Assalamu'alaikum wr.wb.,

Paralu juo dibaco (masih dari Panji Masyarakaik);

Wassalamu'alaikum wr.wb.,

Lembang Alam

Soal Konglomerat
 

Saking jengkelnya kepada konglomerat “hitam”, kroni Soeharto pula, yang memeras 
keringat rakyat lewat berbagai praktek dagang, Sumitro Djojohadikusumo menjuluki Jalan 
Sudirman sebagai “The Boulevard of the Former Smugglers” alias Bulevar dari Para Bekas 
Penyelundup. Istilah ini diplesetkan dari sebuah lagu berjudul The Boulevard of Broken 
Dreams. Dari ujung ke ujung sepanjang jalan utama di ibu kota negara itu, memang 
berdiri gedung-gedung pencakar langit yang mewah, yang dimiliki oleh para konglomerat 
zaman Soeharto. Hampir seluruhnya dibangun dengan biaya gila-gilaan dari kredit bank. 
Perusahaan yang dibesarkan para konglomerat tadi lewat praktek bisnis bernuansa 
kolusi, korupsi, dan nepotisme itu kini amblas, meski pemiliknya belum tentu bangkrut. 
Bahkan tidak mustahil mereka makin kaya karena pintar memutar duitnya saat krisis mata 
uang terjadi dan US$ melangit!

Kekesalan Sumitro--profesor ekonomi penyandang julukan “Sang Begawan”--itu dimuat 
dalam buku Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, sebuah biografi.  Ekonom yang pernah 
melansir angka kebocoran dana pembangunan sebesar 30% saat berlangsungnya Kongres 
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia 1993 itu, menyebutkan komersialisasi jabatan sebagai 
salah satu penyebab kebocoran anggaran. Kebocoran terbesar terjadi  pada sektor 
industri berat, baja, dan penerbangan, pula industri teknologi tinggi. Praktek 
penggelembungan (mark-up) kredit meliputi pula industri petrokimia seperti Chandra 
Asri. Ini memang bukan rahasia lagi. Tak ada  megaproyek yang diliputi kontroversi 
sejak lahir sebanyak Chandra Asri. Bahkan sampai hari ini pun proyek bikinan 
konglomerat Prajogo Pangestu itu masih jadi sumber kontroversi.  Keputusan 
pemerintahan Abdurrahman Wahid menyelamatkan (bail-out) proyek Chandra Asri membuat 
nuansa KKN antara penguasa dan pengusaha yang marak di era Soeharto kini berulang.

Masih di buku itu, Sumitro menceritakan kisah nyata soal praktek penggelembungan yang 
dilakukan keluarga Cendana ini, merujuk kepada klan mantan presiden Soeharto, membuat 
putranya, Letjen (Purn.) Prabowo Subianto yang notabene menantu Soeharto, dimusuhi 
keluarga mantan presiden itu. Misalnya dalam pembelian helikopter, yang harga aslinya 
US$1 juta, oleh Mamiek Soeharto, putri mantan presiden ini, ditawarkan seharga US$4 
juta. “Prabowo berkomentar sinis bahwa itu bukan mark-up lagi, tetapi sudah penjarahan 
namanya,” tutur Sumitro.  Kasus lain ketika hasil-hasil pertanian ditataniagakan, yang 
menikmati keuntungannya bukan produsen, melainkan Bambang Trihatmodjo dan Tommy 
Soeharto. Di negeri yang kaya dengan hasil alam ini, minyak  dan gas bumi memang  
dikuasai dan dikelola  negara, tetapi pengangkutannya dikuasai oleh Bambang Tri dan 
Tommy. Hasil hutan yang menjadi kekayaan alam nomor dua dikuasai Bob Hasan. Proyek 
yang membutuhkan modal gede macam jalan tol dan pelabuhan, umpa!
manya, tidak ditenderkan.  Siapa yang dapat?  “Ya, Ciputra dan Tutut Soeharto,” kata 
Sumitro, gemas.

Kisah-kisah lama dalam buku Sang Begawan itu layak kita telusuri lagi.  Hari-hari ini, 
empat perusahaan dan proyeknya memicu kontroversi. Selain Chandra Asri yang telah 
disinggung di atas, ada proyek Tuban Petrochemical, Texmaco, dan Dipasena milik 
Sjamsul Nursalim. Silang pendapat soal program penyelamatan itu bahkan terjadi di 
kalangan pemerintah.  Ada proyek yang memang masih punya aset dan pemiliknya mau 
memberikan jaminan pribadi untuk melunasi utangnya kepada pemerintah.  Tetapi proyek 
lain, dengan alasan bermanfaat bagi masa depan ekonomi Indonesia sekalipun, sejak awal 
sudah jadi sumber penyakit dan bikin bangkrut bank pemerintah!

Pekan lalu, dalam pertemuan terbatas kelompok editor dengan Tim Gabungan Pemberantasan 
Korupsi (TGPK), ketua tim, Adi Andojo, mengeluhkan minimnya dukungan publik pada kasus 
praperadilan yang menimpa tim ini, atas gugatan dua hakim agung yang diduga melakukan 
KKN.  Ketika ditanyakan mengapa tim tak mengusut tuntas kasus yanng melibatkan 
konglomerat, dan justru mengobok-ngobok kasus yang melibatkan hakim agung, Adi 
mengatakan bahwa Mahkamah Agung sebagai muara pencari keadilan harus dibersihkan lebih 
dulu. “Dibanding kasus yang melibatkan konglomerat, nilai korupsi dua hakim agung itu 
mungkin kecil, cuma ratusan juta rupiah.  Tapi di tangan merekalah terletak masa depan 
hukum negeri ini,” kata Adi. Sikap itu kita benarkan.  

Itu pula yang membuat kita begitu gelisah melihat  kasus-kasus KKN baru yang terjadi 
saat ini, di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid.  Nilai duit yang terlibat dalam 
kasus Bulog, misalnya “cuma” Rp35 miliar.  Dibanding skandal Bank Bali yang sempat 
mengeruk duit penjaminan pemerintah Rp546 miliar, kasus Bulog tak ada apa-apanya. 
Kasus Brunei yang melibatkan duit “sumbangan pribadi” Sultan Brunei senilai US$2 juta 
dolar, tak ada apa-apanya dibanding “bantuan” Sultan yang sama kepada Mbak Tutut 
senilai US$75 juta. Namun, kedua kasus itu terjadi di bawah pemerintahan yang 
diharapkan membawa bangsa ini menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.  
Pemerintahan ini adalah pemerintahan koreksi.  Dipimpin oleh tokoh LSM, bahkan menko 
perekonomiannya pun aktivis LSM, yang pada masa lalu gencar menyuarakan antikorupsi 
dan gerakan prodemokrasi. Kasus Bulog, Brunei, Chandra Asri, dan kawan-kawannya 
hanyalah kasus yang melenting ke permukaan, yang dicurigai mendapatkan intervensi keku!
asaan presiden.  Pertanyaan besar lainnya yang menyeruak hari-hari ini adalah 
penundaan eksekusi hukum yang terjadi pada Tommy Soeharto dan Ricardo Gelael.  Adakah 
uang bermain pula di sini?  Apakah penguasa lagi-lagi memanfaatkan kasus ini sebagai 
sumber dana politiknya?  Wallahu’alam.

 

Uni Z. Lubis




------------------------------------------------------------
Free Web-email ---> http://mail.rantaunet.web.id
Minangkabau WebPortal ---> http://www.rantaunet.web.id



Mailing List RantauNet http://lapau.rantaunet.web.id
Database keanggotaan RantauNet:
http://www.egroups.com/database/rantaunet?method=addRecord&tbl=1
=================================================
Mendaftar atau berhenti menerima dari RantauNet Mailing List, kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email / Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
- mendaftar: subscribe rantau-net [email_anda]
- berhenti: unsubscribe rantau-net [email_anda]

[email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
=================================================
WEB-EMAIL GRATIS ... @rantaunet.web.id ---> http://mail.rantaunet.web.id
-------------------------------------------------------------------------------------------------
WebPage RantauNet http://www.rantaunet.web.id dan Mailing List RantauNet
adalah servis dari EEBNET http://eebnet.com, Airland Groups, USA
=================================================

Kirim email ke