Assalamualaikum w.w. para sanak sa palanta,
Jiko kito paratian elok-elok, usaho mancari pitih kontan dalam maso krisis 
ekonomi kini iyo sabana sarik, tautamo di daerah perdesaan, dan kito salamo ko 
picayo bahaso tanpa pitih kontan indak ado nan bisa dipabuek.
Tanyato ado alternatif lain, nan bisa dipiliah dek masyarakat, untuak 
mangurangi katagantuangan ka pitih tu.
Di bawah ko ambo kirimkan tulisan konco ambo, Dr Chandra Setiawan, mantan 
komisioner Komnas HAM, mantan Rektor IBIIdi Jakarta, nan kini maambiak gala 
doktor kaduo dalam 'Islamic banking' di Malaysia.
Ambo kirimkan artikel baliau ko untuak manjadi bahan pamikiran alternatif bagi 
para sanak tokoh masyarakat di Ranah dan di Rantau. Nampak-nampaknyo gagasan 
baliau ko bisa dilaksanakan.
Mudah-mudahan ado manfaatnyo.
Baa malaksanakan gagasan ko di Ranah nan kito cintoi ? Jalur ma nan ka bisa 
mamuloi ?

Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, masuk 72 th, Jakarta; Tanjuang, Soetan Madjolelo; Lagan, Kampuang Dalam, 
Pariaman.)
"Basuku ka Ibu; banasab ka Bapak; basako ka Mamak" 
Alternate e-mail address: saaf10...@gmail.com;

saafroedin.ba...@rantaunet.org

MENGURANGI KETERGANTUNGAN MASYARAKAT TERHADAP RUPIAH
 
 
Oleh: Chandra Setiawan *)
 
 
Pro dan kontra atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) masih terus 
terjadi, terlebih lagi dengan telah disetujuinya Hak Angket oleh Dewan 
Perwakilan Rakyat (DPR). Kita semua merasakan bahwa kenaikan harga BBM telah 
mengakibatkan harga barang-barang kebutuhan pokok  mengalami kenaikan. Kini 
kita membutuhkan rupiah yang lebih banyak untuk membeli barang yang sama, 
khususnya bahan bakar dan tentunya barang/jasa yang terkena dampak kenaikan 
harga BBM. Dengan adanya kebutuhan rupiah yang lebih banyak, maka hampir dapat 
dipastikan kebutuhan akan kredit perbankan pun terjadi. Akibatnya akan 
bertambahlah jumlah uang yang beredar. Akhirnya  inflasi pun terjadi, dan daya 
beli rupiah yang kita miliki pun mengalami penurunan. Biasanya kita mengenal 
inflasi adalah kenaikan harga-harga barang dan jasa, padahal hakikinya terjadi 
penurunan daya beli sebagai akibat bertambahnya jumlah uang  yang beredar.
 
Untuk mengatasi daya beli masyarakat yang menurun tersebut,  kepada rakyat yang 
tidak mampu oleh pemerintah diberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dapat 
dipastikan BLT hanyalah memberikan kegembiraan sesaat, karena sifatnya adalah 
memberi “ikan”, bukan memberikan cara bagaimana “menangkap ikan”.  BLT hanya 
mampu memberi penghiburan 1-2 hari saja, setelah itu rakyat miskin kembali 
miskin, dan terus menderita, terus berusaha mencari rupiah untuk berbelanja, 
atau ada yang mengharapkan nominal BLT dibesarkan jumlahnya. Pertanyaannya 
bagaimana mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap rupiah, tetapi 
masyarakat tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara normal. Caranya tentu 
macam-macam, tulisan in dimaksudkan untuk mencoba memberi salah satu alternatif 
bagaimana agar masyarakat dapat mengurangi ketergantungan terhadap rupiah.
 
Jawabannya , yang terpenting harus dilakukan  marilah kita mengubah paradigma 
masyarakat tentang hakikat dari uang. Saya yakin kalau ditanya apa uang?  
Ingatan kita selalu  ke “rupiah”, yang kaya ingat akan “dollar” dan seakan-akan 
tidak ada lagi definisi lain yang dimaksudkan dengan uang. Untuk mengurangi 
ketergantungan terhadap rupiah, mata uang nasional, maka kita harus menggunakan 
definisi uang secara berbeda. Yang dimaksud uang tidak terbatas pada wujud: 
Rupiah, Dollar, Yen dan lain sebagainya. Marilah kita tidak hanya terpaku bahwa 
yang dimaksud uang adalah mata uang nasional yang dipaksakan oleh Negara untuk 
dijadikan satu-satunya alat pembayaran yang sah. Kita harus keluar dari 
kungkungan itu dan menjadikan masyarakat lebih mandiri serta bekerja sama di 
dalam memenuhi kebutuhannya.
 
Kini, kita harus mau menerima bahawa “uang pada hakikatnya adalah suatu 
perjanjian di antara komunitas/masyarakat tertentu untuk menggunakan sesuatu 
sebagai alat pertukaran”. (Bernard Lietaer, 2003, Ahmad Aziuddin, 2008)
 
Dari definisi di atas apa yang penting adalah 1). Perjanjian= kesepakatan; 2). 
Masyarakat = kumpulan keluarga dalam jumlah tertentu katakan satu rukun 
tetangga atau satu rukun warga; 3) sesuatu= bisa apa saja yang disepakati 
sebagai alat ukur: misalnya waktu, beras, emas, dan lain sebagainya; 4). Alat 
pertukaran= bisa terbuat dari kertas, plastik.
 
Kalau kita sudah sepakat menerima definisi uang di atas, maka kelompok 
masyarakat tertentu dapat menciptakan mata uang nya sendiri, yang disebut mata 
uang komunitas= community currency.  Mata uang komunitas ini dikembangkan 
secara bebas, demokratis oleh masyarakat tertentu dengan maksud mengurangi 
ketergantungan kepada mata uang rupiah.  Mata uang komunitas ini adalah 
merupakan mata uang pelengkap dari mata uang rupiah yang kita miliki, makin 
banyak kebutuhan kita dapat terpenuhi dengan mata uang komunitas, maka makin 
besar pula kemampuan kita untuk mengurangi ketergantungan terhadap rupiah.
 
Pada tahun 2002, Revrisond Baswir, UGM telah menulis tentang sistem mata uang 
komunitas di Indonesia, dan menyimpulkan bahwa sistem mata uang komunitas di 
Indonesia mempunyai prospek yang baik sekali. Melalui tulisan ini saya ingin 
mengingatkan kembali kepada beliau untuk merealisasikan mata uang komunitas 
kepada sebanyak mungkin komunitas di Indonesia, agar ketergantungan masyarakat 
akan rupiah dapat dikurangi. Dari bacaan yang saya ketahui,  sekelompok 
masyarakat beberapa desa di Bali, dan  DIY penggunaan “mata uang komunitas”  
sudah bisa berjalan. Kalau hal ini benar, maka saya juga yakin di kelompok 
masyarakat lain akan bisa berjalan. Saat ini community currency system atau 
sering disebut Local Currency System (LES) atau complementary currency telah 
dijalankan di lebih dari 35 negara dan lebih dari 3.200 kumunitas terlibat di 
dalamnya untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang nasionalnya.
 
Daya beli mata uang nasional secara berkala selalu mengalami penurunan, 
terbukti tidak ada satu Negara pun di dunia ini yang terbebas dari inflasi. 
Sistem moneter yang dianut dunia sekarang ini  (fractional reserve banking) 
memungkinkan terjadinya penciptaan uang (debt money) berlipat-lipat oleh dunia 
perbankan. Sistem ini telah membawa kesengsaraan bagai banyak rakyat di dunia, 
tak kurang dari 1,2 milyar manusia hidup di bawah garis kemiskinan (artinya 
benar-benar miskin). Rakyat biasa bekerja sekeras apa pun hampir tidak mungkin 
dapat mengejar kecepatan penurunan daya beli dari mata uang nasionalnya. 
Pertambahan nominal rupiah yang didapat tidak dapat mengejar kenaikan 
harga-harga barang sebagai akibat penurunan daya beli dari rupiah.. Akibatnya 
yang miskin sulit sekali dapat keluar dari ‘lingkaran setan’ kemiskinannya.
 
Bagaimana mekanisme terciptanya mata uang komunitas? Beberapa contoh akan 
dijadikan ilustrasi, misalnya, di Jepang fureai kippu yang terjemahannya 
kira-kira adalah “tiket saling memperhatikan” merupakan mata uang komunitas 
yang diciptakan oleh Yayasan Sawayaka telah digunakan secara luas sejak tahun 
1995 hingga kini guna membantu para orang tua. Alat ukur yang digunakan adalah 
“lamanya waktu” yang digunakan untuk memberi pelayanan kepada orang tua. 
Sebagai contoh seorang pemuda membantu mengendarai mobil dan menemani seorang 
nenek belanja di pasar, maka pemuda tersebut akan mendapat bayaran berupa 
“kredit/poin”. Kredit/poin yang dimiliki dapat dipakai untuk berbelanja. atau 
mendapatkan pelayanan dalam bentuk lain, misalnya sang pemuda dapat meminta 
anggota komunitasnya menjaga anaknya yang masih balita, ketika dia harus pergi 
kerja. Orang-orang tua di Jepang lebih suka mendapatkan pelayanan dari 
orang-orang yang mau dibayar dengan fureai
 kippu daripada yen, karena hubungan kemanusiaannya terasa berbeda, sentuhan 
hati-nya lebih terasa. Untuk mengadministrasikan kredit diadakan Clearing 
houses yang berfungsi untuk mencatat, bahkan mengirim kredit ke komunitas lain  
(http://en.wikipedia.org/wiki/Fureai-kippu),  bahkan bisa lintas Negara, 
seperti yang telah berlaku di Australia dengan bartercard system nya.
 
Di Bali, kelompok masyarakat dalam satu banjar bisa berpartisipasi untuk 
menyelesaikan suatu proyek yang memberikan kemanfaatan bagi masyarakatnya 
dengan menggunakan dual currency system (rupiah dan “narayan banjar”= bekerja 
untuk kebaikan bersama masyarakat). Caranya setiap banjar yang berjumlah, 
misalnya 100 keluarga, lalu bermusyawarah untuk secara gotong royong, dan 
demokratis menyelesaikan suatu proyek, katakanlah membuat gedung sekolah. 
Proyek ini dibuatkan dalam dua bentuk anggaran, yakni “rupiah” dan “narayan 
banjar”. Proyek ini bisa ternyata dapat berjalan dengan baik, karena yang tidak 
punya waktu, tetapi memiliki cukup uang (rupiah) akan berkontribusi dalam 
bentuk rupiah, tetapi yang tidak punya uang rupiah, namun memiliki banyak waktu 
akan berkontribusi dengan tenaganya dalam jumlah waktu tertentu, misalnya 3 jam 
sehari yang equivalent dengan rupiah tertentu, di sini “waktu” menjadi 
pengganti mata uang, bahkan “waktu” bisa
 lebih penting daripada rupiah, karena memberi peluang kepada masyarakat untuk 
berinteraksi dan bekerja sama (Lietaer & Stephen DeMeulenaere, 2003).
 
Kembali ke contoh bartercard system yang dikembangkan di Australia sejak 17 
tahun lalu oleh Wayne Sharpe, kini telah berkembang menjadi 140 kantor cabang, 
dan mampu melayani lintas 13 negara dengan anggota lebih dari 70.000 orang 
(http://www.bartercard.com/). Bartercard filosofi dasarnya menggunakan system 
barter, yakni pertukaran dari barang dan jasa kepada pihak-pihak yang 
membutuhkan dengan tidak menggunakan uang tunai. Yang diperdagangkan adalah 
idle capacity atau persediaan menganggur yang dimiliki. Beberapa keuntungan 
dengan menggunakan sistem barter ini antara lain: dapat menghemat penggunaan 
mata uang nasional, karena dibayar dengan barang atau jasa yang dimiliki; dapat 
menjual stock persediaan yang berlebih dan juga waktu luang yang dimiliki; 
dapat meningkatkan produktivitas dari perusahaan maupun orang-orangnya, dapat 
memperluas saluran distribusi perusahaan. 
 
Karakteristik dari matauang komunitas pada umumnya merupakan time money (waktu 
sebagai pengganti mata uang), mengutamakan kerja sama, egaliter (justice, 
fairness and equity), saling percaya, kecil itu indah, lebih diutamakan 
kecakapan dalam berhubungan (interpersonal skills), empatik.
 
Untuk  suksesnya community currency sebagai complementary currency diperlukan 
dukungan semua pihak, dan kemauan dari masyarakat setempat. Dalam hal ini, 
pemerintah dapat berperan untuk menyisihkan sejumlah dana guna membiayai 
perangkat sistem informasi yang dibutuhkan untuk pencatatan, akuntansi dan 
memudahkan transparansi), tokoh masyarakat, para ulama yang menjadi panutan, 
kalangan perguruan tinggi dengan melibatkan sivitas akademikanya, LSM untuk 
menjamin administrasi-nya beres (pengembangan sistem informasi) dan edukasi 
kepada masyarakat, mengadakan pendataaan skill yang dimiliki masyarakat, 
membuka saluran distribusi, pasar dan pemasaran antar anggota yang terlibat 
dalam pengembangannya, penggunaan community currency yang disepakati dan 
mengembangkan terus antar komunitas atau pun penciptaan komunitas baru. 
Interaksi antara physical capital, financial capital, social capital, berupa 
solidaritas sosial, masyarakat yang damai, hidup yang berkualitas
 dll dan natural capital akan mengharmoniskan masyarakat di mana dual currency 
system berjalan baik, dengan terus menerus mengurangi ketergantungan terhadap 
rupiah.
 
========//========
 
*) penulis saat ini dalam proses menyelesaikan disertasi PhD in Finance di 
Graduate School of Management, Universiti Putra Malaysia.
 
NB: Tulisan di atas telah di muat di Bisnis Indonesia On Line, tanggal 5 July 
2008 dengan judul, “Masa Depan Uang Komunitas”
 
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke