RANAHBERITA- Ahmad Husein lahir di hari lelucon, persisnya 1 April, 89 tahun lalu. Tapi deklarasi pemerintah tandingan 15 Februari 1958 yang diumumkannya jelas dianggap pemerintah pusat bukan sebuah lelucon, melainkan sikap pembangkangan dari daerah, yang lantas gerakannya dihabisi sampai ke akar.
Pada 10 Februari itu, Husein selaku ketua Dewan Perjuangan dengan gagah mengutimaltum Jakarta. Ia menuntut Kabinet Djuanda mengundurkan diri 5×24 jam, dan presiden diminta memberi mandat kepada Bung Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX untuk membentuk kabinet baru. Dalam buku PRRI, Permesta, Strategi Membangun Indonesia tanpa Komunis karya R.Z. Leirissa, Husein dilukiskan, dengan lantang menantang Jakarta agar mematuhi ultimatum tersebut. Jika tidak, mengambil langkah tersendiri, terbebas dari Sukarno sebagai kepala Negara. Watak keras Husein telah ditunjukan jauh-jauh dari. Dalam prahara politik dan konflik di tubuh Angkatan Darat pasca agresi militer Belanda II atau tahun 1950-an, Husein adalah suara perwira di daerah. Dalam berbagai ruang, ia terlibat, mengkritisi keadaan prajurit di daerah dan berani memulai perlawanan terhadap gerbong pusat yang sudah keluar rel keadilan pembangunan. Tanpa menafikan peran perwira lain seperti Kolonel Simbolon, Letkol H.N Samual, Letkol Barlian, dan Kolonel Lubis, jelang terbentuknya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Permesta, Husein tampak lebih menguasai ritme berbagai pertemuan, termasuk yang di Sungai Dareh. Sebab itu, tidak mengherankan bila Husein didaulat membacakan ultimatum pada pusat tersebut. Ia kemudian, 15 Februari 1958, mengumumkan berdirinya PRRI di Padang. Tapi tidak serta merta ia mengambil tampuk kepemimpinan, justru menyerahkan kepada Syafruddin Prawiranegara. Jejak rekam seorang Husein di kemiliteran, bisa ditarik saat Jepang menginvasi Indonesia. Di usia belia, 18 tahun, ia bergabung dengan Gyugun, barisan tentara sukarela yang dibentuk Jepang di Sumatera. "Husein paling bungsu kader Gyugun. Sebenarnya dia tidak lulus, karena umur belum sampai. Saya dapat cerita ini dari bekas Gyugun di Padang," ujar sejarawan Universitas Negeri Padang Mestika Zed, Selasa (1/4/2014). Pembentukan Gyugun di Sumatera Tengah digagas oleh Khatib Sulaiman, Ismail Lengah, dan Dahlan Djambek. Semasa menjadi anggota Gyugun, Husein ditempatkan di Padang. Ini berlangsung sampai Belanda kembali ke Padang dalam bentuk agresi militer. Mestika Zed mengatakan, ketika Jepang kalah perang, tentara sukarelawan bentukan Jepang dan juga bentukan Belanda sebelumnya yakni KNIL, berpencar, membentuk beragam divisi dan laskar sesuai kesepakatan. Di Sumatera Tengah berdiri Divisi Banteng. Saat revolusi fisik, Husein yang masih muda itu sudah menunjukan kebintangannya. Ia merekrut banyak pemuda untuk melebur kedalam Badan Keamanan Rakyat (BKR). Selanjutnya, Husein ditunjuk menjadi Komandan Kompi Harimau Kuranji dan kemudian Batalyon I Padang Area. Ia memimpin sekitar 3000 prajurit. Menurut Mestika, Sumbar adalah sebuah unit militer yang kuat dan membanggakan di Nusantara. Memang, telah lama Belanda menjadikan Sumbar sebagai basis militer mereka di Sumatera. Saat Perang Paderi berkecamuk, Belanda membangun garnisium di Bukittinggi (Fort de Kock) dan Batusangkar (Fort de Capellen). Sejarah panjang militer di Sumbar, justru menjadi boomerang bagi Belanda saat melancarkan agresi militer pasca Proklamasi 1945. Di Padang, jelas Mestika, Belanda tidak mampu melintasi garis demarkasi sesuai perjanjian Linggar Jati untuk melebarkan sayap kekuasaan kembali. "Di Padang ini ada peran Husein via Harimau Kuranji," kata salah seorang penulis biografi Kolonel Ahmad Husein ini. Saat agresi militer Belanda, Harimau Kuranji bisa mempertahankan wilayah dai Kuranji, Pauh, Ladang Pagi, hingga ke Solok. Masa agresi militer Belanda II, Husein bersama anak buahnya berhasil mengamankan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari serangan Belanda. Kontak bersenjata menghadapi Belanda beberapa kali terjadi. Lubuak Selasih 11 Januari 1949, pertempuran yang melelahkan, pasukan Husein memperoleh kemenangan dari Belanda. Rasionalitas di Benak Husein Meski Husein berkarir di militer, namun sistem komando tidak mutlak diterapkan dalam roda kehidupannya. Keputusan mendeklarasikan PRRI adalah sebuah bentuk rasionalitas, ketika ia melihat daerah semakin termarginalkan. PRRI adalah gerakan militer-sipil. Dan ujung bedilnya mengarah kepada militer-sipil yang berdiri di Jakarta. Husein sebagai seorang prawira di daerah, otomatis prajurit dari pimpinan militer, utamanya Angkatan Darat. Di teras Angkatan Darat, Husein adalah bekas Divisi Banteng yang mestinya masih tunduk dalam kerangka struktur di militer. Tapi siapa menyangka, seorang prajurit berani menentang Jenderal AH Nasution. Bagi Husein, PRRI adalah autokoreksi untuk pusat yang dianggap telah melenceng dari cita-cita Republik ketika berdiri. PRRI baginya adalah upaya memperjuangkan pemerataan pembangunan dan otonomi daerah. Mestika Zed mengatakan, dalam benak Husein melekat betul defenisi seorang pemimpin di Minangkabau. Ada adagium yang mengatakan, pemimpin itu ditinggikan satu ranting, dan didahulukan selangkah. "Husein betul-betul memahami adagium itu," tukas Mestika. Menurut Mestika, petuah adat Minangkabau yang mematrikan jiwa kritis pada banyak orang Minangkabau tersebut menjadi prinsip kuat dalam diri Husein. "Ia mengatakan, hai pusat kalian sudah keluar dari rel. Ini nasib prajurit kami sudah tidak diperhatikan. Ia keluar dari protokoler militer. Ia perwira kritis," tandas Mestika. Menurut Mestika, selain keluar dari pakem komando, sikap Husein dicap oleh kelompok tertentu seperti PNI dan PKI, memainkan kartu politik. Hal itu juga diamini petinggi militer di Jakarta. "Sebagai orang lapangan, Husein memberitahu ada yang salah. Ia membunyikan freekick ke Jakarta. Tapi ternyata membunyikan peluit ke sarang lebah; sebuah sistem otoriter. Maka ia dipukul habis-habisan ke akarnya," tukasnya. Husein, sebut Mestika, sebenarnya memancarkan rasional politik gaya Minang; segala hal dipandang nalar, dan kemerdekaan mengekspresikannya. PRRI hanya berumur sejagung, tak lebih tiga tahun. Sebagian pemimpinnya menyerahkan diri, dan sebagian ditangkap. Husein sempat dipenjara di Jakarta hingga terjadi peralihan zaman orde lama ke orde baru. Setelah menghirup udara segar, Husein terjun ke dunia niaga. Ia menetap di Jakarta hingga berpulang tangga 28 November 1998 dalam usia 73 tahun. Panglima Harimau Kuranji ini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kuranji. Tak cukup setahun setelah Sang Kolonel wafat, pemerintah era reformasi mulai menerapkan desentralisasi dan otonomi daerah, salah satu hal yang telah diperjuangkannya sejak 40 tahun sebelumnya. (Yose/Ed1) http://ranahberita.com/7331/89-tahun-kolonel-ahmad-husein-antara-prri-dan-perjuangan-otonomi -- *Wassalam* *Nofend St. Mudo37th/Cikarang | Asa: Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok SelatanTweet: @nofend <http://twitter.com/#!/@nofend> | YM: rankmarola * -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.