Rubrik : Analisis Kwik Kian Gie
Apa Neo Liberalisme (NEOLIB) Itu? Bagian 2
Oleh Kwik Kian Gie
http://www.koraninternet.com/webv2/lihatartikel/cetak.php?id=16431

KEBIJAKAN NEOLIB DI INDONESIA
Jalan Tol

Orang-orang neolib di Indonesia lebih ekstrem dari rekan-rekan sepahamnya di
negara-negara barat. Kaum neolib Indonesia tidak percaya perlunya barang dan
jasa publik cuma-cuma buat rakyatnya. Maka dalam infrastruktur summit I dan
II dikumandangkan ke seluruh dunia bahwa RI adalah lahan terbuka buat
investor dari mana saja untuk mencari laba dari pembangunan infrastruktur.
Itulah sebabnya hanya Indonesia saja yang mengenal satu kata untuk jalan
raya bebas hambatan yang mulus, yaitu "jalan tol", yang berarti bahwa semua
orang di Indonesia yang menggunakan jalan raya seperti ini harus membayar
tarif tol yang besarnya bisa memberi keuntungan yang memuaskan kepada
investor swasta yang membuat jalannya.

Tidak demikian di negara-negara barat di seluruh dunia. Jalan raya yang di
sini disebut "jalan tol", di sana disebut high way, free way, auto bahn atau
snelweg tanpa kata "tol". Semuanya dipakai oleh siapa saja tanpa dipungut
bayaran. Pembiayaan pembuatan dan pemeliharaannya ditanggung secara gotong
royong oleh seluruh rakyat melalui pengenaan pajak

BUMN

Neolib sangat alergi terhadap BUMN. Yang bukan neolib bersikap bahwa BUMN
(terutama yang persero) adalah perusahaan yang tunduk pada mekanisme pasar,
yang harus bisa bersaing dengan perusahaan swasta. Mengapa harus dimusuhi,
sehingga harus dijuali? Lebih hebat lagi, BUMN yang merugi dibenahi oleh
pemerintah sampai menguntungkan. Setelah menguntungkan dijual dengan harga
murah. Katanya, kalau merugi tidak laku dijual. Saya bertanya dalam sidang
kabinet ketika itu, bukankah BUMN yang dari rugi menjadi untung itu sebuah
bukti bahwa BUMN bisa bagus dan menguntungkan asalkan tidak a priori
memusuhinya atas dasar dogma dan doktrin? Toh Indosat dan banyak BUMN
lainnya dijual.

Ada beberapa negara barat yang beranggapan bahwa semua sumber daya mineral
harus dieksploitasi oleh negara. Produknya yang berupa bahan mentah untuk
berbagai industri hilir dijual kepada swasta sesuai dengan harga dunia.
Hasilnya dipakai untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil dan
merata. Saya tanya kepada sang menteri negara itu, bukankah itu etatis?
"Tidak" katanya, karena sumber daya mineral itu pemberian Tuhan, God given,
harus dibagi secara merata kepada seluruh rakyat. Nilai tambah dari barang
yang man made seperti yang dilakukan oleh Bill Gates boleh dimilikinya
secara mutlak. Itupun dipajaki agar labanya yang besar berfungsi sosial. Ini
ucapannya seorang menteri negara barat!

Minyak Bumi

Indonesia telah 64 tahun merdeka. Namun 90% dari minyaknya dieksploitasi
oleh perusahaan asing. Demikian juga dengan bagian terbesar dari sumber daya
mineral yang sangat mahal harganya.Tanpa malu dikatakan bahwa kita tidak
mampu menggarapnya sendiri. Contoh paling konkret dan paling akhir adalah
blok Cepu yang habis masa kontraknya di tahun 2010 diperpanjang sampai 2030.
Direksi Pertamina di bawah pimpinan Baihaki Hakim yang mempunyai pengalaman
13 tahun mengelola Caltex Indonesia sebagai direktur utama dianggap tidak
mampu, padahal dalam rapat gabungan Direksi dan Dewan Komisaris seluruh
direksi Pertamina menyatakan terang-terangan sanggup menggarapnya sendiri.
Tak lama lagi Baihaki Hakim dipecat. Penerusnya, Widya Purnama dipecat lagi
karena berani tidak setuju atas perpanjangan kontrak blok Cepu kepada Exxon
Mobil.

 Utang

 Sejak tahun 1967 Tim Ekonomi yang selalu dari mashab pikiran yang sama
sampai sekarang berutang terus menerus dari negara-negara asing secara
sangat sistematis. Para pemberi utang dilembagakan dalam IGGI/CGI. Dalam
APBN utang yang harus dibayar kembali beserta pembayaran bunganya tidak
disebut "utang", tetapi disebut "pemasukan pembangunan", sehingga anggaran
negara yang defisit selalu disebut "berimbang". Ada kesan rakyat Indonesia
dimasukkan ke dalam jebakan utang, yang prosesnya harus disembunyikan.

Berkaitan dengan ini, ukuran tentang besarnya utang luar negeri yang sudah
dianggap terlampau tinggi adalah debt service ratio (DER) yang tidak boleh
melampaui 20%. Ketika sudah dilampaui, ukurannya diubah. Utang luar negeri
dan utang dalam negeri pemerintah dianggap aman kalau di bawah 30% dari PDB.
Dengan demikian, jumlah utang lantas menjadi "aman" kembali.

Namun diukur dengan APBN, jumlah cicilan pokok utang ditambah dengan
bunganya sudah mengambil porsi 25% dari seluruh APBN yang oleh siapapun
dianggap sangat besar.

Jadi salah satu ciri kebijakan "neolib" bukan saja menghendaki campur tangan
pemerintah yang sekecil mungkin, tetapi juga kebijakan yang tunduk saja pada
apa kata lembaga-lembaga keuangan internasional.

Obligasi Rekapitalisasi Perbankan (OR)

Ketika kita terkena krisis di tahun 1998, bank-bank yang rusak harus
disehatkan oleh pemerintah dengan suntikan likuiditas berupa OR. Hal yang
sama terjadi dengan AS dan negara-negara Eropa Barat sekarang ini. Tetapi di
AS dan Eropa Barat bank yang diamankan seraya diambil alih oleh pemerintah
tidak akan dijual kembali kepada swasta dengan harga murah. Begitu mengambil
alih kepemilikan (nasionalisasi), mereka langsung saja menyatakan hanya akan
menjual bank-bank itu dengan laba.

Yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ketika itu sangat berbeda. Tim
Ekonomi neolib menjual bank dengan harga sangat murah, sedangkan di dalamnya
terdapat OR yang adalah tagihan kepada pemerintah dalam jumlah sangat besar.
Yang paling mencolok penjualan BCA yang 97% dimiliki oleh pemerintah,
diinjeksi dengan OR sebesar Rp. 60 trilyun, tetapi dijual dengan ekuivalen
Rp. 10 trilyun saja. Alasannya karena harus menuruti perintah IMF tentang
kapan harus dijual. Ruginya Rp. 50 trilyun, belum lagi assets-nya yang
bernilai Rp. 53 trilyun dijual dengan harga Rp. 20 trilyun. Kebijakan yang
sangat tidak dapat dipahami olah akal sehat ini didasarkan atas paham bahwa
campur tangan pemerintah harus seminimal mungkin, yaitu pemerintah tidak
boleh memiliki bank terlalu lama. Menunggu sampai kondisi ekonomi membaik
agar harganya lebih tinggi saja tidak boleh. Faktor lain ialah harus nurut
IMF 100%. Di AS dan Eropa dalam krisis sekarang IMF tidak dianggap sama
sekali. AS mencetak uang.

Subsidi BBM

Fanatiknya pada mekanisme pasar membuat pemerintah yang neolib merasa rugi
kalau menjual minyak yang milik rakyat kepada rakyatnya dengan harga yang
lebih rendah dari harga yang dibentuk di New York Mercantile Exchange
(NYMEX) New York. Perbedaannya disebut subsidi yang sebetulnya hanyalah
opportunity loss. Tetapi mereka lantas merasa bahwa opportunity loss itu
sama dengan uang yang harus dikeluarkan. Maka dinaikkanlah harga BBM yang
milik rakyat kepada rakyatnya sendiri, karena rakyat Indonesia harus patuh
pada mekanisme pasar di NYMEX dalam membeli barang yang miliknya sendiri,
tidak peduli mereka akan jatuh miskin atau tidak.

Kirim email ke