Sanak Armen dan Mak Darwin,
Menarik sekali diskusi ini sehingga kalau diizinkan saya ingin ikut sumbang 
pendapat karena kebetulan dalam tiga bulan terakhir ini (Mei-Agt 2012) ambo juo 
mengunjungi tempat-tempat yang sanak Armen sebutkan (Ambun Pagi, Matua serta 
Muaro Labuah, Solok Selatan) dan yang disebutkan Mak Darwin dalam 4 seri 
posting sebelumnya (khususnya Papua, Papua Barat dan Sulawesi Selatan).

1/
Ambo mangunjungi Ambun Pagi bersama Taufiq Ismail di sela-sela memberikan 
workshop penulisan novel bagi sastrawan muda Sumbar, di bulan Mei (pemateri 
utama selain TI adalah Darman Moenir dan Gus tf Sakai. Ambo sebagai pemateri 
tamu bersama Ahmadun Yosi Herfanda, Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian 
Jakarta). Apa yang diceritakan sanak Armen tentang Ambun Pagi itu juga ambo 
dengar dari beberapa sumber lain. Namun saat itu rasa prihatin nan ambo rasakan 
lebih pada kondisi kebersihan lingkungan yang rasanya "mustahil terjadi" pada 
masyarakat yang sejak kecil sudah diajarkan bahwa "kebersihan adalah sebagian 
dari iman". Tapi kenyataannya? Entahlah, seperti tak ada jejaknya lagi 
pelajaran agama (dan moralitas "eco-friendly") itu dalam keseharian masyarakat.

Barangkali, akibat prihatin dengan standar kebersihan itulah maka TI membuat 
"surau percontohan" IQRA' di daerah Sicincin (Jalan Raya Padang - Bukittinggi 
Km 45), yang mungil, bersih, harum, dan indah dengan bermacam bunga tumbuh di 
halamannya. Waktu Ambo tanya TI kenapa beliau membuat surau percontohan di 
daerah Minang yang ABS-SBK hanya untuk soal kebersihan, jawaban beliau membuat 
ambo tercengang, "Karena sebagian besar surau di Minang sekarang ini sudah 
sulit dicari yang wangi," katanya. Astaghfirullah! 

Sebulan kemudian Ambo ke Muaro Labuah, kali ini diundang seorang pengusaha 
geotermal (MakNgah/Nyik Sungut kenal baik dengan keluarga mereka karena 
tetangga kota MakNgah di California). Selain ambo diajak melihat Bukit Patah 
Sembilan tempat eksplorasi geotermal 2x110 MW ini, ambo juo napak tilas rute 
Mr. Sjafruddin Prawiranegara ke Bidar Alam, Abai Sangir, Abai Siat, dst (nan 
alah ambo tuangkan dalam novel "Presiden Prawiranegara" yang diterbitkan Mizan, 
tahun lalu). Di salah satu tempat itu, rombongan kami (ditemani Bupati Muzni 
Zakaria) shalat di sebuah masjid jami' (maaf ambo indak sabuik namanya). 
Ternyata benar kata-kata Pak Taufiq Ismail: aroma rumah ibadah itu iyo "Allahu 
Rabi", hampir tidak ada bedanya dengan -- maaf -- terminal bus di Jakarta. 
Sampai-sampai kawan yang mengundang ambo itu, sang pengusaha geotermal yang 
berasal dari Jawa Timur, bilang, "Kalau di Jawa nggak mungkin ada masjid yang 
baunya seperti ini," katanya tak bermaksud merendahkan. "Kenapa ya masyarakat 
di sini tidak menjaga kebersihan masjid. Apakah ustad-ustad di sini tidak 
mementingkan pengajaran soal kebersihan?" tanyanya.

Jadi sanak Armen dan Mak Darwin, sebelum kita membicarakan "Grand Theory" soal 
pengembangan pariwisata yang harus ini-itu, "teori" ambo simpel saja: selama 
kebersihan lingkungan (bukan hanya Musajik, surau) belum sampai kualitas 
EXCELLENT, maka infrastruktur  apa pun yang dibangun, tidak akan optimal, 
apalagi mencapai sasaran. Fondasi "kebersihan adalah fondasi pariwisata" itu 
mestinya sudah berurat berakar lebih dulu di masyarakat.

2/
Pendapat sanak Armen "pinyakik kronis aparatur kito ko adalah suko perai sambia 
mampanggakkan jabatannyo" itu ambo setuju, dengan catatan bahwa "kito" itu 
bukan cuma mengacu pada aparatur berdarah (etnis) Minang saja, tapi juga aparat 
dari etnis non-Minang, dan iko ambo lihat dengan mata kepala sendiri di Papua.

Menjelang masuk awal Ramadhan lalu, pada awal-mid Juli, ambo sempat dua pekan 
di Papua (Jayapura, Kaimana, Manokwari), kurang lebih seperti pengalaman Mak 
Darwin dalam seri posting No. 1. Di Papua, ambo diundang oleh pihak lain lagi, 
TNI. 

Nan menemani ambo sehari-hari adalah para Pamen dari pangkat Mayor, Letkol, 
sampai Kolonel. Satu waktu dalam sebuah sesi diskusi terbatas, terdengar bunyi 
pekik Kakatua Raja (jambul kuning). Ambo tanya, "Pelihara kakatua juga, Pak?" 

Sahibul bait yang Letkol iko tersenyum kecut. "Bukan mas Akmal," katanya. 
"Pesanan dari (memberikan tanda bintang di bahunya). Bikin repot kita semua 
mencarinya."

"Bukannya burung ini dilindungi sebagai hewan langka?" tanya ambo lagi.

"Yah bagaimana lagi?" jawab sang Letkol yang punya jabatan strategis ini. 
"Sebelum ini ada juga yang minta Cenderawasih. Ini malah lebih susah lagi, 
karena begitu mau dibawa ke Jawa ketahuan, sehingga burung itu ditahan pihak 
Kehutanan," katanya. (Syukurlah, komentar ambo dalam hati). 

Bottom line: penyakit kronis aparat (para petinggi) yang serba ingin gratisan, 
bahkan terhadap benda/hewan yang nyata-nyata sudah dilindungi UU tak boleh 
dijual belikan, sudah sedemikian parah. Sudah menjadi "epidemik nasional". 
Bukan hanya watak aparat "kito" (Minang) saja. Sehingga untuk bisa melihat 
burung Cenderawasih di habitat aslinya (hutan pun) susahnya luar biasa (Di 
Manokwari, sepekan sebelum masuk Ramadhan, ambo malah sempat trekking ke Gunung 
Meja ditemani Herry Salossa, atlet voli Papua Barat dan sepupu pesepakbola Boaz 
Salossa). Bahkan di hutan Gunung Meja yang sangat subur dengan pepohonan tinggi 
pun, variasi suara fauna dari keluarga burung (aves) terdengar tidak sekaya di 
Gunung Salak, Bogor, tahun 80-an yang dulu sering merupakan lokasi favorit 
anak-anak muda berlatih mengamati (dan memotret) burung di bawah bimbingan 
Alain Compost, fotografer Prancis yang sangat kental kecintaannya terhadap 
fauna dan flora Indonesia.

3/
Menanggapi posting Mak Darwin tentang pengalaman si Sulawesi Selatan yang 
"tidak lebih eksotik dari Sumatra Barat" tetapi selalu bisa menimbulkan 
ke-iri-an di hati Mak Darwin, saya juga setuju dengan pendapat ini karena juga 
mewakili apa yang saya rasakan. Kebetulan dalam tiga tahun terakhir (2010, 
2011, 2012) saya berkesempatan mengunjungi tempat ini atas undangan berbagai 
pihak. Kadang-kadang dua kali setahun. Terakhir mid-Juni lalu sebagai (salah 
seorang) wakil Indonesia dalam Makassar International Writers Festival 2012. 
(Wakil Indonesia lainnya yang berdarah Minang adalah Ahmad Fuadi, penulis novel 
"Negeri 5 Menara" yang kelahiran Bayur, Maninjau).

Kalau melihat sejarah lama, Sulsel memang agak "mistis" (dalam arti baik). 
Contohnya adalah saat Buya Hamka ditugaskan mengembangkan Muhammadiyah di 
Sulsel pada awal 30-an. Dari buku "Kenangan-kenangan Hidup" Buya Hamka 
(utamanya jilid 2), digambarkan dengan sangat gamblang oleh Buya Hamka 
bagaimana pengalaman di Sulsel lah yang membuat matanya terbuka tentang apa 
arti "adat", dan bagaimana sepulang dari Negeri Anging Mamiri ini Buya Hamka 
menjadi kritis luar biasa terhadap adat Minang.

Namun di luar "aura bagus" Sulsel itu, mungkin Mak Darwin dan Sanak Armen juga 
mendengar bahwa sejak 2010 juga terjadi kontroversi luas di Sulsel berkait 
adanya rencana pembangunan lahan wisata GDP (Gowa Discovery Park) di atas situs 
sejarah Benteng Somba Opu di Gowa. (Apalagi benteng ini warisan sejarah dari 
kubu pribumi, bukan seperti Fort Rotterdam yang menghadap Pantai Losari). 
Rumah-rumah adat se-Sulsel yang ada di lingkungan Somba Opu kondisinya 
sangat-sangat-sangat menyedihkan bak kerakap tumbuh di batu. (Jika Taman Mini 
Indonesia Indah adalah miniatur Indonesia, maka kompleks Somba Opu adalah 
miniatur keragaman adat budaya di Sulsel). 

Kontroversi sebesar dan serawan itu, sependek pengetahuan saya, tidak terjadi 
(belum?) di Sumatra Barat. Dan semoga tidak akan pernah terjadi.

4/
Dengan kata lain, melalui contoh-contoh di atas, problem (optimalisasi) 
pariwisata dan konservasi lingkungan di Sumatra Barat sebetulnya belum terlalu 
"parah-parah amat". Ini jika kita menggunakan perspektif yang agak moderat.

Namun jika kita ingin bersikap lebih kritis, yang lebih mencemaskan adalah 
problem ini sudah seperti kanker yang menyerang bukan hanya kawasan Minang, 
melainkan juga kawasan lain non-Minang, sehingga yang kita hadapi sejatinya 
adalah sebuah problem nasional, bukan lagi lokalitas keminangan semata.

Wassalam,

Akmal N. Basral
Cibubur 

* * * 

On Aug 16, 2012, at 9:33 PM, "Darwin Bahar" <dba...@indo.net.id> wrote:

> Nakan Armen
> 
> Bukan main pengalaman dan pemahaman Armen tentang masyarakat dan budaya 
> Minang. Kalah mamaknya ini :)
> 
> Satantang LPM Marapalam, bagaimanapun juga, walaupun dengan berbagai 
> pertimbangan memutuskan berada di luar,  saya sangat menghargai kegiatan ini 
> dan masih mempunyai keinginan untuk menyumbang sesuatu yang lebih dari 
> sekadar saran, Insya Allah
> 
> Mamak,
> 
> St Bandaro Kayo 
> 
>  
> 
> ==
> 
> Bls: [R@ntau-Net] Berhaji Dengan Bertanam Jagung 
> Thu Aug 16, 2012 5:29 am (PDT) . Posted by: 
> "Armen Zulkarnain"
> 
> Mak Darwin Bahar,
> 
> Manuruik ambo usahlah baharok sisiak ka limbek, baa kok bitu? Kabatulan pak 
> etek ambo pernah 2 tahun manjabat kapolsek Matua di Ambun Pagi, dimano 
> wilayah hukumnyo tamasuak hotel Nuansa Maninjau nan dibangun di salah satu 
> sisi caldera Maninjau ko. Kutiko ambo caliak, satiok minggu banyak bana 
> pijabaik nan pai balibur ka hotel mantun, alah indak mambayia, banyak pulo 
> kandaknyo mintak bacarian labu Matua sarato kacang goreang nan mintak 
> diperaikan pulo.
> 
> Pinyakik kronis aparatur kito ko adolah suko perai sambia mampanggakkan 
> jabatannyo. Selain itu, inyo cubo pulo batanamkan anak kamanakan nan ka 
> bakarajo di instansi melalui caro nepotisme tu. Baa lah kiro-kiro kinerja 
> urang nan masuak karajo jo caro iko? Apo ka salasai nagari ko dek mentalitas 
> urang nan bantuak itu? Ambo sendiri dibayia bana untuak bakarajo di instansi 
> pemerintah ko iyo sabana anggan, dek labiah gadang mudharatnyo daripado 
> kebaikannyo bagabuang jo korop nan mentalitas karajonyo sabana payah.
> 
> Bagi ambo pribadi, urang minang ko indak bisa diceramahi dengan nan baiak 
> pabilo indak dibuek contohnyo. Dalam usaho penggemukan/indukan jawi simmental 
> ko, target salanjuiknyo adolah bakeh tangan dinas peternakan kab. Sijunjuang 
> jo dinas pemprov Sumbar. Sabab pabilo samakin banyak perantau nan 
> mampasaduokan jawinyo ka Sumpur Kudus hal iko akan samakin mambuek malu 
> urang-urang nan bakarajo di dinas ko, baiak nan di kabupaten maupun di 
> propinsi. Baa kok bitu? Urang rantau nan indak barasa dari Sumpur Kudus nan 
> palosok itu sajo lai namuah mananamkan pitihnyo ka nagari, tantu nan alah 
> bawenang & digaji pulo jo pitih rakyaik harus jalan pulo kincia-kincianyo 
> untuak manunjuakan kinerjanyo jo kapasitas nan saharusnyo dimiliki oleh 
> seorang aparatur pemerintah nan memang bakarajo mancari jalan untuak 
> pembangunan usaho taranak sacaro laweh.
> 
> Baitu juo jo pariwisata, salaruik salamo nan ko pabilo sadang bakarajo 
> manjadi pemandu wisata, ambo labiah suko mambao turis lua ka 
> kampuang-kampuang, sakurang-kurangnyo inyo balanjo makan disinan, nan dapek 
> pitih urang kampuang juo. Baitu juo jo penginapan, daripado dibao ka hotel 
> nan punyo jaringan kapitalis bantuak Novotel jo Rocky mantun, rancak dibao ka 
> hotel nan manenggang bantua Rumah Puisi Taufiq Ismail atau ka Lawang Park 
> Honestay milik pak Zuhrizul. Kok dapek dibao juo ka rumah masyarakat di 
> nagari-nagari sahinggo nan dapek pitih urang awak juo, mulai dari tampek 
> lalok hinggo ka sarapan pagi. Sayangnyo, banyak nan dari urang awak kutiko 
> dibao kasiko pandainyo hanyo mancacek sajo, nan labiah mandewa-dewakan 
> rancaknyo pelayanan hotel babintang sarato mewahnyo fasilitas nan ado, mangko 
> dek itu ambo iyo agak anggan mambao urang awak nan nyianyia diateh oto, 
> bisa-bisa balantak pulo oto nan dibao ko atau sakurang-kurangnyo masuak ka 
> banda atau
> 
> mahantam tabiang. Nan tabedo, alah nyinyia sampilik pulo nan kadang iyo 
> sabana tega manyabuikan awak lalok di oto sajo (ambo indak lo cingkariak doh).
> 
> Takana juo wakatu ambo bao bundo Nuraini jo uni Reny mancaliak saribu rumah 
> gadang di Koto Baru, Muaro Labuah. Sampai disinan basuo jo uda Nofrin Napilus 
> nan manyarankan lalok di hotel satampek. Kutiko ditanyo bundo Nuraini apokah 
> ambo tahu hotel mantun, ambo jawek sajo indak tantu. Padohal alah 6 rombongan 
> turis lua ambo bao kasinan. Takok dihati mungkin hotel nan ko akan jadi bahan 
> kritik jo bundo Nuraini & uni Reny. Iyo takok-takok ko manjadi nyato kutiko 
> uni Reny mananyokan caro mancabuik anak kunci kamar nan agak balain jo kunci 
> biaso nan dicabuik dalam posisi vertikal kironyo harus dicabuik dalam posisi 
> horizontal. Kudian tatingga pulo mantel bundo Nuraini nan hinggo kini indak 
> jaleh pangkanyo dima rimbonyo mantel nan tatingga mantun. Mudah-mudahan lai 
> takana juo bundo Nuraini jo uni Reny kisah labiah satahun nan lalu nan 
> alhamdulillah indak ado complain jo pihak hotel mantun.  
> 
> Mak Sutan Bandaro Kayo, takana ambo jo kato alm. Gus Dur, pabilo kito susun 
> hasil seminar di Indonesia ko ciek-ciek, mungkin alah sampai ka bulan. 
> Padahal nan sato dalm seminar ko iyo indak tangguang-tangguang boneh 
> akademisi nan sato. Sayangnyo kito urang Indonesia ko sampai kini indak juo 
> jaleh baa bantuak bulan ko, maetong hari bulan sajo masih alun juo salasai 
> lai sampai balain hari puaso bagai.
> 
> Kok pasan guru ambo saisuak, ijan tinggi bana kaji dari ilmu nak, sabab nan 
> disabuik ilmu ko adolah apo nan bisa kito karajokan, kok hanyo sekedar tahu 
> itu namonyo pengetahuan, mangko dek itu disabuik ilmu pengetahuan.
> 
> wasalam
> 
> AZ/lk/34th/caniago
> Kubang, sadang di kampuang
> babako ka Canduang Koto Laweh, Agam
> 
>  
> 
> ________________________________
> 
> Dari: Darwin Bahar <dba...@indo.net.id>
> 
> 
> 
> 
> 
>  
> -- 
> -- 
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
> 1. E-mail besar dari 200KB;
> 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
> 3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
> http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
> subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
>  
>  
>  

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke