Ramadhan di Tunis: Kampanye Massal Anti Jilbab dan Janggut

Publikasi: 12/11/2003 10:12 WIB

Gelombang anti jilbab kini mulai menguat di Tunis, sebuah negara mayoritas Islam di Afrika Utara. Para Muslimah diculik dan ditangkap lalu dipaksa untuk melepaskan jilbab. Sementara mahasiswinya dilarang ikut kuliah, kecuali dengan tanpa jilbab. Awal Ramadhan ini, Menteri Kesehatan Tunis bahkan mengeluarkan perintah larangan jilbaber dan pria berjanggut terlibat dalam kegiatan rumah sakit, baik itu dokter, perawat maupun pasien.

Menanggapi kondisi itu, ratusan advokat dan tokoh politik Tunis meminta kepala negara Tunis Zainal Abidin untuk segera menghentikan berbagai serangan dan teror yang terus berlanjut terahdap sejumlah Muslimah Tunis yang memakai jilbab. Dalam pernyataan yang ditandatangani lebih dari 100 advokat dan aktivis HAM, disebutkan, "Muslimah Tunis yang berjilbab sejak awal tahun telah dilarang bekerja dan dilarang masuk sekolah dan perguruan tinggi. Aparat keamanan juga disebutkan melakukan teror tanpa alasan hukum mereka memaksa melepaskan jilbab dengan pemukulan bahkan caci maki kotor. Lebih memilukan lagi, aksi paksa melepaskan jilbab itu dilakukan di hadapan suami dan keluarga para Muslimah. Aparat keamanan lalu meminta agar para Muslimah itu tidak mengenakan jilbab lagi.

Menurut ratusan tokoh Tunis itu, apa yang dilakukan aparat keamanan dan berbagai instansi bisnis serta pendidikan atas Muslimah berjilbab, adalah sebuah tindakan berbahaya yang tidak menghormati kemerdekaan individu disamping tidak sesuai dengan hukum yang berlaku secara internasional.

Asosiasi Organisasi HAM Tunis juga mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam dengan adanya berbagai pelanggaran HAM berupa pemaksaan bagi Muslimah untuk melepaskan jilbab. Menurut Asosiasi Organisasi HAM di Tunis, kepada Islamonline, berbagai tindakan keamanan, perusahaan dan perguruan tinggi itu sama sekali tidak sesuai dengan undang-undang internasional dan menghalangi hak orang dalam mengenakan pakaian saat belajar."

Tekanan terhadap Muslimah berjilbab bertambah kuat lagi setelah Menteri Kesehatan Habib Mubarak, mengeluarkan intruksi baru pada awal Ramadhan ini kepada pengelola rumah sakit agar melarang para dokter dan perawat dan pasien yang mengenakan jilbab atau berjanggut.

Beberapa kasus pemaksaan pelepasan jilbab antara lain dialami oleh Ahlam Dani (45). Ahlam menceritakan dirinya ditangkap secara tiba-tiba oleh aparat keamanan berpakaian sipil. Ia kemudian dipaksa untuk melepaskan jilbab selama ia berada di wilayah keamanan Sawiqah, yang terletak di jantung ibukota Tunis.

Ada lagi kisah dari seorang mahasiswi bernama Basmah Ghazi (23). Ia menceritakan langsung kepada Islamonline, bahwa ia dilarang masuk kuliah dan dipaksa untuk melepaskan jilbabnya sementara agar jilbab tidak mempengaruhi hasil kuliahnya. "Saya yakin bahwa seruan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Tinggi terhadap para Muslimah berjilbab adalah kezaliman besar yang belum pernah dilakukan bahkan oleh negara-negara Barat sendiri. Ini adalah pekerjaan kelompok-kelompok tertentu yang gagal memerangi Islam di Tunis, dan mereka hanya mempunyai cara untuk memerangi Muslimah berjilbab," kata Ghazi. (na/iol)

 

 

<<attachment: image001.gif>>

<<attachment: image002.jpg>>

____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke