Bagi dunsanak yang ingin mamdapaik file langkok silahkan hubungi ketua FORKOMMI
Aulia

[EMAIL PROTECTED]

Dewis, 34

www.cimbuak.com
#Kampuang Nan Jauah Dimato Dakek Di Jari#
 
 

Perspektif Hukum

oleh  Saldi Isra, SH, MPA

(Dosen Hukum Tata Negara UNAND,

Ketua Forum Peduli Sumatera Barat)

 

            Pada kesempatan ini akan membicarakan tentang, sanksi hukum atas tindak pidana korupsi, mengatasi besarnya  kewenangan  legislatif,  yudikatif dan eksekutif, dan apa  yang bisa ditawarkan.

Ada hal yang harus dikaji sebelum membahas persoalan diatas, yakni tentang konteks, kita harus mengerti konteks persoalan terlebih dahulu.

Sebagai ilustrasi, apalah arti penyelewengan  uang sebesar Rp 20 milyar dibandingkan uang trilyunan pada zaman orba, terdapat semacam  pembenanran atas tindak korupsi yang dilakukan. Namun, sekecil apapun penyelewengan harus diwaspadai, disamping kita ini adalah termasuk daerah busung lapar sehingga kita harus lebih kritis, uang tersebut sangat besar artinya., Belum lagi DPRD yang meminta uang pesangon, ini cara legislatif untuk memanipulasi hukum untuk mendapatkan uang. Korupi di Sumatera Barat harus diributkan. Adanya mobil dinas yang harganya setengah dari PAD, banyakny mobil dinas, membuat peluang adanya penyelewenangan, dari dana operasional mobil tersebut

Penegakan hukum dalam teori dipengaruhi banyak hal:

1.      Substansi hukum,

Apakah cukup baik untuk menjerat semua pelaku korupsi? apakah proses sudah fair? Saya melihat substansi hukum sangat  bermasalah, walaupun telah ada perubahan, ada substansi yang dapat meloloskan pelaku. Akbar Tandjung bebas karena terdapat ketentuan hukum yang meyebabkan dia bebas, yakni karena dia mnjalankan perintah atasan. Apakah karena dia menjalakan perintah dan dia tidak bisa dihukum, maka logika hukum tidakada Alasan untuk membebaskannya berimplikasi terhadap kasus korupsi yang terjadi di Sumatera Bara, dan semakin memberi kesempatan untuk munculnya para koruptor baru

            2. Penegak hukum

 Terjadinya semacam persaingn dalam  menangani kasus korupsi, baik antara pihak kepolosian, kejaksaan, ditambah lagi dengan KPK. Kasus di Payakumbuh, dipecah dua pihak yang menyelesaikannya, rebutan lahan basah untuk menyelesaikan kasus. Hakim sangat mudah untuk di intervensi pihak lain. Kasus korupsi yang terjadi di Sumatera Barat  masih sangat bertele-tele Yang paling dominan adalah substansi hukum dan penegak hukum

 

Menjelaskan faktor tersebut dalam menjelaskan kasus korupsi yang terjadi seperti kasus yang menimpa di DPRD Padang, Mentawai dan DPRD ditempat lain. Problem dari substansi pendirian hukum DPRD dan diluarnya, Apa kewenangan  forum peduli Sumbar?, siapa yang diwakili?  Namun siapa yang peduli dengan kasus Sumbar, murni atas keprihatinan atau ada sesuatu dibaliknya?

Perbedaaan pendirian hukum, perubahan mata anggaran harus berdasarkan PP105,  secara patut, bagaimanakah yang patut itu???? Padahal orang Sumbar hidup dalam kemiskinan. Dalam tulisan korupsi dinegeri busung lapar, akan terdapat relasi kekuasaan antara  legislatif dan eksekutif. DPRD memiliki kekuasaan politik, sedngkan kekuasaan keuangan ada pada eksekutif.. Mereka akan menukarkan kekuasaan yang mereka miliki. Sewaktu  Kepala Daerah akan menyampaikan laporan pertanggungjawabannya ada indikasi akan ditolak DPRD. Hal ini membuat Kepala Daerah cemas, dan akan  memicu terjadi permainan di belakang layar. Eksekutif gampang dalam menghabiskan uang, padahal orang mendapatkannya dengan susah payah. Dengan keadaan ini yang bisa ditawarkan? Dapat dilakukan dengan  dua hal, yang pertama adanya akuntabilitas institusi di daerah. Pengadilan Negeri harus membuat membuat annual report, laporan tahunan disetiap jenjang pengadilan, dengan didiskusikan. Kedua, akuntabilitas individul, hakim harus mempunyai pertanggungjawaban secara individu. .Memberikan kesempatan pada hakim untuk menjelaskan mengapa membebaskan suatu kasus atau tidak. Kasus sensitif harus ada telaah mendalam atas kasus tersebut. Sehingga ada pemikiran yang jernih atas keputusan itu. Dan bisa dijadikan proses pembelajaran. Kedepankan akan dilksanakan pemilihan Kepala Daerah secara langsung, kita dapat menentukan siapa nantinya akan menjadi Kepala Daerah.. Mendiskusikan secara luas bagaimana calon gubernur dan walikota dipilih. Sumbar adalah daerah pertama yang akan  melaksanakan pemilihan gubernur secara langsung. Daerah Padang Panjang bisa saja jadi piranti mencegaf eksekutif dan legislatif  melaksanakan korupsi. Ada peluang yang bisa dimanfaatkan walaupun hanya kecil. Hanya sedikit anggota DPRD yang tidak mau mnerima gaji diluar ketentuan. Jika kasus korupsi besar gagal dibongkar bagaimana dengan kasus yang kecil, setiap generasi harus bisa terbuka dengan segala kelemahan, termasuk dilkalangan Perguruan Tinggi  sendiri,  misalnya di Universitas terdapat gelar doktor yang plagiat. Tidak hanya politisi yang busuk namun akademi juga ada yang busuk. Pemilihan langsung secara alamiah akan bisa menata hubungan  eksekutif dan legislatif.

 

Refleksi  Akhir dan Catatan Awal Tahun

Penegakan Hukum

 

Oleh: Iwan Satriawan , SH, MCL

Dosen FH Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Anggota Dewan  Etik Indonesia Court Monitoring  (ICM) dan Penasehat Lembaga Bina Kesadaran Hukum Indonesia

 

I. Pengantar

Baik buruknya sebuah bangsa bias dilihat dari kinerja dan mentalitas aparat penegak hukumnya dalam menegakkan hukum. Statemen ini tidak berlebihan karena fakta menunujukkan demikian. Indonesia, misalnya sebuah contoh yang relevan dengan pernyataan yang diatas. Keterpurukkan bangsa Indonesia di bidang ekonomi dan politik diakibatkan oleh beberapa factor, yang salah satunya adalah lemahnya penegakkan hukum. Oleh karena itu, Edgardo Buscaglia, dengan mengutip Adam Smith mengatakan bahwa kehancuran dunia ekonomi disebabkan oleh tidak sempurnanya hukum dan adanya ketidakpastian dalam penegakkannya. Pasca rezim Soeharto turun pun --yang disebut orde reformasi-- kondisi penegakkan hukum Indonesia juga belum menunjukkan perubahan yang menggembirakan. Tulisan dibawah ini akan lebih mengulas secara umum tentang evaluasi penegakkan hukum di Indonesia, masalah, dan kemudian prospeknya ke depan.

 

II. Realitas Penegakkan Hukum

Indonesian Court Monitoring (ICM) baru-baru ini melaporkan kasus Ny. Jacob yang diduga dalam proses peradilannya telah terjadi praktek mafia peradian yang  melibatkan aparat penegak hukum, seperti hakim dan justisiable-nya sendiri. Praktek mafia peadilan seperti ini tentu bukan hal yang  baru dan mengejutkan karena hal seperti itu telah banyak menjadi penyakit serius dikalangan aparat penegak hukum semenjak negeri ini ada.  Fenomena korupsi dikalangan para pegawai pemerintahan, misalnya juga merupakan akibat lemahnya penegakkan hukum. Suatu survey nasional mengenai korupsi di Indonesia membuktikan bahwa salah satu penyebab meruyaknya praktek korupsi adalah karena lemahnya penegakkan hukum. Parahnya lagi, hasil survey tersebut juga menunjukkan bahwa 2/3 dari responden tersebut pernah terlibat dengan praktek suap dan mereka menganggapnya sebagai  hal yang tidak menimpang (Bambang Widjayanto, 2003).

 

Jadi,  praktek mafia peradilan dan korupsi adalah muara antara mentalitas korup para  penegak hukum dan pegawai pemerintahan serta penyakit sosia masyarakat yang suka jalan pintas dan menerobos rambu hukum. Hasilnya, bangsa Indonesia terseok-seok sampai saat ini dalam kubangan krisis ekonomi dan instabilitas politik.

 

 

III. Problem

 Reformasi, sayangnya --setelah 6 tahun berjalan-- belum mampu memperbaiki dan menterapi penyakit korupsi dan suap yang telah mewabah cukup lama tersebut karena lemahnya penegakkan hukum. Lemahnya penegakkan hukum ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, reformasi yang diawali dengan turunnya Soeharto ternyata tidak otomatis melahirkan pemimpin yang sepenuhnya mampu merubah keadaan secara signifikan. Habibie terlalu dihantui sejarah politiknya karena ia mantan orang  kepercayaan Soeharto. Walaupun Habibie telah banyak melakukan kebijakkan yang cukup baik, namun konstelasi poitik yang bergulir saat itu mayoritas tidak mendukungnya. Gus Dur sebagai pengganti Habibie yabg terpilih secara demokratis ternyata juga tidak mampu berbuat  banyak karena ia lebih banyak terjebak dengan mimpinya sendiri tanpa melihat kondisi realitas objektif masyarakat yang dipimpinnya. Demikian juga dengan Megawati, yang karena memiliki karakter kepemimpinan yang lemah sangat mempengaruhi performance dan kinerja para bawahannya secara keseluruhan. Sementara itu, anggota legislative hasil pemilu 1999 ternyata juga dijangkiti sindrom pejabat baru yang mulai lupa dengan agenda reformasi yang dulu mereka teriakkan. Dari legislative pusat sampai daerah, agenda serius yang muncul bukan keseriusan meyelesaikan problem ekonomi bangsa, kemiskinan, rendahnya pendidikan dan degradasi moral generasi muda., tapi justru masalah korupsi dan keinginan hidup mewah ditengah kemiskinan rakyatnya. Alhasil, agenda penegakkan hukum menjadi tidak terlalu mengedepan dan diperhatikan secara serius. Jadi, instabilitas politik karena lemahnya karakter para pemimpin sangat mempengaruhi langkah-langkah penegakkan hukum.

Kedua, pembusukkan dunia peradilan yang berjalan lama tidak serta merta terselesaikan oleh tumbang kekuasaan orde baru. Dunia peradilan sekarang ini mayoritas masih diisi oleh aparat-aparat penegak hukum hasil rekuitmen selama rezim orde baru yang terbukti bermental konservatif dan korup. Kita bias melihat wacana perubahan itu dari ketua Mahkamah Agung (MA), Bagir Manan, tapi sepertinya hal itu belum menjadi kesadaran kolektif aparat penegak hukum sampai level bawah. Idealitas yang dibangun ketua MA, belum menjadi idealitas aparat penegak hukum di level bawah karena mereka sudah terlalu lama terkukung oleh budaya konservatif dan korup selama rezim orde baru berkuasa. Untuk merubahnya, tentu tidak semudah seperti membalik telapak tangan.

Ketiga, sebagai konsekuensi dari tidak diurusnya pendidikan secara maksimal selama rezim orde baru, rezim ini telah meninggalkan sebuah kondisi masyarakat yang tidak terdidik secara unggul serta tercerahkan, sehingga dengan demikian kita belum memiliki masyarakat kritis yang mampu mengontrol proses penegakan hukum secara signifikan. Yang justru terjadi adalah sebaliknya. Masyarakat seringkali menjadi korban “pemerasan” oknum-oknum aparat penegak hukum yang korup tersebut karena mereka lemah secara pendidikan, miskin secara ekonomi dan jauh dari akses pengadilan. Di tengah masyarakat seperti ini, maka pengadilan adalah hasil permainan orang-orang kaya dan penguasa yang berkolaborasi dengan aparat penegak hukum yang korup.

Keempat, Melly G. Tan, seorang sosiolog, megatakan bahwa untuk memberantas praktek korupsi, maka harus diberantas sampai akar-akarnya, yaitu dengan memperbaikai system yang memproduk para koruptor tersebut. Lebih jauh sosiolog ini mengatakan bahwa sebenarnya korupsi sudah melanda Indonesia sejak tahun 1957 yang terdapat di semua tingkat dan mendapat perlindungan diam-diam dari mereka yang berkuasa. Ketika zaman Soeharto, malah muncul korupsi gaya baru yang berbeda dengan sebelumnya, yaitu the active participation of directors of some banks in organizing an illegal banking ring. Dalam kasus perbankan ini banyak terlibat orang-orang militer. Kesimpulannya, fenomena korupsi ini sangat banyak dipengaruhi oleh sifat kepemimpinan yang korup yang pada akhirnya menghancurkan sendi-sendi ekonomi bangsa (Melly G. Tan, 2003).

Jadi, korupsi di Indonesaia adalah fenomena sejarah yang lama mulai semenjak rezim orde lama, orde baru dan terus berkembang sampai rezim yang katanya orde reformasi sekalipun. Sulitnya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi ini adalah disebabkan oleh karakter kepemimpinan yang korup sehingga tidak bisa tegas dalam penegakan hukum. Kata orang Bugis, membangun dari bawah dan membersihkan dari atas. Inilah yang belum kita temukan dalam kepemimpinan bangsi ini sampai sekarang, sehingga penegakan hukum menjadi hal sulit untuk diwujudkan.

IV. Prospek

Dengan melihat beberapa hambatan dalam penegakan hukum di atas dan realitas kekinian pemimpin bangsa ini, maka prospek penegakan hukum ke depan dapat dikatakan masih suram mengingat persoalan kuncinya justru terletak pada faktor kepemimpinan bangsa yang lemah dan pembusukan dunia peradilan yang sudah parah. Untuk keluar dari lingkaran setan di atas, maka ada beberapa agenda mendesak yang perlu dicermati. Pertama,  perubahan ke depan harus dimulai dari atas, yaitu dari adanya pemimpin yang kuat, visioner dan berani memulai perubahan dari dirinya, keluarganya dan para kroninya. Penegakan hukum harus tanpa pandang bulu sehingga mampu memberikan shock therapy kepada bawahannya dan masyarakat umumnya.

Oleh karena itu, pemilu 2004 ini menjadi sangat strategis karena ia merupakan momentum yang penting untuk melakukan konsensus politik baru dengan para pemimpin politik negri ini. Komitmen penegakan hukum apakah terhadap kasus korupsi, pelanggaran HAM dan sebagainya harus menjadi salah satu alat political bargaining masyarakat dalam memilih pemimpin politik di masa datang karena penegakan hukum ini sangat dipengaruhi oleh contoh dari para pemimpin ini.

Kedua, perubhan signifikan berikutnya yang harus dilakukan adalah pembersihan dunia peradilan dari para mafia peradilan yang merusak dan menghambat terwujudnya penegakan hukum di Indonesia. Para pemimpin politik di eksekutif dan legislatif harus memperkuat tekanan kepada aparat penegak hukum melalui proses fit and proper test yang berkualitas dalam memilih dan merekrut aparat penegak hukum seperti hakim-hakim di MA. Sayangnya, perubahan ketiga UUD 1945 tidak menyebutkan bahwa seorang hakim agung dapat di-impeach oleh MPR jika terbukti melanggar pasal-pasal impeachment di dalam perubahan ketiga tersebut, sebagaimana terjadi di Amerika.

Ketiga, harus ada akselerasi kualitas dan pemerataan pendidikan masyarakat sehingga mereka mampu menjadi a critical mass yang mampu mengawal proses penegakan hukum secara partisipatif. Gerakan anti korupsi yang telah dicanangkan oleh NU-Muhammadiyah bisa menjadi pemantik munculnya kesadaran baru bahwa penegakan hukum memang tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada aparat karena aparatnya sendiri harus dikawal dan dimonitor. Gerakan massif ditingkat massa ini bisa diperluas menjadi koalisi besar anti korupsi, anti pelanggaran HAM misalnya, yang melibatkan masyarakat, mahasiswa, LSM dan tokoh-tokoh lintas agama. Jika ini terjadi, minimal akan terjadi reduksi signifikan kecendrungan korup para pejabat di semua level karena banyaknya elemen masyarakat yang memonitor secara partisipatif.

Jika ketiga agenda-agenda besar di atas mampu dibangun dan disiapkan dari sekarang, maka ke depan prospek penegakan hukum bisa jadi akan terus menuju perbaikan secara bertahap dan signifikan.

Prof. Ahmad Safi’i Ma’arif mengatakan bahwa kehancuran bangsa ini sudah hampir sempurna. Kita berharap kekhawatiran ini tidak akan menjadi kenyataan yang lebih parah, yaitu kehancuran total masyarakat Indonesia. Sesungguhnya Allah S.W.T sudah memperingatkan manusia dari awal dalam Al qur’an surat Al A’raf ayat 2-4 yang intinya mengatakan bahwa betapa banyak negri yang telah kami hancurkan karena mereka tidak mengikuti tuntunan yang kami berikan. Wallahu A’lam Bishawwab.

 

Mengapa orang suka korupsi??kenapa karupsi sulit dihilangkan?? setelah reformi malah makin bertambah, terdapat desentralisasi karupsi sebesar-besaran. Penyebab korupsi, terdapat kecenderungan matrelialistis dikalangan pemimpin. Syukurlah apabila jadi pemimpin, banyak terdapat kemewahan.. Kemungkinan menzolimi orang banyak peluannya bila jadi soerang pemimpin, korupsi mengakibatkan menurunkan kualitas pelayanan publik. Sistem pendidikan baik dikeluarga, formal dan non formal yang meracuni kita dengan pandangan hidup yang matrelialistis, bagaimana menbongkar sistem yang melahirkan koruptor, sistem itu adalah pendidikan. Korupsi berasal dari atas, membersihkannya pangkas dari atas. Dengan hukum yang berat, bila ada korupsi yang luar biasa dihukum mati sekalian, seperti yang terjadi di Cina. Karena memberi dampak yang luar biasa. Liat dulu pada jumlahmya, apabila berpengaruh pada negara, anak terlantar, dan lain-lain. Mencegahkerusakanlebih baikdari pada memperbaikannya..

 

 

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah

  1. Konsensus antara kita dan pemimpin legislatif  dan eksekutif

siapkah mereka untuk hidup sederhana? dan mengeluarkan gajinya untuk mereka yang miskin?? Umar diangkat jadi kalifah dalam keadaan yang porak poranda, hartanya disedekahkan pada Baitul Maal. Umar bisa merubah negara yang porak poranda dan bisa mengembalikan keadaan sampai pada pogram pengentasan kemiskinan, hingga sampai-sampai susah mencari pihak yang berhak menerima zakat, dan harus diberikan pada tetangga negara tersebut

2.  Pembusukkan praktek dunia peradilan

      lembaga pemantau peradilan, karena mengabiskan tidak bisa, agar orang tidak semaunya. Pembusukan tersebut sudah sangat parah, mediasi saja untuk kasus perdata. Karena untuk kasus ahli waris, bila dibawa kepengadil ahli waris dapat bertambah dengan hakim, pengacara,dll.

3 .solusi

Bersihkan dunia peradilan, karena sudah seperti lingkaran setan. Kita tidak punya benteng untuk menahan lajunya korupsi, diperlukan usaha yang besar untuk menberants masalah itu.

 Produk hukum yang ideal

·        Titik keseimbngan antara aspirasi religius dan masyarakat.

·         Memfasilitasi masyarakat untuk berkembang. Sifat hukum harus melindungi hak-hak dasar manusia, melindungi jiwa, pikiran, agama dan keyakinan yang tepat,  keturunan,  dan melindungi harta

 

 

 

 

 

 

____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke