya, siang merupakan jalan umum bagi 
usaha perdagangan menengah-besar dan malam untuk sektor informal. Tentu akan 
lebih baik, apabila pemerintah dapat menyediakan lahan terbuka penuh waktu.

Contoh dari pendekatan area publik terbuka adalah Blok M Mall Jakarta, Kya-Kya 
Surabaya, mal serupa di Yogyakarta, Medan, Bandung, Semarang. Sedangkan di luar 
negeri, antara lain dapat dilihat di Venus Junction, Singapura; Nacht Mart, 
Frankfurt, Jerman; Evening Market, Hong Kong; Pat Phong, Bangkok, Thailand.

Pengelolaan sektor informal dapat diintegrasi dengan sektor formal pariwisata. 
Misalnya, paket half-day atau one-day tours dengan beragam objek termasuk 
wisata air dan kunjungan ke sentra industri kerajinan, atau paket wisata air 
sore hari dan diakhiri dengan free hours ke mal makanan dan cinderamata. 
Integrasi ini berakibat efek pengganda ekonomi yang cukup besar, termasuk 
ketenagakerjaan.

2. Pengembangan Sentra Dan Pembinaan Usaha Mikro Dan Kecil

Saat ini di 11 kota/kabupaten di Kalsel terdapat lebih 703.000 UMKM (Usaha 
Mikro, Kecil dan Menengah) dari berbagai sektor ekonomi dan sebagian besar 
masuk kategori sektor informal. Dari jumlah itu, 99 persen termasuk kategori 
Usaha Mikro dan Kecil. Sektor perdagangan mikro dan kecil termasuk makanan 
lebih dari 166.000 unit usaha, dan sektor industri kecil lebih dari 62.500 unit.

Meskipun secara teori, kategori usaha mikro beraset hingga Rp100 juta per tahun 
dan usaha kecil dari Rp100 juta hingga Rp1 miliar per tahun, namun rata-rata 
omzet pengusaha mikro per hari hanya berkisar Rp50.000 hingga Rp3,54 juta, 
terutama di kota besar. Sedangkan kategori usaha kecil beromzet sekitar 
Rp570.000 hingga Rp14,8 juta per hari, juga terutama di kota besar.

Masalah yang mengemuka pada pengembangan usaha mikro dan kecil, antara lain 
adalah kesulitan dalam teknis produksi, pemasaran, modal, dan manajemen usaha 
termasuk keuangan. Di sisi Pemerintah, pendekatan kebijakan kepada sektor usaha 
mikro dan kecil secara paripurna masih jauh dari memadai. Upaya pemprop dan 
kabupaten/kota untuk memberi bantuan dana guna menunjang permodalan, tidak 
cukup efektif karena sering tidak disertai peningkatan know-how pengusaha. 
Mereka membutuhkan lebih banyak keterampilan untuk mengatasi masalah pada awal 
paragraf ini.

Di lain pihak, pengusaha mikro dan kecil kurang memiliki eksposur mengenai kiat 
berusaha yang baik, termasuk mengelola uang dan menyusun manajemen produksi 
mereka. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah benar-benar mengelola 
pengusaha mikro dan kecil ini secara profesional. Ini menjadi kewajiban 
pemerintah, karena ekonomi berbasis kerakyatan memang sedang tumbuh dan perlu 
ditangani serius. Untuk itu, pembangunan sentra industri kecil perlu dilakukan 
di kabupaten/kota dengan tenaga ahli untuk pemberian bantuan teknis. Hal 
seperti ini dilakukan di banyak kota di Jawa, dan mereka mendapat dukungan dari 
pengusaha lain yang menampung hasil produksi mereka.

Contoh terbaik dalam manajemen Usaha Mikro dan Kecil berskala internasional, 
adalah bagaimana pemerintah RRC mengangkat sektor ini menjadi penyumbang devisa 
ekspor yang besar bagi negara. Sebelum kompleks gedung WTC New York hancur pada 
peristiwa 9/11, hasil kerajinan dalam bentuk cinderamata di setiap sudut objek 
wisata di AS didominasi produk RRC. Tidak heran apabila mayoritas cinderamata 
yang dibeli di AS, sebenarnya bukan diproduksi rakyat AS sendiri.

Dua hari setelah gedung WTC hancur, negara yang menangguk uang terbesar di 
tengah hiruk-pikuk suasana di AS adalah RRC. Pemerintah RRC memanfaatkan 
sentimen nasionalisme rakyat AS dalam bentuk produksi barang bertema simbol 
nasionalisme, seperti bendera AS segala ukuran, replika gedung WTC di dalam 
kotak kaca, hiasan dinding dan sebagainya. Belum lagi kursi-sofa bertema ukiran 
Indonesia berbahan kayu Indonesia tetapi berlabel Made in China dan diproduksi 
dengan dimensi yang sama. Hujan barang kerajinan RRC ke AS menjadikan RRC 
sebagai pemain utama dalam ekspor hasil kerajinan Usaha Mikro dan Kecil di luar 
negeri. Pelajaran ini sangat valid ditiru, sebagaimana RRC pun meniru hasil 
kerajinan Indonesia. Langkah ini dilakukan pula oleh Taiwan, Thailand, Korea 
dan saat ini datang pemain baru, Vietnam.

3. Program La Trabajo

Program La Trabajo merupakan pembangunan berbasis kerakyatan (Bahasa Spanyol, 
La Trabajo berarti kegiatan berbasis kerakyatan) yang diterapkan oleh Argentina 
dan Mexico dan diakui secara luas termasuk oleh IMF dan Bank Dunia. Konsep 
program ini adalah membangun dengan melibatkan lebih banyak masyarakat umum di 
wilayah/kantong kemiskinan. Pemkab/kota mengkoordinasi pembangunan 
infrastruktur/suprastruktur yang diusulkan oleh komite komunitas suatu wilayah 
(dewan kota/kecamatan) untuk beberapa waktu tertentu.

Dengan demikian, dalam kurun waktu tersebut masyarakat di sekitar proyek 
memperoleh penghasilan sehingga tingkat pengangguran dapat ditekan. Program ini 
juga diterapkan di AS di saat ekonomi sedang lesu sehingga tingkat pengangguran 
bertambah. Pada situasi ini pemerintah kota mendengar usulan komite komunitas 
suatu borough (kecamatan) dan melibatkan kontraktor setempat untuk 
membangun/memperbaiki sarana kota. Program seperti ini pernah dilakukan di 
Indonesia dengan nama Proyek Padat Karya, tetapi kini jarang terdengar lagi.

Konsep program semacam La Trabajo dapat diterapkan di Kalsel seperti halnya 
saat ini di Kebumen, Jawa Tengah. Program ini secara berkesinambungan dapat 
memacu partisipasi aktif komunitas di suatu wilayah dengan pemerintah. Efek 
pengganda ekonomi yang dihasilkan tidak hanya berasal dari pembangunan 
infrastruktur/suprastruktur sendiri, tetapi juga Usaha Mikro dan Kecil 
masyarakat yang akan tumbuh dari pembanguan itu. Hasil akhir yang diperoleh 
adalah, selain penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan 
masyarakat, juga dukungan masyarakat kepada Pemerintah.

Sudah waktunya kita membangun dengan konsep yang jelas untuk memajukan negeri 
dan menyejahterakan rakyat. Semoga.

Pengamat ekonomi dan pariwisata,
tinggal di Banjarmasin
e-mai: [EMAIL PROTECTED]




[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke