----- Original Message -----
From: Miko A Mikardo <[EMAIL PROTECTED]>

> Evi,
> Atau memang kita tidak sependapat?? Rasanya Evi pernah merasakan
kekeluargaan yang sangat indah di Balerong kita ini dulu ditengah
diskusi-diskusi yang ada, sebelum tahun 1999 minus kasus Nadri dan  Jusfiq
:)
> --------
> MIKO
> -------

Ass.wr.wb,

Miko,  saya sudah 3 kali tele ke kantor tapi tidak pernah bersua. Sibuk
sekali si bos rupanya. Nanti siang akan saya coba lagi karena masalah
gamut@rantaunet belum selesai juga.

Perkara kita tidak sependapat dengan masalah posting di RN, tampaknya iya.
Tapi ini tidak mengurangi rasa berdunsanak kita kan?

Yah saya memang sempat merasakan bagaimana kental dan manisnya jalainan
berdunsanak yang terjadi di RN di masa lalu. Kalau skop pembicaraan hanya
dari hati ke hati sih, saya juga merindukan suasana seperti dulu.Tapi saya
menyadari bahwa hidup dalam suatu atmosfir dunia sosial yang terus berubah
kita kan tidak bisa kalau terus menerus menginginkan masa lalu harus terjadi
pada masa kini. Disini kita sedang berbicara tentang realitas. Pada tahun
1999 anggota RN hanya sekitar dua ratusan tapi sekarang sudah mendekati
1000. Tahun 1999  link RN belum terpampang di koran elektronik seperti
Mimbar Minang. Tahun 1999 sulit sekali menemukan RN di search engine kalau
kata kunci yang kita masukan hanya Minangkabau. Tapi ditahun 2002 hal-hal
yang terjadi di tahun 1999 apalagi dalam teknologi internet  tampaknya
kenangan itu hanya sebuah ketertinggalan belaka.

Itulah Mik, yang membuat saya tidak bisa terus menerus terpaku pada
kehangatan rasa berdunsanak yang menjadi ciri khas RN saat pertama kali
bergabung dulu. Tapi rasa hangat seperti itu bukan tidak mungkin terjadi
lagi asal setiap warga RN ini bisa menempatkan diri dalam sepatu orang lain.
Bentuknya sudah pasti berbeda dengan konsep rasa berdunsanak yang selama ini
kita pahami. Misalnya, jika ada orang yang tidak ingin diketahui identitas
aslinya coba saja saja pahami bahwa mereka pastinya punya alasan untuk
melakukan itu. Selama mereka tidak menggangu perasaan moral dan rasa
sopan-santun yang sudah jadi kesepakatan bersama dalam collective consience,
saya tidak melihat alasan mengapa mereka tidak bisa menjadi dunsanak kita?
Memang ada yang sedikit tidak biasa dari nama2 topeng ini. Mengapa mereka
lebih suka menggunakan  Esteranc Labeh dan bukannya J Dachtar misalnya. Atau
mengapa mereka menggunakan Urpas dan bukannya Evi. Kalau saja mereka
menggunakan nama Muhammad Ikhsan atau Nuraida Mustafa atau Hayatun Nisma
(maaf ya, Bun) saya rasa tidak ada yang mau repot-repot komplain bahwa itu
adalah manusia bertopeng.

So disini saya hanya mencoba mengakomodasi sebagai makhluk sosial yang sadar
pada perubahan sosial. Kalau dalam kehidupan empiris kita belum bisa
melakukannya mengapa tidak memulainya dari cara berpikir?

Itu saja ya, Mik.

Wassalam,

Evi







RantauNet http://www.rantaunet.com

Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===============================================
Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3

ATAU Kirimkan email
Ke/To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
-mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda]
-berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda]
Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
===============================================

Kirim email ke