Kepada Yth: Moderator
Kami mengharap izin dari moderator untuk sekiranya
meloloskan posting ini agar di masa mendatang ketika
proyek ini semakin luas berguna bagi banyak orang;
tindakan plagiat, copy&paste contek menyontek dlsb
dapat dihindari sehingga kami bisa lebih fokus pada
penelitian kami yang bisa digunakan oleh masyarakat
umum bukan sekedar untuk kaum pe-monopoli standart
akademis saja seperti perkembangan ilmupengetahuan
yang umum terjadi di Indonesia… Thx Vincent Liong

E-BOOK dapat didownload secara Cuma-Cuma di:
<http://groups.yahoo.com/group/komunikasi_empati/files>





Deklarasi Ilmu Baru Kompatiologi
e-link:
<http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/16550>

Ditulis oleh: Drs. Juswan Setyawan <[EMAIL PROTECTED]>
 

        Pada tanggal 20 Juli 2006, penemu logika dan
praxis Komunikasi Empati, Vincent Liong, dalam artikel
Mukadimah mengumumkan berdirinya ilmu baru
Kompatiologi. Kompatiologi tegas-tegas menolak
dikategorikan sebagai ranting dari Ilmu Komunikasi
maupun ranting dari  Ilmu Biologi atau Ilmu Psikologi.


        Dalam diskusi lepas dengan pakar sosiologi Dr.
Hubertus Ubur, seorang dosen Sosiologi pada Unika
Atmajaya dan Gunadharma, terungkapkan fakta bahwa
semua cabang Ilmu Pengetahuan secara organik dan
sosiologis dimulai dengan dan dari suatu Konsep yang
secara evolusioner barulah kemudian dikembangkan dan
diperkaya dengan berjalannya waktu oleh tokoh yang
berbeda-beda secara piramidal. Tidak ada cabang Ilmu
Pengetahuan yang begitu timbul telah terbentuk secara
sempurna dan sekali jadi. Metodik dan sistematika –
bahkan Nama resmi dari suatu ilmu baru selalu
dikembangkan lebih hilir dalam kontinuum waktu
perjalanan eksistensinya. Zaman dan kondisi telah
berubah total dan segalanya menjadi semakin instant
sehingga tidak ada salahnya justru dilakukan hal yang
justru sebaliknya yaitu memberi nama baru kepada
Komunikasi Empati ini sebagai Ilmu Kompatiologi.
Sifatnya yang dominan praxis membuat Ilmu Kompatiologi
dengan nama ataupun tanpa nama, walau dengan nama
apapun ilmu Kompatiologi telah terbukti dapat dikuasai
dan telah diterapkan secara individual ke dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan dan bidang profesi di
dalam masyarakat seperti kedokteran umum, kedokteran
hewan, kedokteran gigi, salesmanship, dsb.


        Pada abad ke 15 misalnya belum ada yang
namanya ilmu Sosiologi, ilmu Anthropologi, ilmu
Manajemen, ilmu Psikologi apalagi Ilmu Teknik
Informasi dan Telematika. Tetapi ilmu-ilmu seperti
ilmu Filsafat, ilmu Hukum, ilmu Kedokteran relatif
lebih tua dan sudah terbentuk sejak abad-abad pertama
tarikh Masehi. Ilmu filsafat sendiri, menurut Dr.
Hubertus Ubur pada awalnya sama sekali bukan ilmu
melainkan melulu rumusan hasil refleksi tentang
hakekat zat dan tentang apa itu makna kebenaran. Orang
mengamati fenomen atau gejala alam seperti api, air,
angin  dan ingin mencoba memahami dan merumuskan
hakekatnya. Semestinya hal-hal seperti itu termasuk
Ilmu Fisika namun pada awal mulanya semua ilmu
berpangkal pada Ilmu Filsafat, karena semua ilmu
selalu bersifat mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti the “WHAT” dan
“WHY” serta kemudian diikuti ‘HOW”. Kata filsafat itu
sendiri berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu
‘philia’ dan ‘sophia’, yang masing-masing berarti
‘cinta’ dan ‘kebenaran’, sehingga filsafat ialah ilmu
yang mencintai kebenaran - tetapi mana ada ilmu
pengetahuan formal yang membenci kebenaran?  Filsafat
juga tidak dibangun oleh satu orang karena selain nama
Socrates yang kerap disebut-sebut dan dianggap bapak
Ilmu Filsafat karena dipaksa minum racun akibat
penemuan barunya itu, kita juga mengenal nama-nama
seperti Plato, Stoa, Euclides dsb. misalnya.

Ilmu Theologia juga baru timbul setelah orang-orang
dari pelbagai zaman mempelajari ajaran-ajaran agama
yang diturunkan ke dunia ini dari sudut pandangan
tertentu yang serba theo-sentris. Dan pada gilirannya
ilmu Moral baru terbentuk kemudian mengikuti ilmu
Theologia.


        Bila kebanyakan ilmu pengetahuan memerlukan
waktu yang sangat panjang dan lama untuk perumusan dan
pengembangannya, maka Kompatiologi akan memerlukan
waktu yang relatif lebih pendek karena didukung oleh
mereka yang pakar dalam bidang-bidang penerapannya
masing-masing. Kompatiologi pada hakekatnya bukan ilmu
teori umum melainkan lebih bersifat ilmu terapan
secara praxiologis.  Maka dari itu kompatiologi secara
langsung serta merta telah dapat diterapkan ke dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan, namun para pakar
dari ilmu pengetahuan yang bersangkutanlah yang akan
berkontribusi untuk mengembangkan Ilmu Kompatiologi
itu sendiri.  Misalnya, Cornelia Istiani, M.Si.
seorang strata dua Ilmu Psikometri bertugas merumuskan
dasar-dasar psikometrik daripada ilmu Kompatiologi.


        Apakah deklarasi ini terlalu dini, terlalu
ambisius dan terlalu bombastis? Bukanlah tugas penemu
ilmu Kompatiologi itu sendiri untuk menjawabnya.
Justru para pemerhati, peminat dan partisipan dalam
ilmu Kompatiologi, mereka itulah yang akan
melaksanakan tugas-tugas sekunder seperti itu.

Hal ini dapat dipermudah dan dipercepat - menurut Dr.
Hubertus Ubur yang pakar mengenai sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan disorot dari ilmu Sosiologi.
Dasar-dasar teoretik, metodik serta metode
pengembangan dari ilmu Kompatiologi sedang disusun
dalam waktu yang tidak terlalu lama mengingat
dasar-dasar ilmu Kompatiologi itu sendiri baru
dirumuskan tiga bulan sejak medio April 2006 yang
lalu.  Dengan atmosfir yang sangat kondusif dan
terbuka karena arus deras globalisasi dan luasnya
cakupan teknik-teknik telekomunikasi dan sibernetika
maka garis waktu dapat “dilipat” menjadi sangat
pendek. Sama seperti dua titik terminal suatu garis
lurus yang digambarkan pada selembar kertas dapat
dipertemukan dengan cara melipat kertas tersebut dan
menempatkan kedua titik terminal itu pada satu posisi
yang sama.


        Pada hari Jum’at, 21 Juli 2006, telah diadakan
presentasi dan diskusi kelompok di ruang rapat Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumangara dengan para dokter dosen - antar generasi
- membahas selama tiga jam penuh tentang kemungkinan
aplikasi ilmu Kompatiologi ke dalam sistem pendidikan
Ilmu Kedokteran. Walaupun terlalu pagi untuk
menerapkan ilmu ini dalam skala umum dan menyeluruh
namun hampir semua partisipan menganggap –
setidak-tidaknya tidaklah menolak bahwa ilmu
Kompatiologi sebagai sesuatu yang baru, unik dan
menarik, yang mungkin memang sesuatu yang selama ini
sedang dicari-cari untuk turut menyempurnakan
kurikulum Fakultas Kedokteran. Hal ini justru karena
praktek komunikasi yang empatik sudah merupakan suatu
“conditio sine qua non” bagi para praktisi zaman
sekarang yang benar-benar menginginkan terbentuknya
suatu relasi interpersonal yang mampu menghasilkan
output yang mutual dan maksimal.


