Da Taufiq, Kalau dominan siy, mungkin itu masalah "negosiasi" antara suami-istri. Dan itu circumstance nya mungkin terbatas.
Tapi kalau dikatakan: *jenis perempuan Minang klasik, menguasai suami dengan cara membuka permusuhan dengan ipar perempuan*. ambo raso terlalu berlebihan,. Apa iya "perempuan minang klasik" seperti itu, dominan dengan cara membuka permusuhan dengan ipar perempuan? Riri Bekasi, l, 49 2011/4/9 <taufiqras...@rantaunet.org> > > Riri, kutiko ambo masih lajang, rang gaek Laki-Laki ambo memang ado ma > agiah semacam list untuk beberapa daerah di Minangkabau nan diminta untuak > dihindari > > Setelah babarapo lamo ambo liek, memang tanyata istri2 dari daerah tsb > labiah dominan. > > Mirip jo sinetron suami takut istri > > Sahinggo bagi suami "kalam jalan pulang ka rumah dumsanaknyo" > > Memang awak indak menginginkan peran seorang suami/ayah terabaikan karena > sang suami lebih focus kepada keluarga orang tuanya. Disini kita hanya ingin > ada suatu keseimbangan, sehingga tidak ada pihak yang merasa terzalimi > > Dilain pihak tidak semua istri yang berada di Green Area memang merupakan > istri ideal. Banyak juo nan "karengkang" > > Sementara dari kelompok suami tidak kurang juga yang merupakan "Cingkahak" > > Tapi untuk area yang oleh apak ambo masuak kategori Vorbidden itu, sampai > kini ambo liek memang "kalam jalan pulang ka rumah rang gaek itu" > > Apa lagi untuk para istri non Minang, tentu kondisinya lebih njlimet lagi > > Ambo raso untuak mengatasi problem iko setiap lelaki Minang sebelum menikah > harus menjelaskan fungsinya bahwa selain harus bertanggung jawab sebagai > suami/ ayah masih berfungsi sebagai anak/ dunsanak/mamak, yang harus > dijalaninya dengan berimbang > > ---TR > > Sent from my BlackBerry® > powered by Sinyal Kuat INDOSAT > ------------------------------ > *From: * "Riri Mairizal Chaidir" <riri.mairizal.chai...@gmail.com> > *Sender: * rantaunet@googlegroups.com > *Date: *Sat, 9 Apr 2011 06:48:30 +0700 > *To: *<rantaunet@googlegroups.com> > *ReplyTo: * rantaunet@googlegroups.com > *Subject: *RE: [R@ntau-Net] Es Ito: Malin Kundang > > Maaf, buat saya, membaca/ mendengar cerita yang “di luar pakem” bukan > suatu hal yang baru. Waktu SMA saya tertawa mendengar di radio, cerita > Cinderella yang “diplesetkan”. Kalau “pakem”nya cerita Cinderella berakhir > dengan kebahagiaan, di cerita yang saya dengar di radio itu Cinderella > justru masuk rumah sakit gara waktu berdansa dengan Pangeran, kakinya > terinjak, sepatu kacanya pecah … > > > > Tapi untuk cerita “Malin Kundang” di bawah ini, saya surprise dengan suatu > “keterangan” di satu frase di paragraph kedua: Istri-istri mereka yang > kelak dipanggil Malin Kundang dengan sebutan Etek, *jenis perempuan Minang > klasik, menguasai suami dengan cara membuka permusuhan dengan ipar perempuan > *. > > > > > > Apa iya ya “perempuan Minang Klasik” seperti itu? > > > > Kalau menurut saya ini masalah serius yang tidak bisa diceritakan “di luar > pakem”. > > > > Riri > > Bekasi, L, 49 > > > > *From:* rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] *On > Behalf Of *Miftah Sabri St Mangkudun > *Sent:* Saturday, April 09, 2011 12:37 AM > *To:* rantaunet@googlegroups.com > *Subject:* [R@ntau-Net] Es Ito: Malin Kundang > > > MALIN KUNDANG > > oleh: E.S Ito > http://itonesia.com/malin-kundang/ > > Malin Kundang tidak berasal dari Padang. Rantau entah berantah yang tampak > asing dari ketinggian Luhak yang tiga. Dia lahir dan besar di pegunungan dan > perbukitan dataran tinggi Minangkabau. Pada sebuah kampung yang tidak jauh > dari Pariangan. Ibunya yang biasa dipanggilnya Mandeh adalah perempuan > satu-satunya dari tiga bersaudara. Paman yang paling tua dipanggil Makwo, > sedangkan yang muda dipanggil Makdang. Di kampungnya nenek Malin bukanlah > orang susah, pewaris tunggal dari berpetak-petak tanah yang dimiliki sebagai > pusaka tinggi. Karena Mandeh satu-satunya perempuan di keluarga itu, maka > jelas nantinya pusaka tinggi itu akan jatuh ke tangannya. Semuanya tampak > sebagaimana harusnya hingga Makwo dan Makdang menikah dan tidak lama > kemudian sang nenek meninggal. > > Makwo dan Makdang adalah jenis lelaki Minang usang yang memandang dunia > sejauh angan pendek mereka. Menikah dengan perempuan satu kampung, berharap > bisa mendapatkan kehidupan tanpa merantau meninggalkan kampung. Pada awalnya > mereka masih bisa menggarap tanah pusaka, membagi hasilnya dengan Mandeh. > Tetapi ketika kemudian Mandeh menikah, mereka mulai terancam apalagi suami > Mandeh juga menetap di kampung. Mereka jadi Mamak Rumah yang mesti pergi > tanpa membawa apa-apa. Istri-istri mereka yang kelak dipanggil Malin Kundang > dengan sebutan Etek, jenis perempuan Minang klasik, menguasai suami dengan > cara membuka permusuhan dengan ipar perempuan. Mereka mulai menghasut Makwo > dan Makdang untuk menguasai pusaka Mandeh. Mereka menebar isu kalau hasil > dari harta pusaka banyak yang dibawa pergi ke rumah gadang suami Mandeh. > Makwo dan Makdang mulai terhasut, tetapi langkah mereka masih tertahan, > was-was jika Mandeh nantinya melahirkan anak perempuan yang akan melanjutkan > pusaka tinggi itu. > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1 - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/