http://www.shnews.co/detile-6344-saya-lapar-di-negara-kaya-raya.html

'Saya Lapar di Negara Kaya Raya'' 
Jenda Munthe | Selasa, 14 Agustus 2012 - 14:28:50 WIB



(SH/Jenda Munte)Kemerdekaan adalah milik orang kaya dan punya jabatan. 
Indonesia, semenjak kemerdekaannya, terus menunjukkan kemajuan demi kemajuan. 
Tanahnya yang subur dan kaya akan hasil alam adalah karunia yang belum tentu 
dimiliki negara lain. 

Begitu juga Jakarta sebagai ibu kota negara menunjukkan kemajuan pembangunannya 
dengan gedung-gedung pencakar langit. 

Hasil alam, kemajuan pembangunan, dan segala yang dimiliki negeri ini adalah 
hasil jerih payah para pejuang dalam mempertahankan Indonesia dan 
mengantarkannya kepada kemerdekaan. 

Sayang, di 67 tahun kemerdekaannya, tidak semua rakyat merasa bahwa mereka 
merasakan kemerdekaan mutlak, yang semestinya dimiliki sejak Indonesia merdeka. 
Banyak di antara mereka tidak bisa merasakan kemakmuran, tidak bisa makan 
kenyang atau sekadar tidur nyenyak. 

Beberapa di antara mereka harus tetap hidup terpuruk dan lapar, meski tanahnya 
kaya dan subur. Ada juga mereka yang terpaksa tidur berbalut debu dan lumpur di 
kolong jembatan, meski di kanan kirinya berdiri kokoh bangunan-bangunan megah 
dan mewah. 

Mereka tidak merasa menikmati hasil kemerdekaan yang diperjuangkan para 
pendahulunya. Bahkan, mereka mengaku tidak merdeka dan merasa bahwa kemerdekaan 
hanyalah milik sebagian orang. Hal itu salah satunya diungkapkan Inah, seorang 
pemulung yang tinggal di Kampung Jembatan, Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, 
Jakarta Timur. 

Nenek berusia 50 tahun ini mengeluhkan pahitnya hidup di negeri ini. Dalam 
keadaan sulit, ia harus berjuang memungut satu demi satu sampah di jalan yang 
ia anggap dapat menghasilkan. 

Mulai dari botol atau gelas air mineral, barang-barang terbuat dari plastik dan 
logam, ia kumpulkan agar bisa dijual untuk makan. "Itu pun kalau cukup, 
terkadang tidak cukup. Nah, saya lapar di negara kaya raya ini, apa iya saya 
bisa bilang saya merasa merdeka," keluh Inah. 

Amarahnya semakin memuncak saat tempatnya bermukim habis dilalap api. Terlebih 
setelah beberapa hari peristiwa kebakaran yang menghanguskan rumah dan harta 
bendanya itu, ia tak mendapat solusi apa pun di mana ia akan tinggal dan 
bernaung. 

"Sekarang saya nggak punya tempat tinggal lagi, hidup di kolong langit, hidup 
sengsara begini. Apa iya saya bisa merasa merdeka," keluhnya lagi. 

Inah berpendapat, selama puluhan tahun tinggal di Jakarta, tak sekalipun ia 
merasakan kemerdekaan itu. Ia beranggapan bahwa kemerdekaan hanyalah milik 
mereka yang berpenghasilan banyak dan memiliki jabatan di pemerintahan. 

Kepahitan yang dijalani Inah pun dirasakan wanita paruh baya bernama Partini. 
Wanita yang juga berprofesi sebagai pemulung ini benar-benar tidak memiliki 
bangunan rumah untuk tinggal. Ia selama ini tinggal di kolong jembatan tertutup 
yang pengap, bahkan minim cahaya. 

Layaknya tikus yang tinggal di selokan, ia menjadikan labirin gelap itu sebagai 
tempatnya bernaung. Selama tinggal di Jakarta, tak sedikit pun ia pernah 
merasakan hangatnya selimut dan kasur yang empuk. 

Bagi Partini, kondisi hidup yang ia rasakan bukanlah harapan hidup yang ia 
damba-dambakan. "Ya paling tidak bisa makan tepat waktu, dan punya rumah yang 
layak. Lah saya tinggal di kolong gelap begini, hidup susah. Mau dibilang 
merdeka, ya saya sama sekali nggak merasa," ucapnya. 

Ia mengatakan, kondisi hidup yang dialaminya sangat jauh dari perhatian 
pemerintah. Karena itu, sampai saat ini, kemerdekaan tidak pernah ada, 
mengingat baginya kemerdekaan berarti kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia 
yang semestinya diwujudkan para pemimpinnya. 

Penghuni kolong yang sama, Iskandar, mengungkapkan sisi lain dari keberadaannya 
di kolong tersebut. Ia mengungkapkan, sebelum tinggal di kolong tersebut ia 
mengontrak di sebuah rumah di kawasan Cawang. 

Sayang rumah tersebut digusur karena alasan pembangunan. "Karena saya hanya 
berprofesi sebagai pemulung, penghasilan saya tidak cukup buat cari kontrakan 
lain. Sejak itu, selama puluhan tahun saya tinggal di kolong ini," ujar kakek 
berusia 75 tahun ini. 

Di usianya yang kian senja, sesekali ia masih tetap memulung dengan membawa 
gerobak ke sejumlah tempat di Jakarta Timur. Semua itu ia lakukan hanya untuk 
dapat makan dan terus bertahan hidup. 

Kini, kesedihan ia rasakan, saat sejumlah petugas dari Pemprov DKI menyampaikan 
pesan ke sejumlah penghuni kolong tersebut bahwa mereka harus hengkang dari 
sana. "Dulu saya ke sini karena digusur, sekarang mau digusur lagi. Lah saya 
mau ke mana lagi, apa ini yang namanya merdeka," ujarnya. 

Menariknya, meski Iskandar hanyalah seorang pemulung, pengetahuannya cukup 
luas. Ia banyak bercerita mengenai perebutan kekuasaan di negeri ini yang 
menurutnya berjuang demi perut masing-masing, hingga lupa akan rakyatnya. "Saya 
kan dengar radio. Saya tahu banyak pejabat yang korupsi. Karena itu orang-orang 
seperti kami terus bertambah miskin dan terlupakan," tuturnya. 

Iskandar juga mengaku tahu bahwa sebenarnya pemerintah memiliki kewajiban untuk 
menyejahterakan rakyatnya. 

Karena itu, dengan segala kesulitan hidup yang ia alami, ditambah dengan 
minimnya perhatian yang ia rasakan, ia mengatakan tak sedikit pun ia merasa 
merdeka. "Waktu saya kecil saya tahu Bung Karno membacakan proklamasi, 
kemerdekaan yang saya ingat hanya itu," katanya. 

(Sinar Harapan) 



BERITA TERKAIT 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke