Sanad dan Ijazah merupakan hal penting dlm proses transfer Ilmu di umat Islam...tradisi yg berumur setua dengan generasi umat Islam era kenabian Nabi Muhammad saw. Umumnya dipakai utk Ilmu Kajian Agama, terutama Qiro'at, Hadits, juga Fiqih.Namun di masa lalu, Ilmu Umum pun, bahkan hal yg ringan seperti transmisi hikayat, dongeng, juga humor....memakai sistem sanad dan ijazah cs. Inilah yg menyebabkan Ulama Islam punya kekuatan moril dan akademik/ilmiah yg tinggi, dan Umat Islam punya karakter khusus yg tdk bisa ditandingi oleh komunitas agama mana pun. Karena sudah teruji kekuatannya, sudah selayaknya tradisi ini diteruskan, walau zaman sudah modern, dan teknologi memudahkan manajemen literatur (turots, kitab kuning). Di bawah ini adalah nukilan artikel yg menarik terkait Sanad dan Ijazah.Selamat membaca, selamat merenung. Walloohu a'lam bis-showab. Wassalam,
Nugon Kebanyakan sumber permasalahan adalah cara berkomunikasi!!! http://nugon19.blogs.friendster.com/my_blog/ http://nugon19.multiply.com/journal http://almanar.wordpress.com/2010/05/05/sanad-fiqih-imam-as-syafi'i/ <http://almanar.wordpress.com/2010/05/05/sanad-fiqih-imam-as-syafi%E2%80\ %99i/> Sanad Fiqih Imam As Syafi'i <http://almanar.wordpress.com/2010/05/05/sanad-fiqih-imam-as-syafi%e2%80\ %99i/> Mei 5, 2010 at 10:00 am | In Tentang Ulama' <http://id.wordpress.com/tag/tentang-ulama/> | Leave a Comment <http://almanar.wordpress.com/2010/05/05/sanad-fiqih-imam-as-syafi%e2%80\ %99i/#respond> Sanad hadits para ulama yang sampai kepada Rasulullah Shallallabhu Alaihi Wasallam amatlah banyak jumlahnya, karena mereka hanya meriwayat matan hadits. Berbeda dengan sanad keilmuan fiqih, karena membutuhkan waktu lama untuk mempelajarinya. Nah, kali ini kita akan mengupas mengenai sanad fiqih Imam As Syafi'i Radhiyallahu `Anhu. Syeikh Syihab Ad Din Ahmad bin Ahmad bin Salamah Al Qalyubi (1069 H), menyebutkan salah satu rangkaian sanad dalam fiqih ulama mujtahid dari Quraisy ini (lihat, Hasyiyatani Qalyubi wa Umairah, hal. 9, vol. 1) dengan rangkaian sanad berikut: [220] <http://almanar.files.wordpress.com/2010/05/sanad-imam-as-syafii.jpg> Tidak ada salahnya, jika kita membahas para ulama yang keilmuannya menyambungkan fiqih Imam Syafi'i hingga Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam satu-persatu. Muslim bin Khalid Az Zanji (180 H) Beliau adalah imam, mufti dan faqih Makkah. Beliaulah yang menyarankan Imam As Syafi'i untuk mendalami fiqih. Imam As Syafi'i saat hendak keluar untuk belajar adab dan nahwu, Muslim bin Khalid menemui dan bertanya mengenai asal-usul beliau. Setelah tahu bahwa As Syafi'i termasuk kabilah Abdu Al Manaf, Muslim bin Khalid menyarankan agar beliau belajar fiqih. Dan kepada beliau, akhirnya Imam As Syafi'i menimba ilmu. Muslim bin Khalid jugalah yang memerintahkan Imam As Syafi'i untuk berfatwa, padahal saat itu beliau masih berumur 15 tahun (lihat, muqadimah Al Majmu Syarh Al Muhadzdzab, hal. 13 dan 17, vol.1). Muhammad bin Juraij (150 H) Penduduk Makkah mengatakan bahwa guru Muslim bin Khalid ini, ajaran shalatnya memiliki sanad hingga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Imam Malik sendiri mengatakan bahwa Ibnu Juraij adalah ahli qiyam. Abdu Ar Razak juga menyebutkan bahwa tidak ada orang yang shalatnya lebih baik dari Ibnu Juraij. Disamping memiliki kelebihan dalam hal ibadah beliau juga dinilai sebagai orang yang pertama menulis kitab. Keilmuan beliau sendiri tidak diragukan, sebab itulah para ulama menjuluki beliau sebagai wadah (au'iyah) ilmu (lihat, Taqrib At Tahdzib, hal. 520, vol. 1). Atha' bin Abi Rabah (114, 115, 117 H) Atha' bin Abi Rabah adalah salah satu dari dua ulama yang diizinkan berfatwa di Makkah saat itu, selain Mujahid. Selain seorang faqih beliau juga dikenal sebagai ulama yang memiliki banyak periwayatan hadits. Beliau juga bertemu dengan 200 sahabat. Bahkan, yang menggantikan posisi Ibnu Abbas Radhiyallahu `Anhu sebagi mufti di Makkah adalah Atha', yang juga murid beliau. (Lihat, Tahdzib At Tahdzib, hal. 119-203, vol.7) Ibnu Abbas (68 H) Ibnu Abbas adalah seorang faqih dari kalangan sahabat. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri pernah mendoakan, agar beliau difaqihkan dalam dien. Ibnu Abbas juga sering mendampingi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sejak kecilnya, karena bibi beliau Maimunah adalah istri beliau. Tak heran, beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. http://books.google.co.id/books?id=9_tPRiD9XFEC&lpg=PP1&pg=PA183#v=onepa\ ge&q&f=false JudulSejarah teks al-Quran dari wahyu sampai kompilasi: kajian perbandingan dengan perjanjian lama dan perjanjian baruPenulisMustafa Al-Azami <http://books.google.co.id/books?q=+inauthor:%22Mustafa+Al-Azami%22&sour\ ce=gbs_metadata_r&cad=5> PenerbitGema Insani, 2005ISBN9795619373, 9789795619376Tebal411 halaman Bab 12 - Metode Pendidikan Muslim Pemeliharaan Buku dari Upaya Pemalsuan: Satu Sistem yang Unik Guna memelihara keutuhan dari keterangan dan pemalsuan yang mung kin dilakukan oleh ilmuwan di masa depan, satu metode unik telah diterapkan yang, hingga saat ini, tak ada yang mampu menyaingi dalam sejarah literatur. Berdasarkan konsep yang sama seperti pengalihan riwayat hadith, menghendaki setiap ilmuwan yang menyampaikan koleksi hadith mesti menjalin hubungan langsung dengan pihak yang ia sampaikan, karena pada intinya ia sedang memberikan kesaksian tentang orang itu dalam bentuk tertulis. Mem baca sebuah buku tanpa pernah mendengar dari penulisnya (atau tanpa membaca naskah buku di depan pengarang) akan menjadikan orang sebagai penjahat kesalahan, culprit guilty, karena memberikan kesaksian bohong. Menyadari dalam pikiran tentang hukum kesaksian, metode berikut diakui sebagai cara yang benar dalam memperoleh hadith; masing-masing cara ini memi(iki derajat tersendiri, sebagian memerlukan hubungan yang lebih jauh dari yang lain dan, akhirnya, mencapai kedudukan lebih hebat. 1. Sama'. Dengan cara ini seorang guru membaca di depan muridnya, yang mencakup cabang bentuk berikut ini: bacaan lisan (hafalan), bacaan teks, tanya jawab, dan diktean. 2. `ard. Dalam sistem ini seorang murid membaca teks di depan maha guru. 3. Munawalah. Menyerahkan teks pada seseorang termasuk memberi izin menyampaikan isi riwayat tanpa melalui cara bacaan. 4. Kitabah. Suatu bentuk korespondensi: guru mengirim hadith dalam bentuk tertulis pada ilmuwan lain. 5. Wasiyyah. Mengamanahkan seseorang dengan buku hadith, kemudian yang diberi amanah dapat disampaikan pada pihak lain atas wewenang pemilik asli. Selama tiga abad pertama, metode pertama dan ke dua sangat umum dipakai, kemudian disusul dengan sistem munawalah, kitabah,dan akhirnya wasiyyah. Periode selanjutnya menyaksikan munculnya tiga kreasil ain; 6. Ijazah. Meriwayatkan sebuah hadith atau buku atas wewenang ilmuwan yang memberi izin khusus yang diutarakan untuk tujuan ini tanpa membacakan buku itu. 7. I'lam. Memberi tahu seseorang mengenai buku tertentu dan isi kandungannya. (Kebanyakan pakar hadith tidak mengakui sebagai cara yang sah untuk meriwayatkan hadith). 8. Wijadah. Cara ini menyangkut penemuan teks (misalnya manuskrip kuno) tanpa membacanya di depan pengarang atau mendapat izin untuk meriwayatkannya. Dalam penggunaan metode ini sangat penting untuk dinyatakan secara jelas bahwa buku itu telah ditemukan, dan juga untuk menulis daftar isi kandungannya. 7. Sertifikat Bacaan Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya, para ilmuwan menghadapi ke terbatasan mengenai buku yang dapat dianggap sebagai sertifikat bacaan. Dalam peluncuran buku hadith biasanya catatan daftar hadir selalu dipelihara; ditulis oleh guru atau salah seorang ilmuwan terkenal yang mencatat secara detail mengenai seseorang yang pernah mendengar bacaan keseluruhan isi buku, yang hanya mengikuti sebagian, bagian yang mana yang tertinggal, pria, wanita, dan anak-anak (dan juga pembantu rumah baik pria mau pun wanita) yang turut serta, tanggal, lokasi tempat bacaan itu. Siapa yang hadir di bawah usia lima tahun, terdaftar lengkap dengan kelompok usia dan diberi tanda atau kata hadar (telah hadir); jika lebih dari lima tahun maka ia disebut sebagai murid. Sebuah tanda tangan pada bagian belakang buku itu biasanya menandai berakhirnya sertifikat bacaan, menandai tidak adanya tambahan yang boleh dibuat sesudahnya. Bagi para muhaddithun ijazah ini disebut tibaq, yaitu sejenis surat izin eksklusif bagi yang namanya terdaftar boleh membaca kembali, mengajar, menyalin, atau mengutip dari buku itu. 8. Pengaruh Metodologi Hadith pada Cabang Ilmu Lainnya Begitu ampuh metode ini, dan mampu tahan uji sehingga begitu cepat melintasi batasan literatur hadith dan guna memasukkan semua karya ilmiah: * Beberapa contoh di bidang ilmu tafsir, lihat Tafsir 'Abdur-Razzaq (w. 211 H.) dan Sufyan ath-Thauri (w. 161. H.) * Dalam bidang sejarah, lihat Tarikh Khalifah bin Khayyat (w. 240 H.) * Dalam bidang hukum, lihat Muwatta' Imam Malik (w. 179 H.) * Dalam karya sastra dan cerita dongeng, lihat al-Bayan wa at-Tabyin oleh al-Jahiz (150-255 H.) dan al-Aghani oleh al-Asfahani (w. 356 H.). Karya yang disebut terakhir ini terdiri dari dua puluh jilid yang menceritakan tentang kisah para komposer, penyair, clan artis lagu (pria dan wanita), juga anekdot-anekdot tak vulgar penghiburkan hati. Yang menarik adalah, bahkan dalam cerita-cerita yang menggelitik, kita dapatkan hal itu disertai juga dengan isnad yang lengkap. Apabila pengarang mengambil bahan dari buku yang tidak punya surat izin, ia akan menyatakan, "Saya mengopi dari buku ini dan itu." 9. Isnad dan Transmisi Al-Qur'an Semua kajian ini dapat memunculkan sebuah pertanyaan penting. Apa bila metode yang ketat disiplin berfungsi sebagai jalan kerja harian dalam pengalihan informasi, segalanya dari mulai Sunnah sampai kisah cinta para penyanyi sekali pun, mengapa tidak diterapkan juga untuk Al-Qur'an? Dalam memberi jawaban, ia menuntut kita mengingat kembali sifat Kitab Suci ini. Karena ia merupakan Kalam Allah dan sangat penting dalam setiap shalat, maka penggunaannya selalu lebih luas dari Sunnah. Keperluan dalam penggunaan jaringan mata rantai clan ijazah bacaan bagi setiap orang yang ingin mempelajari Al-Qur'an, tentunya akan lebih. Seseorang yang ingin mem pelajari seni baca Al-Qur'an secara profesional, hendaknya ia melatih suara dan makharij (cara mengeluarkan huruf) yang digunakan oleh para juru baca kenamaan pemegang ijazah dengan urut-urutan mata rantai yang akhirnya sampai pada Nabi Muhammad saw. Abu al-`Ala' al-Hamadhani al-`Attar (488 569 H./1095-1173 M.), seorang ilmuwan yang terkenal, membuat kompilasi biografi para juru baca Al-Qur'an yang diberi judul al-Intisar fi Ma'rifat Qurra' al-Mudun wa al-Amsar. Buku yang terdiri dari dua puluh jilid ini, disayangkan telah musnah sejak dulu. Namun demikian, kita masih dapat mengutip beberapa butir kandungan informasi melalui para ilmuwan yang menulis tentang hal itu; misalnya kita dapat melihat daftar guru-guru pengarang clan juga guru-guru mereka secara lengkap, dalam satu jalur yang pada akhirnya bertemu atau sampai pada Nabi Muhammad saw yang jumlah halaman bermula dari 7 hingga 162 dari buku tersebut. Semuanya merupakan para juru baca Al Qur' an yang cukup terlatih. Jika kita ingin memperpanjang skema yang ada pada daftar itu dengan memasukkan yang nonprofesional akan menjadikan kerja itu sia-sia. Bahkan kecepatan penyebaran Al-Qui an itu sendiri sangat susah untuk mengukurnya. Guna menenangkan rasa ingin tahu tentang jumlah murid yang belajar kitab ini dari satu halaqah di kota Damaskus, Abu ad Darda' (w. sekitar 35 H./655 M.) meminta Muslim bin Mishkam menghitung untuknya: hasilnya melebihi 1600 orang. Para murid yang menghadiri pengajian sistem melingkar (halaqah) Abu ad-Darda' secara bergiliran setelah shalat subuh, pertama-tama mereka mendengarkan bacaan yang diikuti oleh murid-muridnya, clan juga melatih sendiri-sendiri. Dengan menerima keterlibatan dua metode yang berbeda dalam penyebaran Al-Qur'an versus Sunnah, masih terdapat beberapa persamaan mengenai transmisi kedua: 1. Ilmu pengetahuan menghendaki hubungan langsung, dan berpijak se penuhnya pada buku sangat tidak dibenarkan. Semata-mata memiliki sebuah Mushaf, tidak akan dapat menggantikan fungsi kemestian belajar membaca dari seorang guru dengan ilmu yang memadai. 2. Standar moralitas yang ketat diperlukan bagi semua guru. Jika seorang sahabat dekat meragukan kebiasaan akhlaknya, maka tak akan ada siapa pun yang hendak berguru kepadanya. 3. Melukis,diagram tentang transmisi dengan data bibliograti semata, tidak dapat memberi gambaran sepenuhnya mengenai besarnya ukuran subjek yang dikaji. Untuk membuat outline pengembangan Al-Qur'an, seperti telah kita lakukan pada bagian keenam manuskrip Sunan Ibn Majah, mengharuskan pencatatan bagi setiap Muslim yang pernah menginjakkan kaki di atas bumi sejak permulaan Islam hingga saat ini. 10. Kesimpuan Kembali kepada guru yang diakui, penelitian riwayat hidup dilakukan guna menyingkap akhlak pribadi seseorang, legitimasi yang dibangun melalui sistem ijazah bacaan, clan berbagai segi lain dari metode ini, disatukan untuk membuat dinding penghalang terhadap upaya pemalsuan buku-buku tentang Sunnah. Dengan memberi pengecualian terhadap para juru baca Al-Qur'an profesional, satu bidang yang tidak mengikuti sistem isnad yang ketat adalah transmisi Al-Qur'an, karena_yang satu ini, mustahil akan melahirkan penyebab yang dapat merusak teks. Kata-katanya tetap sama seperti yang dibaca di setiap masjid, sekolah, rumah, dan pasar di seluruh penjuru dunia Islam yang me rupakan pelindung dari kerusakan yang ampuh dibanding segala sistem yang mungkin diciptakan oleh manusia.