      Mang Iyus
(Drs. Juswan Setyawan)
Jakarta, Sabtu, 22 Juli 2006

E-BOOK dapat didownload secara Cuma-Cuma di:
<http://groups.yahoo.com/group/komunikasi_empati/files>




MUKADIMAH
Komunikasi Empati sebagai Payung dari Cabang Ilmu di
dalam-nya…
e-link:
<http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/16525>

Ditulis oleh: Liong Vincent Christian / Vincent Liong



Pendahuluan


        Saya merasa kurang bilamana saya tidak
menceritakan apa yang akan saya tuliskan dalam esai
ini. Sebenarnya saya tidak mau / menghindari diri
untuk menulis hal-hal tentang Komunikasi Empati
(KomPati). Bagi saya masterpiece terbaik saya bulankah
dari tulisan-tulisan saya baik tentang KomPati atau
karya-karya saya sebelumnya yang sekedar
‘aplikasi’(menerapkan kemampuan / ilmupengetahuan /
metodologi tertentu yang saya kuasai) selalu
subjective dan individualistis karena memang saya
penulis yang bercerita hal biasa tentang hidup saya
sendiri yang oleh karena tulisannya menjadi suatu hal
yang menarik. 


        Masterpiece dari karya saya menurut karya saya
sendiri adalah bagaimana keberhasilan saya,
mentranformasi proses mengalami dan menghayati
pengalaman-pengalaman dalam petualangan-petualangan
yang saya alami menjadi basic sistem sederhana tetapi
bukan kacangan yang bisa dipahami, dijalani dalam
hidup siapa saja tanpa terkecuali yang berniat dan
tulus untuk mengalami petualangan sejenis dalam
kehidupannya sendiri, yang tentunya akan tetap sebagai
hal yang unique, individualistis yang melekat pada
orangnya masing-masing, sebagai senimannya untuk diri
sendiri. 

Banyak seniman tulisan seperti Pramoedya Ananta Tour
yang belum lama meninggal dunia, pelukis seperti
Leonardo Da Vinci, atau ilmuan seperti Carl Gustav
Jung dan Sigmund Freud yang dimana setelah si tokoh
utama meninggal dunia karyanya hanya menjadi kenangan
untuk dibahas, diperbincangkan dan dikritisi. 


        Memang banyak ahli bergelar sesuai standart
bermunculan mulai dari ahli sastra, ahli seni lukis
sampai ahli Psikologi, tetapi ahli-ahli ini hanya
menjadi seorang discoverer seperti anda yang menonton
discovery channel menonton apa hal yang sebenarnya
sudah ada, sekedar anda sedikit lebih tahu dari
sebelum anda menontonnya. Jarang sekali dari kalangan
para ahli ini yang benar-benar menjadi inventor
menemukan sesuatu dari ketidaktahuan samasekali, tanpa
punya kesempatan untuk menonton dari televisi atau
membaca buku atau mengikuti seri kuliah sehingga
karena banyak mendengar dalam standart tertentu
dianggap lulus. 

Yang menjadi masalah, menonton itu beda dengan
mengalami proses pengalaman pencerahan atas suatu
pembentukan karya seni tsb. Kita tidak menonton
discovery channel atau national geograpic soal
Leonardo Da Vinci misalnya dimana Da Vinci sendiri
yang bercerita di sana. Bilamana demikian pun,
seberapa detail pengalaman seumur hidup tsb bisa dia
ceritakan dalam sebuah seri film dokumenter yang
durasinya kurang dari satu atau dua jam.

Apalagi bilamana si pencerita bukan orang yang sama,
sudut pandang bisa saja berbeda, bahkan alat penilai
dan pemetaan bahasa yang digunakan untuk menceritakan
sudah tentu berbeda. Misalnya dalam fakultas Psikologi
kita menemui Sigmund Freud dan Carl Gustav Jung.
Kuliah Psikologi, hanya bersifat menceritakan
discovery atau bahkan gawatnya malah seperti pelajaran
sejarah dimana kronologis dan point-point hasil akhir
penemuannya saja yang dibahas, proses pembentukan yang
sedikit-semi sedikit itu tidak dibahas. Yang lebih
gawat lagi, sistem berpikir mendasar yang dipakai
untuk membahas ilmupengetahuan warisan Sigmund Freud
dan Carl Gustav Jung jelas berbeda dengan sistem
mendasar yang Freud dan Jung gunakan. Freud dan Jung
adalah ilmuan yang basic ilmunya bersifat pengertian
proses keseluruhan pengalaman (memori base) yang
sifatnya lebih konstan, misalnya soal
Psikoanalisa-nya. Sedangkan sistem mendasar yang
digunakan oleh hirarki Psikologi adalah sistem
stimulus & response (reward & punishment / right &
guilt feeling).


        Hal ini sama seperti bilamana kita membahas
sebuah kapal yang melepas jangkarnya di tengah laut
yang dalam. Bilamana kita menggunakan sistem pemikiran
mendasar yang base on stimulus dan response, maka yang
dibahas adalah frekwensi gerak badan kapal akibat
hempasan gelombang dan tiupan angin. Bilamana kita
menggunakan sistem pemikiran mendasar yang base on
pengertian proses keseluruhan pengalaman (memori
base), maka yang kita nilai adalah letak kapal
terhadap garis lintang dan bujur bumi yang tetap
karena kapal tsb tertambat di satu tempat tertentu
karena adanya jangkar. Bilamana kita membahas letak
kapal terhadap garis lintang dan bujur bumi dengan
memperhatikan frekwensi gerak kapal akibat angin dan
gelombang saja maka tentu data hasil penilaian yang
diperoleh akan jelas salah.

Dalam Psikologi, sistem berpikir mendasar yang berbeda
ini membuat Psikoanalisa dianggap sulit dipelajari dan
digunakan sehingga tidak / jarang dipakai di dunia
Psikologi. Lalu mengapa Psikologi masih memonopoli
bahwa Psikoanalisa Sigmund Freud dan Carl Gustav Jung
adalah bagian dari ilmu Psikologi?



Blok Barat atau Blok Timur 
  

        Dulu saya ketika diceritakan di kelas sejarah
soal blok barat dan blok timur, saya tidak begitu
mengerti dan membenarkan saja ketika diceritakan soal
perang antara Kapitalis VS Komunis. Dulu ketika
mendengar cerita mereka, saya dengan gampang bisa
menganggap Komunis itu jahat. 

Hal itu berubah ketika saya hidup bersama anak-anak
dari aparat kedutaan Korea Utara di Jakarta yang makan
pagi bersama saya 5 hari dalam seminggu selama 2
tahun. Saya baru mengerti bahwa perbedaan sistem
pemikiran mendasar tsb mempengaruhi banyak hal.
Ilmupengetahuan itu sifatnya seperti hirarki dari satu
akar bisa tumbuh beberapa batang dan dari setiap
batang bisa tumbuh ranting yang lebih kecil dan lebih
kecil lagi,demikian seterusnya. Bagaimana kita bisa
membahas, berusaha mengerti dan menguasai suatu
ranting bilamana aturan main, sistem pemikiran
mendasar yang digunakan dari akar atau batang berbeda.


        Kalau kita lihat dari pemimpin negara sosialis
seperti misalnya Kim Il Sung dan Mao Zedong maka
tampak di data sejarah bahwa mereka memiliki ikatan
yang kuat dengan agama Kristen. Tetapi mengapa mereka
kok menjadi musuh blok barat dan cenderung
dipropagandakan sebagai atheis? Rupanya cara mereka
menghayati Yesus berbeda dengan cara blok barat.
Ilmupengetahuan logis yang saat ini kita gunakan
awalnya dikembangkan oleh gereja-gereja Katholik.
Mengapa gereja yang seharusnya mengurus agama mengurus
ilmu?! Ada dua cara memahami Yesus; Memahami Yesus
berdasarkan kitab suci yang dipilih berdasarkan
kesepatakan politis, diantara yang ada dan ‘sebagian
besar lainnya dimusnahkan’ (seperti nasib gospel of 
Judas, Gospel of Maria Magdalena, dlsb). Atau sekedar
menghidupkan tokoh Yesus sang mesias dengan menerapkan
ajaran cinta kasih dalam keseharian kita. 

Jadi kita bisa menganggap Yesus itu jauh di sana
sebagai hal yang bersifat iman (intuitive) yang tidak
bisa kita capai tetapi seperti orang yang bisa kita
lihat dari jauh yang bisa melihat kita dari jauh. Maka
dari itu yang ada di depan mata kita dan dapat kita
jamah adalah hal-hal logis seperti kenyataan bahwa
ilmupengetahuan logis yang saat ini kita gunakan
awalnya dikembangkan oleh gereja-gereja Katholik.
Dalam pembahasan ilmupengetahuan-nya maka
pembahasan-nya hanya menganggap kerja otak kiri
(logika) yang penting dan mengabaikan hal yang
berkaitan dengan otak kanan (intuitive).
Ilmupengetahuan diamati seperti kita menonton
Discovery Channel di TV Cable yang dimana harus ada
jarak yang memisahkan antara penonton, ilmu, penemunya
dan penerusnya.

Kita juga bisa menganggap Yesus sebagai manusia yang
hidup sebagai sesama dan secara inheren menitiskan
dirinya, ada di sekitar kita melalui tokoh pemimpin
kita, orang yang kita kagumi atau bahkan ayah dan ibu
kita. Bilamana pemahaman yang dipilih seperti ini maka
hal logis dan hal intuitive tidak kita tabukan untuk
hadir bersama-sama dalam kehidupan kita sehari-hari.
Pembahasan tentang Tuhan juga tidak lagi sekedar tokoh
mitos melainkan orang biasa yang masih hidup dan ada
di sekitar kita. Dalam pembahasan ilmupengetahuan-nya
maka pembahasan dan penerapan sistem pemikiran dasar
sejak kecil hingga kita dewasa secara seimbang
mendalami kerja otak kiri (logika) dan otak kanan
(intuitive). Ilmupengetahuan dialami tiap prosesnya
dimana individu sebagai inventor, dikembangkan dan
disebarluaskan dalam bentuk system cell kecil seperti
keluarga, Yesus dengan dua belas rasulnya, dengan
ranting-ranting (murid-murid dari tiap rasul) yang
membentuk kelompok independent sendiri-sendiri.



Penutup


        Kembali ke soal KomPati, maka dari itu dalam
tulisan ini saya menekankan bahwa saya tidak setuju
bilamana KomPati disebut sebagai bagian dari ilmu
Psikologi atau ilmu yang lain yang base on sistem
pemikiran dasarnya blok barat (stimulus & response
base). Psikologi berdasarkan makna dasarnya sebenarnya
tidak salah, tetapi Psikologi sebagai hirarki,
organisasi ilmu. Saya tidak ada kebencian secara
pribadi. Yang menjadi masalah adalah tindakan itu
hanya akan menghalangi perkembangan ilmu Komunikasi
Empati, seperti halnya ilmu Psikoanalisa Sigmund Freud
dan Carl Gustav Jung termonopoli oleh keorganisasian
Psikologi, tetapi terhambat perkembangannya dan
cenderung akan salah dimengerti sehingga tampak sulit,
mistik dan tidak berguna.    


        KomPati akan kami kembangkan secara
independent sebagai ilmu yang memiliki akarnya sendiri
dengan batang dan ranting-ranting yang telah tumbuh
atau akan tumbuh di kemudian hari yang tetap berpijak
para aturan main, sistem pemikiran mendasar akar yang
sama. Kami membuka kesempatan untuk ilmu kami
digunakan di institusi-institusi dan bidang keilmuan
yang telah ada dengan persyaratan bahwa dalam
penggunaan dan pengembangannya, sistem pemikiran
mendasar kami tidak diubah-ubah agar sesuai hirarki
yang meminjam hasil kerja kami. Bilamana tetap
dipaksakan, maka tidak akan mampu mendapatkan manfaat
atau tidak secara benar menggunakan ilmupengetahuan
yang menjadi cabang ilmu dari KomPati. Bisa saja hanya
mereduksi efisiensi ilmu ini atau malah samasekali
tidak memberikan hasil apa-apa. 

Note: Untuk keberhasilan penggunaan dan pengembangan
Komunikasi Empati maka Mukadimah ini wajib dibaca,
dimengerti dan dijalankan dengan baik.


ttd,
Liong Vincent Christian / Vincent Liong
Jakarta, Rabu, 19 Juli 2006



Definisi 

Mukadimah = Landasan yang paling mendasar yang
memberikan arti untuk segala kegiatan yang dilakukan.
Segala macam hal bisa diubah tetapi mukadimah tidak
bisa diubah. Bilamana mukadimah diubah artinya
semuanya bubar. 





Undangan Bergabung di maillist
[EMAIL PROTECTED]
[EMAIL PROTECTED] 


Netters,

Telah dibentuk milis baru dengan nama
[EMAIL PROTECTED]
[EMAIL PROTECTED] 
e-link:
<http://groups.google.com/group/komunikasi_empati/about>

<http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati>

Tujuan pembentukannya ialah sebagai wadah untuk
berdiskusi segala aspek yang berhubungan dengan
Komunikasi Empati. Kami yakin bahwa bidang
spesialisasi baru dalam Ilmu Komunikasi ini akan
menjadi ‘trend setter’ untuk masa-masa dekade yang
akan datang karena manusia pada dasarnya ingin
diperlakukan sebagai manusia dan bukan sebagai
pesakitan atau nomor belaka. Segala bidang ilmu
humaniora yang berhubungan dengan manusia akan
dipengaruhi oleh logika dan komunikasi empati ini.
Kami yakin benar akan hal itu.

Milis baru ini adalah milis yang serius dan mengundang
para pemerhati dan peminat yang serius pula untuk
bersama-sama mengamati, mempelajari, mencermati,
mengasuh serta mengembangkan bayi yang namanya
Komunikasi Empati ini. Walaupun milis ini bersifat
unmoderated dan terbuka untuk oublik namun hanya
tulisan-tulisan yang berhubungan dengan bidang
Komunikasi Empati yang akan ditayangkan. Tulisan yang
bersifat ‘out of context’ akan diabaikan. Hal ini
dimaklumkan di muka untuk mencegah salah pengertian
yang tidak perlu yang mungkin dapat timbul di kemudian
hari.

Terima kasih atas perhatian dan tanggapan positif
kawan-kawan. Selamat datang di rumah kita yang baru.

ttd,
Moderator,

Juswan Setyawan




Sekilas Sejarah Komunikasi Empati
 
Dua bulan yang lalu saya sama sekali tidak tahu menahu
seluk beluk apapun tentang Komunikasi Empati.
Segalanya dimulai setelah saya mengikuti Seminar
dengan Vincent Liong sebagai pembicara tunggal tetapi
yang dibantu oleh rekan setianya Leonardo Rimba
berjudul “Logika dan Komunikasi Empati”. Seminar
setengah hari itu diadakan di ruangan kuliah pasca
sarjana Universitas Sahid.
 
Konsep komunikasi saya tahu, Empati saya juga tahu.
Tetapi bila kedua kata itu disambung jadi satu maka
konsep saya mengenai hal baru itu ternyata belum ada.
Kemudian saya diajak – bahkan sedikit ditantang - oleh
Vincent Liong untuk menulis sesuatu tentang Komunikasi
Empati tersebut. Saya bingung juga harus mulai dari
mana dan membahas soal apa? Memori saya tentang
Komunikasi Empati masih vacum – kosong blong - dan
saya harus mulai mengerahkan segenap energi batin saya
untuk memulai proyek idealis ini.
 
Saya berdiskusi dengan Vincent tentang bagaimana harus
mulai. Saya terpikir akan Kitab Kejadian di mana
dikatakan “bumi belum berbentuk dan kosong: gelap
gulita menutupi samudera raya, dan roh Allah
melayang-layang di atas permukaan air...”
Dari situ saya menarik kesimpulan bahwa segala sesuatu
apapun rupanya dimulai dari “kekosongan” yang tanpa
bentuk dan tanpa wujud dan yang chaos. “In principium
erat verbum...” Pada mulanya adalah kata-kata... atau
logos. Semuanya masih gelap gulita artinya tidak ada
petunjuk apapun, tidak ada titik terang sedikitpun
yang dapat dijadikan pedoman. Kegelapan itu sifatnya
tak terbatas, ibaratnya samudera raya yang entah di
mana ujung pesisirnya karena tidak tampak dalam
kegelapan itu. Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air...  yang melayang-layang itu tentunya
adalah “elemen angin”. Anginlah yang akan membawa
kata-kata seperti angin pula yang menerbangkan
daun-daun ke mana-mana.  Maka dari itu kami sepakat
bahwa Komunikasi Empati harus dimulai dengan
menorehkan kata-kata pada Kitab Angin.  Tidak mungkin
kami mulai dengan Kitab Tanah seperti ilmu-ilmu yang
sudah mapan - berikut institusi-institusinya yang
sudah mengkristal dan tidak sedikit yang sudah membatu
bahkan merapuh seperti bangunan kuno; ilmu yang sudah
memiliki fundamen yang kokoh bagi sosok bangunannya
dan bagi perluasan ruangan-ruangannya.
 
Secara berkala kami terus berkomunikasi dan
berdiskusi. Begitu ada ide langsung ditangkap dan
dituangkan dalam tulisan dan dikirimkan ke milis.
Kadang-kadang dalam satu hari dapat ditulis lebih dari
satu artikel sesuai dengan deras lambatnya arus
inspirasi yang masuk. Maka dari itu tulisan-tulisan
tersebut tidak menunjukkan adanya sekuens yang pasti.
Kadang-kadang timbul ide tentang empati dan di lain
waktu tentang dekonstruksi dan sebagainya. Perhatikan
saja tanggal yang tertulis di bawah setiap posting
yang tidak urut dengan sistematika pasal-pasalnya. Ada
tulisan yang sangat belakangan tetapi “terpaksa”
diposisikan pada bagian awal buku tersebut.  Maka
terjadilah semacam “growing e-book’ yang setiap saat
muncul ranting yang baru pada pokoknya entah di
sebelah sisi yang menghadap ke mana.
 
Namun, akhirnya kami merasa apa yang tertulis sudahlah
cukup. Elaborasinya akan dilanjutkan dalam Kitab Tanah
yang lebih berbobot, medalam dan dilengkapi
kepustakaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Lain
halnya dengan Kitab Angin yang berfungsi sebagai semi
entertaining sehingga ditulis secara naratif dalam
bahasa pop. Sementara itu Kitab Api juga sedang
ditulis. Artikel-asrtikelnya bersifat panas membakar.
Melakukan bermacam-macam dekonstruksi. Baik tentang
institusi dan fungsi ilmu psikologi, termasuk perilaku
pakarnya; tentang Oedipus Complex; tentang post-V;
tentang legenda dan mithos Nabi Musa;  terakhir baru
sampai V-Abject...
 
Sesuatu yang terasa sangat ketinggalan ialah Kitab
Air.  Tetapi kita semua sama-sama dapat memakluminya.
Memang sudah sifat “elemen air” untuk “menunggu dengan
sabar” sampai saat yang tepat untuk menimbulkan
“gelombang tsunami” atau “banjir bandang”.
 
Jakarta, 28 Juni 2006.
Mang Iyus


Silahkan bergaung juga pada beberapa maillist kami
yang lain diantaranya:
* [EMAIL PROTECTED], 
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/join 
[EMAIL PROTECTED], 
* [EMAIL PROTECTED], 
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/join
 



Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com 


posting : psikologi_net@yahoogroups.com
berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED]
ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED]
keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED]
----------------------------------------
sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di 
http://psikologi.net
---------------------------------------- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke