Iko pandapek ustadz Syamsi Ali dari NY:

-------- Original message --------
From: Syamsi Ali
Date:04/01/2014 5:27 PM (GMT-05:00)
To: imaam...@yahoogroups.com
Subject: Re: [IMAAMNet] Memilih 2



'Alaikumussalam,

Sebenarnya masalah ini menjadi isu yang diperselisihkan penafsirannya.
Intinya ada pada kata "wilayah" (wali) pada ayat yang mengatakan: "Jangan
kami jadikan orang-orang kafir sebagai "awliyaa" yang umumnya atau
sederhananya diterjemahkan sebagai "pemimpin".

Tapi benarkah kata "Wilaayah" tersebut berarti pemimpin seperti yang
dipahami sekarang ini? Presiden atau Prime Minister misalnya? Tentu sesuatu
yang perlu diteliti lebih jauh.

Kata "awliyaa" juga seringkali diterjemahkan dengan "teman" seperti pada
kasus: "janganlah kami jadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai "awliyaa"
(umumnya diterjemahkan dengan kata friends). Ini yang menjadikan sebagian
orang-orang Islam tidak merasa enak berteman dengan orang-orang Yahudi
(khususnya) dan Nasrani, walaupun kenyataannya mereka mencari nafkah lewat
perusahan-perusahaan Yahudi. Lucu bukan?

Kata "awliyaa" juga diartikan "wali" yang dikenal dalam bahasa Indonesia.
yaitu orang yang punya hak otoritas sepenuhnya atas seseorang, seperti ayah
dalam pernikahan anaknya.

Kata "wali" juga berarti pelindung, penolong, dan yang semakna seperti
pada: "Allah Wali orang-orang yang beriman. Dan orang-orang kafir wali-wali
(penolong atau pelindung) mereka adalah orang-orang kafir".

Dari semua dapat disimpulkan bahwa kata "awliya", khususnya dalam ayat:
"Jangan jadikan orang-orang kafir sebagai awliya", bisa mengandung "multi
interpretasi" tergantung kepada tujuan penafsiran dan konteksnya.

Yang pasti, Ibnu Taimiyah yang dikenal sebagai ulama yang cukup "ketat"
pernah mengatakan: "pemimpin non Muslim yang adil lebih baik dibanding
pemimpin Muslim yang tidak adil / zalim". Akankah berani beliau mengatakan
demikian kalau saja non Muslim itu haram hukumnya menjadi pemimpin?

Walaupun demikian, sebagai orang yang menjadi bagian dari umat ini, saya
tetap akan mendahulukan mencari dari kalangan seiman, TAPI (big but.....)
dengan syarat-syarat profesional lainnya seperti mampu, punya integritas /
bersih, ikhlas, dll. Bukan sekedar seiman tapi justeru nantinya akan
menumbuhkan wacana buruk terhadap kepemimpinan umat ke depan. Beriman tapi
korup dan tidak mampu, misalnya.

Wallahu a'lam pak Duta!
On Tuesday, April 1, 2014 4:05 PM, Syamsi Ali <pengajian...@yahoo.com>
wrote:

*Memilih: Karakter pemimpin ala Al-Qur'an*
M. Shamsi Ali

Dalam tulisan saya terdahulu saya sebutkan hubungan agama dan kebijakan
politik, sekaligus apa kaitan agama dan partai politik. Di tulisan itu
dengan tegas dan jelas saya sampaikan bahwa kebijakan politik yang dipahami
sebagai seni menejemen kehidupan komunal (umat) dalam berbangsa dan
bertanah air tidak dapat dipisahkan dari agama. Karena memang agama
seharusnya dipahami sebagai aturan universal yang menata kehidupan manusia
dalam segala skalanya.

Akan tetapi partai politik adalah wahana atau kendaraan kebijakan politik
yang terbentuk di atas asas ijtihad manusia, atau tepatnya pelaku politik
itu sendiri. Oleh karenanya, partia politik harus dipahami sebagai sesuatu
yang manusiawi dan tidak menjadi wakil agama, apalagi dipandang sebagai
agama itu sendiri.

*Karakter pemimpin dalam Al-Qur'an*

Ada beberapa kriteria umum yang popular dan seringkali menjadi acuan para
ilmuan Muslim dalam hal ini. Kriteria tersebut adalah Siddiq, Tabligh,
Amanah dan Fathonah. Sesungguhnya kriteria ini merupakan ekstensi dari
tanda-tanda kerasulan atau kenabian seseorang. Akan tetapi dalam
perjalanannya para cendekia yang peduli dengan kepemimpinan dalam Islam
menjadikanya sebagai rujukan dalam menentukan kriteria pemimpin dalam
Islam.

Arti singkat dari masing-masing kriteria itu adalah:

-                Siddiq (jujur) menjaga kejujuran sehingga ia dapat
dipercaya;
-                Tabligh (penyampai) atau kemampuan berkomunikasi dan
bernegosiasi;
-                Amanah (bertanggung jawab) dalam menjalankan tugasnya;
-   Fathanah (cerdas) dalam membuat perencanaan, visi, misi, strategi dan
implementasinya.

Di dalam Al-Quran sendiri dijumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan
sifat-sifat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya
terdapat dalam surat As-Sajdah: 24 yang berbunyi: "*Dan Kami (Allah)
jadikan dari kalangan mereka pemimpin-pemimpin yang mengambil petunjuk Kami
(dalam kepemimpinan), dan dalam keadaan sabar, serta yakin sepenuhnya
dengan ayat-ayat Kami*".
Ayat di atas sesungguhnya menggaris bawahi tiga karakteristik kepemimpinan
idaman dalam Islam:
Pertama, adalah kepemimpinan yang "*yahduuna bi-amrina*" yaitu kepemimpinan
yang selalu merujuk kepada hidayah Allah. Hidayah Allah tentunya dalam
mengelolah kehidupan bermsyarakat dan berbangsa adalah dengan memperhatikan
kebebasan dan hak-hak yang terpimpin, berkeadilan serta membangun
kemakmuran yang merata bagi rakyatnya. Hidayah Allah dalam kehidupan
bermasyarakat tidak sekedar nampak dalam suasana kehidupan ritual
masyarakat, di mana masjid-masjid misalnya menjadi ramai tapi kejahatan di
sekitar masjid-masjid juga menjadi merajalela.
Hidayah Allah dalam kepemimpinan adalah ketika pemimpin tersebut mampu
meimplementasikan ide-ide universal Islam dalam kehidupan masyarakat
sehingga terbangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang menghormati
kebebasan (tentu dengan tanggung jawab), asas-asas keadilan sosial serta
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh penduduk. Mungkin hidayah Allah dalam
kepemimpinan itu adalah tuntunan bagi pemimpin Islam untuk mewujudkan
"*Baldatun
Thoyibatun wa Rabbun Ghafuur*".
Intinya adalah bahwa pemimpin yang "*yahduna bi-amrina*" adalah pemimpin
yang memang paham dengan segala permasalahan yang dihadapi oleh bangsa dan
negara yang dipimpinnya. Sehingga dalam menjalankan roda kepemimpinan akan
bersifat professional dan dengan langkah-langkah atau kebijakan yang sesuai.
Kriteria kedua kepemimpinan dalam Islam versi Surah As-Sajadah adalah "*Lamma
Sobaruu*". Yaitu pemimpin yang memiliki mentalitas yang solid dalam
menghadapi berbagai cobaan, tantangan dan godaan. Tentu kata sabar di sini
juga mewakili soliditas "keikhlasan" dalam memimpin. Bahwa pemimpin dalam
Islam itu berasaskan keikhlasan dengan tujuan ibadah kepada Pencipta
melalui pelayanan hamba-hamba Tuhan (khidmatul ibaad).
Pemimpin yang memiliki mentalits yang solid (sabar) akan tangguh menghadapi
berbagai tantangan dalam berbagai kebijakan yang diambilnya. Karena memang
dalam mengambil kebijkaan terkadang tidak selalu popular sehingga akan
menghadapi tantangan yang luar biasa. Di satu sisi dalam mengambil
kebijakan juga akan menemukan berbagai godaan yang menggiurkan. Terjadinya
korupsi dan berbagai manipulasi kebijakan terkadang tidak lepas dari
rapuhnya mentalitas seseorang.
Pemimpin yang tidak memiliki mentalitas solid juga akan cenderung bersikap
arogan dan melahirkan karakter dictatorship yang berbahaya. Prilaku
dictator biasanya dimulai dari kelemahan emosi, dan didukung oleh pengikut
yang memang menerima apa adanya. Biasanya "pengikut apa adanya" ini lebih
bersifat emosional dan tidak bersifat rasional. Sehingga benar atau salah
dia adalah pemimpinku, dan aku relah mati karenanya.
Kriteria kepemimpinan yang ketiga versi As-Sajadah adalah "*wa kaanu
biaaytina yuuqinuun*". Yakni pemimpin yang yakin dengan ayat-ayat Allah.
Kata yakin menunjukkan bahwa pemimpin itu memerlukan sebuah keyakinan dalam
pengambilan keputusan. Tidak selalu bimbang dan ragu sehingga tidak pernah
mengambil sebuah keputusan yang jelas dalam menjalankan roda
kepemimpinannya.
*Tambahan kriteria*

Mengikut kepada perkembangan dunia, saya ingin menambah dua kriteria lagi
bagi kepemimpinan dalam Islam. Kita hidup dalam dunia global yang berakter,
antara lain, cepat, daya saing tinggi dan dunia yang menyempit.

Ketiga karakter dunia global ini menjadikan seorang pemimpin yang akan
berhasil memiliki karakter: *satu*, kecepatan dalam menangkap berbagai
peluang dunia untuk membawa bangsa dan negara kepada posisi yang mampi
bersaing dan menentukan. *Dua*, memiliki komitmen dan daya saing yang
tinggi. Pemimpin yang pantang menyerah dan selalu memiliki keinginan untuk
bangkit dan berkompetisi dengan share holders lainnya. *Tiga*, pemimpin
yang akan  berhasil juga adalah pemimpin yang menyadari bahwa dunia kita
semakin sempit, bahkan semua manusia hidup di bawah atap yang sama. Pilihan
terbaik adalah membangun kesadaran bahwa dunia ini adalah milik bersama,
dan hanya akan bisa diselamatkan jika manusia mampu melakuikan kerjasama
dalam kebaikan bersama (common interests).

Wallahu a'alam!

New York, 1 April 2014


__._,_.___
Wassalaamu'alaikum WW

Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
17/8/1947, suku Mandahiliang, gala Bagindo
Gasan Gadang Pariaman - Tebingtinggi Deli -
Jakarta - Sterling, Virginia USA
------------------------------------------------------------

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke