*Berikut ini pernyataan **Al-Ustadz Ja'far Umar Thalib yang **ditranskrip
dari acara bedah buku "Aku Melawan Teroris" karya Imam Samudra yang
berlangsung di Auditorium lantai 3 FTSP Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta*

Hadirin Sekalian yang saya muliakan dan saya cintai, saya diminta untuk
berbicara dalam acara bedah buku ini mengenai buku "Aku Melawan Teroris"
karya saudara kita Imam Samudera, dan ini untuk kedua kalinya, Karena bedah
buku maka pembahasannya tentang isi buku ini.

Saya membaca buku ini, saya sedih dengan kenyataaan yang ada pada umat ini
yaitu saudara Imam Samudera ini adalah salah satu korban dari sekian banyak
korban kesalahan dalam mengambil manhaj atau thariqah yakni cara memahami
Alqur'an was Sunnah. Pada halaman-halaman pertama buku ini sampai halaman 70
saya semula senang dengan pemaparan dari saudara Imam Samudera, karena yang
dikatakan olehnya bahwa dia memahami Islam dengan jalan atau cara pemahaman
para sahabat nabi, para tabi'in dan tabi'it tabi'in. Kemudian ketika mulai
membahas permasalahan-permasalahan kasus-kasus yang ada sekarang disitu saya
melihat kerancuan pada diri saudra Imam Samudera penulis buku ini. Dimana
rujukan dalam apa yang dia sebutkan dengan para ulama kaliber internasional
dalam menempuh manhaj Salafus Shalih itu dia sebutkan disamping para ulama
dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah seperti Syaikh Muqbil bin Hadi Al
Wadi'i, Syaikh Rabi Al Madkhali, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin,
Syaikh Bin Baz, Syaikh Al Albani, kemudian disebutkan pula tokoh-tokoh
seperti apa yang diistilahkan olehnya seperti Syaikh Salman bin Fahd Al
Audah, Syaikh DR Safar Al Hawali dan Syaikh DR Aiman Az Zawahiri.

Dari ini saya mulai melihat adanya kerancuan pada pemahaman beliau ini
karena tokoh yang disebutkan seperti Salman Bin Fahd Al Audah ini
sesungguhnya salah satu tokoh bersama DR Safar Al Hawali dan tokoh-tokoh
lain di Saudi yang sedang berperang melawan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, tetapi
mengaku sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

Kelihatannya memang saudara Imam Samudera ini kekurangan informasi tentang
pergolakan yang sedang terjadi di Saudi dari tokoh-tokoh Ahlus Sunnah wal
Jama'ah. Seandainya saudara Imam Samudera itu sempat membaca buku karya
Syaikh Rabi Bin Hadi Al Madkhali ini berjudul "*Ahlul Hadits Hum At thaifah
Al Manshurah An Najiah, Hiwar Ma'a Salman Al Audah"** *satu buku yang
membongkar penyimpangan-penyimpangan Salman Al Audah dan penentangannya
terhadap pemahaman Salafus Shalih maka mungkin saudara Imam Samudera akan
tidak menyertakan tokoh semacam Al Audah ini sebagai tokoh-tokoh Ahlus
Sunnah bersama dengan para ulama yang disebutkanya. Juga seandainya Saudara
Imam Samudera membaca buku yang ditulis oleh Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Al
Mubarak Ramadhani Al Jazairi berjudul *"Madarikun Nadzar Fis Siyasah Baina
Tathbiqat As Syar'iah*" dimana isi buku ini membongkar kedustaan-kedustaan
dan pengkhianatan dari DR Safar Al Hawali dalam pemaparannya tentang
berbagai kejadian, terutama perang teluk waktu itu, serangan Iraq ke Kuwait
dan permintaan bantuan pemerintah Saudi ke Amerika niscaya saudara Imam
Samudera tidak akan mencantumkan DR Safar Al Hawali sebagai deretan
tokoh-tokoh yang dia katakan sebagai ulama Kaliber internasional yang
menempuh manhaj Salafus Shalih.

Kerancuan ini tidak sesederhana yang kita duga, justru ini akan membawa
kepada berbagai sikap dan kemudian dilanjutkan dengan berbagai tindakan yang
disangkanya sebagai suatu amalan ibadah tertinggi yaitu jihad, tapi ternyata
itu adalah perbuatan penyimpangan. Hukum-hukum yang dia sebutkan disini
seperti di halaman 97 sampai halaman 100 dimana dia menyatakan hukum bahwa
umat Islam ini terluka karena Al Haramain (Makkah dan Madinah) telah
diduduki oleh Amerika, oleh salibis Zionis. Kemudian disejajarkan peristiwa
pendudukan Al Haramain (Makkah dan Madinah) oleh Salibis Zionis dengan
pendudukan Zionis terhadap Al Masjidil Aqsa di Yerusalem. Dengan dasar ini
maka dia terlihat sangat kecewa dengan informasi seperti itu, dan berpijak
dari informasi seperti itu diapun menyatakan kemarahan besar terhadap
kekuatan-kekuatan yang menduduki Al Haramain (Makkah dan Madinah) sebagai
penjajah dua tanah haram itu yaitu dalam hal ini Amerika Serikat. Maka
kemudian dia juga menghukumi dengan ini para ulama yang disebutkan olehnya
tadi sebagai kaliber internasoinal yang bermanhaj Salafus Shalih seperti
Syaikh bin Baz dan Syaikh bin Utsaimin, dia hukumi sebagai ulama yang tidak
mempunyai wawasan politik sehingga ditipu oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz Al
Su'ud untuk mengeluarkan fatwa tentang bolehnya meminta bantuan kepada
Amerika Serikat, mengundang Amerika Serikat untuk menduduki kedua tanah
haram tersebut.

Padahal kalau seandainya informasi yang disebutkan oleh saudara Imam
Samudera disini, yakni dasar informasi dia untuk menyatakan bahwa dua tanah
haram telah diduduki oleh Amerika Serikat ialah buku karya DR Safar Al
Hawali buku yang berjudul *"Kasyful Hummah 'An Ulamaa'il Ummah" *kalau
dilihat tahunnya bagaimana Imam Samudera membaca buku dan sebagainya,
kelihatanya saya lebih dulu membaca buku ini dari pada dia, *wallahu A'lam*.
Saya ketika membaca buku ini sama perasaaanya dengan beliau, sangat kecewa
dengan kenyataan tersebut. Saya sangat kecewa dengan kenyataan yang
dipaparkan oleh DR Safar Al Hawali didalam buku ini dan saya juga mempunyai
keyakinan seperti keyakinan Imam Samudera bahwa Al Haramain telah diduduki
oleh tentara salibis Amerika Serikat. Tetapi dua tahun setelah terbitnya
buku ini kemudian saya mendapatkan buku *Madarikun Nadzar** *Karya Syaikh
Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi yang ternyata membongkar berbagai
kebohongan dan kepalsuan DR Safar Al Hawali dalam informasi-informasinya
itu, Masya Allah saya jadi lega luar biasa ternyata apa yang di informasikan
oleh DR Safar Al Hawali tentang pendudukan Amerika terhadap Makkah dan
Madinah itu adalah informasi-informasi politik atau dengan kata lain
informasi-informasi bohong dan dusta. Kemudian juga saya sempat mempunyai
pikiran ketika membaca buku yang dibaca oleh oleh Imam Samudera ini yaitu
Safar Al Hawali dan Salman Al Audah, saya sempat mempunyai pandangan miring
terhadap para ulama seperti pada Syaikh bin Baz, kenapa memberi fatwa
demikian? kenapa membolehkan pemerintah Saudi meminta bantuan pasukan
Amerika untuk melawan ancaman Iraq? karena itulah saya mempunyai pandangan
seperti pandangan Imam Samudera bahwa ulama itu hanyalah perkara hukum haidh
dan hukum nifas saja keahliannya. Seperti pandangan tokoh Mu'tazilah dalam
mengejek para ulama Ahlul Hadits dimana dikatakan bahwa ulama Ahlul Hadits
itu pengetahuanya hanya seputar celana dalam wanita yaitu hukum-hukum haid
dan nifas. Dan ternyata omongan ini tidak terasa saya konsumsi dari
tulisan-tulisan Salman Al Audah dalam *Silsilatul Ghuraba*.

Salman Al Audah memaparkan bahwa para ulama itu tidak mempunyai wawasan
politik sama sekali jadi kalau perkara politik jangan kesana rujukannya
sebaiknya kepada para politikus, sedangkan dalam perkara hukum-hukum haidh
dan nifas itu kepada para ulama tersebut, persis seperti itu. Maka
alhamdulillah saya bersyukur kepada Allah, saya tidak menjadi korban
penyimpangan dan kedustaaan informasi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh yang
sedang memerangi Ahlius Sunnah wal Jama'ah seperti Safar Hawali dan Salman
Al Audah ini, dan tokoh-tokoh lain seperti Aid Al Qarni atau DR Nashir Al
Umari. Alhamdulillah Allah membimbing saya untuk jangan percaya kepada satu
buku saja atau jangan percaya pada satu tokoh saja, hendaknya seorang untuk
mengambil kesimpulan itu mencari berbagai keterangan dari berbagai tokoh
terutama para ulama.

Ketika pada tahun 1996 saya berkesempatan untuk berkunjung ke Syaikh bin Baz
Rahimahullah dan saya tanyakan langsung perkara ini; kenapa anda memberi
fatwa bolehnya isti'anah bil kuffar (meminta pertolongan kepada orang kafir)
dalam menghadapi ancaman dari Iraq waktu itu. Beliau -dengan sabar karena
melihat kebodohan saya- menerangkan: "Bahwa isti'anah (minta tolong) dalam
kondisi kelemahan kita kepada kekuatan kuffar ini pernah dilakukan oleh
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam dan para sahabatnya.
Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam mencoba untuk
hijrah ke Tha'if dan ternyata ditolak oleh penduduk Tha'if dan akhirnya
kembali ke Mekkah, maka dalam kondisi bercucuran darah kaki beliau Shallallahu
'Alaihi Wa Aalihi Wasallam karena dilempari batu oleh penduduk Tha'if dan
ini dalam kondisi selemah-lemahnya posisi; berhubung Abu Thalib telah
meninggal dunia, Khadijah Bintu Khuwailid meninggal dunia, tidak ada lagi
pembela bagi beliau. Maka ketika belau Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi
Wasallam mau masuk ke Makkah, beliau minta tolong kepada seorang musyrik
yang kemudian memberikan pembelaan dan mengumumkan di Ka'bah bahwa Muhammad
hari ini dibawah perlindungan saya. Dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Aalihi Wasallam pun masuk ke Mekkah dengan sebab itu. Dan demikian pula hal
ini dilakukan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'anhu, juga para
Shahabat yang lainya ketika mereka hijrah pertama dari Makkah menuju ke
Habasyah (Ethiopia). Dimana Raja Ethiopia adalah seorang Nashrani sehinggga
dengan sebab itu adalah boleh beristi'anah (minta tolong) kepada kuffar
dalam menghadapi bahaya terhadap kaum Muslimin". Saya katakan kepada Syaikh:
"Mereka minta tolong kepada orang kafir untuk menghadapi orang kafir, kenapa
Syaikh anda memfatwakan bolehnya minta tolong kepada orang kafir untuk
menghadapi kaum muslimin???". Beliau juga dengan sabar melihat kebodohan
saya, menjawab "Sesungguhnya kenyataan yang dilakukan kaum Muslimin di Iraq,
tidak diragukan bahwa mereka adalah kaum Muslimin, tetapi mereka dibawah
perintah Saddam Husain yang mempunyai pemikiran sosialis yang ekstrim,
dibawah kendali seorang katoliki bernama Misyair Aflaq yang menggantung para
ulama Iraq di Baghdad dan di Bashrah dan di beberapa tempat yang lainya.
Dengan kenyataaan itu dan dengan qarinah yakni indikasi sepeti itu, kita
melihat bahwa memang harus menghindari mafsadah yang lebih besar dengan
menolak upaya Saddam Husain untuk melakukan penyerangan ke wilayah-wilayah
Muslimin lainya yang sangat di khawatirkan dengan indikasi-indikasi itu tadi
bahwa nasibnya kaum Muslimin diwilayah lain akan sama dengan nasib kaum
Muslimin di Iraq yakni dibawah kepemimpinan Saddam Husain". Demikian beliau
membawakan tentang kaidah yang disepakati oleh para ulama dimana beliau
menyatakan "apabila menghadang kita dua mafsadah atau dua kerusakan yang
sama-sama rusak maka dalam kondisi demikian dipilih mana yang paling ringan
dari kedua mafsadah tersebut". Maka yang paling ringan ialah kita
beristi'anah bil Kuffar (minta bantuan orang-orang kafir) dengan waktu
tertentu, yaitu apabila mereka telah selesai menjalankan tugas yang kita
bebankan kepadanya yaitu membantu kita untuk menolak atau memukul mundur
serangan Iraq, maka mereka kita minta untuk kembali ke negerinya (jawab
Syaikh Bin Baz). Saya katakan apakah itu terlaksana?, Syaikh menjawab: Ya
terlaksana dan mereka pun pulang. Katanya masih ada tentara Amerika disini?.
Beliau mengatakan "Tentara Amerika disini ialah perwira Amerika saja sebagai
instruktur untuk memberikan bantuan-bantuan keahlian militer, kerjasama
militer bagi tentara-tentara Saudi". Jadi 120 atau berapa angka-angka yang
disebutkan Safar Al Hawali itu bagaimana (imbuh Ustadz Ja'far). Syaikh
menjawab "Kau Lihat apa ada tentara Amerika di jalan-jalan?". Jadi hanya di
camp militer dan itupun tidak mencapai jumlah tersebut yaitu hanya terbatas
perwira-perwira tentara Amerika yang ditugaskan sebagai instruktur untuk
menggunakan alat-alat militer yang di impor dari Amerika.

Maka dari ini saya melihat memang luar biasa dahsyatnya gerakan untuk
membikin pemalsuan informasi tentang Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dan tentang
para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Kalau saudara Imam Samudera mengatakan
bahwa Syaikh Bin Baz dan para Ulama itu tidak mempunyai wawasan politik
sehingga ditipu oleh Raja Fahd, maka ketika saudara Imam Samudera
membangga-banggakan kondisi jihad di Afghanistan waktu menghadapi Uni
Soviet, sesungguhnya keberangkatan dia Ke Afghanistan itu kalau dirunut
asalnya adalah merupakan salah satu daripada jasa Syaikh Bin Baz
Rahimahullah yang dikatakan oleh dia sebagai ulama Qa'idin yang tidak ikut
perang.

Syaikh Bin Baz adalah ulama yang pertama yang melancarkan internasionalisasi
jihad di Afghanistan melawan Uni Soviet, Syaikh menyatakan bahwa menolong
kaum kaum Muslimin di Afghanistan adalah Jihad fii Sabilillah, maka
berduyun-duyun seluruh kaum Muslimin berrangkat kesana pada waktu itu dan
bantuan kaum Muslimin terutama dari negara-negara teluk yakni kaum Muslimin
penduduk negara-negara teluk yaitu negara-negara Arab di sekitar teluk.
Demikian besarnya ke Jihad Afghanistan adalah dengan fatwa dari Syaikh Bin
Baz Rahimahullah.

Ketika Imam Samudera masih di alam arwah belum masuk kerahim ibunya, Syaikh
Bin Baz ketika masih dalam usia 10 tahun sudah berjihad melawan
kekuatan-kekuatan Inggris di Saudi, ketika kekutan Inggris mau menduduki
Najd. Dan terjadi perlawanan kaum Muslimin disana Syaikh Bin Baz termasuk
daripada yang melawan tentara Inggris itu, ketika Imam Samudera masih di
alam arwah.

Jadi kemudian dalam pembahasan berikutnya yang saya lihat didalam buku ini
dimana Imam Samudera membeberkan tentang apa yang diistilahkan dengan bom
Syahid atau bom bunuh diri. Dia disini menggambarkan adanya perselisihan
para ulama dan kemudian dia membikin kategori Ulama Ahlits Tsughuur dan
ulama Al Qa'idin. Ulama Ahlis Tsughuur menurut dia ialah ulama yang ada di
medan tempur, menyaksikan dan merasakan berbagai problema pertempuran di
medan perang. Kemudian ulama Al Qai'diin yaitu ulama yang duduk-duduk saja,
yang hanya membaca kitab-kitab fiqh. Dalam kategori kedua ini, Imam Samudera
menggolongkan Syaikh Bin Baz dan para Ulama internasional yang bermanhaj
salaf adalah termasuk kategori Ulama Al Qa'idin, yakni Ulama yang
duduk-duduk saja yang tidak mengerti medan jihad yang sesungguhnya, karena
hanya duduk-duduk saja. Sedangkan yang dikategorikan ulama Ahlits Tsughuur
ialah dia sebutkan termasuk dari padanya ialah Syaikh Usamah Bin Ladn dan
Syaikh Aiman Az Zawahiri, yang kedua-duanya bukan ulama. Usamah Bin Ladn
sesungguhnya bukan ulama dan tidak mempunyai latar belakang keilmuan tentang
Islam sama sekali, dan dia adalah seorang insinyur, termasuk Aiman Az
Zawahiri adalah ahli kimia. Mereka bukan ulama Islam dan tidak mempunyai
latar belakang keilmuan dalam hal syariah Islamiyyah, ini yang di
kategorikan Imam Samudera sebagai Ulama Ahlits Tsughuur.

Kemudian Imam Samudera menukil omongan Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah, dia
sebutkan bahwa Al Imam Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah telah menyatakan:
"Jika kalian menyaksikan manusia berselisih, maka hendaklah kalian mengikuti
pendapat mujahidin dan Ahlits Tsughuur, karena sesungguhnya Allah berfirman
Allah benar-benar memberi mereka hidayah* Wal ladziina jaahadu fiina
lanahdiyannahum subulana* "dan mereka yang berjihad dijalan Kami maka mereka
itu akan Kami tunjuki jalan-jalan Kami". Rupanya dari pembahasan Imam
Samudera ini yang dikategorikan Ahli Tsughuur ialah semua mereka yang ada di
medan jihad. Sedangkan persyaratan untuk merujuk kepada Ahlits Tsughuur
didalam Islam ialah ilmu bukan terminologi. Ilmu tentang Al Kitab Was Sunnah
ini persyaratan utama dan pertama untuk kita merujuk kepadanya didalam
memahami Islam dan juga meskipun demikian ulama yang siapapun, dam setinggi
apapun tidaklah akan bisa kemudian sejajar fatwanya itu dengan Al Qur'an dan
Al Hadits, sama sekali tidak bisa, karena tidak termasuk dalil agama.

Keterangan ulama itu bukan dalil, yang dinamakan dalil hanya Al Qur'an Was
Sunnah. Keterangan ulama hanya membantu kita memahami dalil, sehingga Imam
Malik Rahimahullah menasehatkan kepada kita *"*Semua omongan siapapun bisa
diambil dan bisa ditolak kecuali omongan orang ini sambil menunjuk kepada
kuburan Rasulullah Shalallahu alaihi wa alihi wasallam". Kecuali omongan
penghuni kubur ini yaitu omongan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi
Wasallam. Kalau memang itu secara ilmiah dapat dipastikan sebagai omongan
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam maka omongan itu tidak
bisa ditolak.

Jadi kalau semua yang dimedan perang itu dikatakan ulama Ahlits Tsughuur dan
menjadi rujukan didalam memutuskan halal dan haramnya sesuatu, ini adalah
akan menjadi sumber kerancuan fitnah dalam agama. Sehingga timbul fatwa apa
yang didistilahkan bom bunuh diri atau kemudian diistilahkan oleh moderator
tadi bom isytisyhad; sesungguhnya ya setali tiga uang, hanya permainan kata
saja untuk menghibur orang supaya tidak curiga dengan fatwa bom bunuh diri
itu. Sesungguhnya ya bunuh diri juga, dimana dalam definisi Syari'ah bahwa
bunuh diri itu ialah menceburkan diri didalam kematian dengan sengaja.

Maka semua orang boleh berkata apa saja yang dia mau, tetapi tanggung
jawabnya di Yaumil Qiyamah nanti tentang fatwa-fatwa agama ini, sungguh dia
akan dimintai pertanggung jawabannya. Dan mereka yang cuma ikut-ikutan dalam
beragama, sungguh mereka akan menyesal dalam hidupnya nanti di akhirat. Allah
berfirman:* *"Jangan kamu ikut apa yang kamu tidak ada ilmu padanya karena
sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan akal pikiranmu (itu adalah nikmat
Allah) yang Allah akan mintai pertanggung jawabanya nanti di Yaumil
Qiyamah".

Jadi dalam perkara agama ini jangan main-main dan saya sedih melihat
kenyataan ini dan kelihatanya saudara Imam Samudera ini sesungguhnya ingin
bermanhaj atau merujuk kepada pemahaman Salafus Shalih yakni pemahaman Ahlus
Sunnah wal Jama'ah. Tapi sayang akibat emosi yang tidak didukung dengan ilmu
maka menjerumuskan dia kepada berbagai penyimpangan-penyimpangan pemahaman
yang demikian parah dan inilah sesungguhnya bukti bahwa dosa terbesar itu
ialah ketika orang yang berilmu tetapi tidak beramal dengan ilmunya atau
orang yang beramal tetapi tidak didasarkan amalnya itu atas ilmu, wallahu
a'lamu bis shawab.

sumber : http://alghuroba.org/index.php?read=154

Kirim email ke