Membongkar Pikiran Hasan Al Banna dan Pewarisnya
Penulis : Syaikh Ayyid asy Syamari 


(Bagian 4)


Ikhwanul Muslimin
 
Kalau kita melihat para penggagas dan orang-orang yang berada di sekitar 
Ikhwanul Muslimin kita akan temukan bahwa sesungguhnya mereka adalah ahli 
bid'ah yang telah dibantah.

Pembesar mereka berakidah Asy'ariyah dan Hasan Al-Banna adalah seorang yang 
berakidah Asy'ari. Dalam kitabnya "Al'Aqa'id" ia menetapkan 13 sifat bagi Allah 
yang terbagi menjadi : sifat tujuh yang merupakan sifat ma'ani, sifat lima yang 
disebut dengan sifat nafsiyah dan sifat wujud. Inilah rumusan aqidah Asma' wash 
Shifat Allah dari Asy'ari.

Dalam memahami sifat Dzatiyah Allah seperti Tangan, Dua mata, Wajah, Kaki, 
Telapak kaki, Kedatangan dan Tertawa, mazhab Asy'ari memiliki dua prinsip : 
kalau tidak mentakwil pasti membiarkan maknanya (tafwidh). Mentakwil adalah 
memaknakan dengan makna yang tidak menunjukkan lafazhnya, seperti "tangan" 
diartikan dengan "memberi kenikmatan" atau sifat "marah" diartikan dengan 
"pahala". Adapun membiarkan sifat (tafwidh) adalah tidak mau memberi makna. 
Misalnya tentang sifat "wajah" dikatakan, "Aku tidak menetapkan sifat wajah". 
Lantas, apa maksud firman Allah, 
“Dan tetap kekal wajah Rabbmu." (Ar-Rahman : 27).

Sebenarnya mereka meniadakan sifat ini. Sisi pertama dengan mentakwil dan sisi 
kedua dengan diam tidak mentakwil, dengan meyakini tidak ada maknanya.

Hasan al-Banna termasuk golongan Asy'ari dimana ia menetapkan sifat yang tujuh, 
sifat-sifat negatif yang lima dan sifat nafsiyah. Setelah itu dia memilih jalan 
yang berbeda dari jalan asy'ari, yaitu jalan membiarkan (tafwidh), serta 
menggabungkan prinsipnya dengan manhaj salaf.

Sebelumnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membantah prinsip tafwidh dengan 
mantap dan panjang lebar dalam kitab 'Majmu' Fatawa".

Maka Hasan Al-Banna adalah seorang yang berakidah asy'ari yang sesat dan juga 
seorang sufi sebagimana dia akui sendiri dalam kitabnya "Mudzakirat Dai'yah". 
Dia menghadiri wirid-wirid dan dzikir-dzikir shufiyah, membai'at tarekat 
Al-Hashafiyah Asy-Syadziliyah. Ia kagum pada kitab-kitab sufi dan ia sebutkan 
dalam bukunya beberapa judul kitab-kitab sufi tersebut, antara lain "Al-Mawahib 
Al-Laduniyah" (Pemberian-Pemberian Langsung dari Allah) karya Al-Qisthilani. 
Orang-orang yang bergabung bersamanya mengikuti prinsipnya. Ia membentuk 
Yayasan Al-Hashafiyah yang kemudian diketuai oleh Ahmad Askari atau As-Sukri. 
Di dalam buku "Mudzakirat" di atas, Hasan Al-Banna menyebutkan bahwa Yayasan 
Al-Hashafiyah yang dibentuknya berubah bentuk yang baru yaitu menjadi Ikhwanul 
Muslimin.

Ketika membentuk jama'ah baru ia masih dalam akidah sebelumnya. Setelah itu ia 
menulis dzikir-dzikir, wirid-wirid dan lain sebagainya supaya Ikhwanul Muslimin 
punya dzikir khusus sebagimana tarekat-tarekat yang lain. Ia juga membuka 
kesempatan bagi tarekat-tarekat sufi yang lain untuk bergabung dan membai'at 
Ikhwanul Muslimin.

Di dalam kitab "Mudzakirat Dai'yah" Hasan Al-Banna memuji kalangan shufiyah, 
pertemuan-petemuan mereka, dzikir berjama'ah, maulid Nabi, sima' (mendengar) 
nyanyian. Pada akhir hayatnya ia sempat membagi-bagikan kitab-kitab sufi kepada 
teman-temannya. Demikian juga dalam risalah-risalahnya ia membahas asma wash 
shifat. Hasan Al-Banna telah menerangkan akidahnya dan menulis untuk 
pengikut-pengikutnya.
 
 
----- Bersambung... insya Allah------
 
(Ditulis oleh Syaikh Ayyid asy Syamari, pengajar di Makkah al Mukaramah. 
Penerbit Maktabah As-Sahab 2003. Judul asli Turkah Hasan Al Banna wa Ahammul 
Waritsin. Penerjemah Ustadz Ahmad Hamdani Ibnul Muslim.)


MENEBAR ILMU & TEGAKKAN SUNNAH


       
____________________________________________________________________________________Ready
 for the edge of your seat? 
Check out tonight's top picks on Yahoo! TV. 
http://tv.yahoo.com/

Kirim email ke