Dua pasang Ayam Kapas itu datang sebagai hadiah dari seorang sahabat yang memiliki beberapa puluh jenis ayam di pekarangannya yang asri di Bogor. Begitu sampai di rumah kami, bulunya yang putih, lembut dan sedikit keriting seperti kapas yang baru panen di ladang2 Barizilia langsung membuat setiap penghuni rumah jatuh hati. Maka dibuatkanlah untuk mereka sebuah kandang bulat, cantik dari bambu dengan diameter setengah meter.
 
Kupikir cukup kejam juga mengurung empat ekor ayam dalam lingkaran sedemikian kecil. Tapi seperti kata Adit, jejaka tampan 9 tahun dengan kaca matanya yang selalu melorot; " Ayam tidak seperti mama yang suka protes!" Ya sudah, "Ayam tidak suka protes, honey. Tapi tahukah dirimu ayam punya bahasa sendiri protes."
"Katakan apa bahasa ayamnya?"
"Tunggu tiga bulan lagi"
 
So tibalah tiga bulan itu. Adit melupakan bahwa dia pernah minta bukti bahwa ayam punya bahasa sendiri untuk protes. Maka ketika ayam2 itu kulepas dipekarangan dan mereka tidak beranjak dari teritori setengah meter, kupanggil Adit untuk mendengar bahasa ayam. "Lihat sayang, ayam kita seperti buta. Mereka tidak melihat bahwa pekarangan kita cukup luas untuk main kejar-kejaran dengan sesamanya. Perhatikan betapa tenangnya mereka berputar-putar dalam lingkaran berdiameter setengah."
Si tampan itu terpana; "Jadi maksud mama itu lah bahasa ayam?"
 
"Honey, itu tidak sekedar bahasa ayam tapi ini adalah bahasa buana, bahasa yang lahir bersamaan dengan lahirnya alam semesta. Bahasa ini dipakai oleh pohon-pohon yang menghijau, dipergunakan oleh angin untuk membawa kabar pada gurun2 pasir yang tandus bahwa setelah beberapa tahun akan datang hujan dalam suatu siklus matematika. Cuma bahasa ini agak sedikit aneh sayang karena walaupun  bahasa cukup luas di pakai oleh penghuni alam semesta cuma sedikit saja yang mengerti bagaimana cara mempergunakannya.Kalau suatu hari kamu merasa tercebur pada suatu arus putaran dimana kamu mengerti tanpa mendengar atau melihat tanpa mempergunakan mata saat itulah kamu sedang mengunakan bahasa tersebut. Orang-orang yang menghiasi buku sejarah adalah mereka yang sedikit banyak bisa mempergunakan bahasa ini. Atau boleh juga kamu namakan bahasa itu sebagai intuisi." 
 
Terus tadi siang ada kejadian dengan Valdi si tampan lain penghuni rumah kami. Pulang sekolah dia tidak langsung mencopot baju seragam melainkan asyik memisahkan ayam2 jantan yang paling kencang berkokok dengan si ayam betina. Katanya; " si jantan ini harus di pisahkan karena dia mengahabiskan jatah makanan yang seharusnya milik betina."
"Loh mengapa harus dipisahkan? Kalau si jantan kenyang  yang betina juga kebagian nanti."
"Tidak bisa begitu dong, Ma! Kalau sedang makan ya makan sama-sama dong, masa yang satu harus menunggu yang lain kenyang dulu? Itu kan tidak adil. " Katanya sambil menjitak kepala si jantan yang memiliki jambul kelabu itu dengan sedikit gemas. Yah air cucuran atap memang tak bisa lari dari pelimpahannya. Bagus, Nak! Sadar gender memang harus dimulai dari sejak kecil.
 
Malam ini aku iseng dan teringat sepasang ayam yang merana karena berpisah kandang dengan pasangan masing-masing dan tiba2 kangen untuk menyilau mereka. Jongkok di muka pintu mereka, terpikir juga untuk menyatukan mereka kembali sebelum tiba-tiba aku mendengar satu dengkuran halus dari dalam kandang jantan. Tak lama kemudian terdengar dengkuran lebih halus dari kandang betina. Hening sejenak. Terus terdengar lagi dengkuran dari kandang jantan. Tak lama kemudian terdengar jawaban dari kandang betina. Ada yang aneh karena dengkuran jawaban itu tidak sama intonasinya! Untuk memastikan kupasang telinga lebih cermat. Tidak salah dari beberapa kali pertukaran dengkuran itu rupanya satu jantan di dalam kandang itu memenuhi syarat sebagai ego maniac. Dia mengirim pesan yang sama kepada kedua ayam betina yang berada dalam kandang yang sama. Kampret!
 
Alih-alih menyatukan mereka aku kunci kandang jantan biar dia tak bisa keluar dari sana untuk selamanya.
 
Evi
 
 

Kirim email ke