Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak
Ide saya sih sederhana: Kantor pajak tinggal me-link database ke instansi pemerintah lain yang mencatat transaksi harta tetap penduduk, misalnya: - samsat (mencatat data kendaraan) - kimpraswil/dinas tata kota (mencatat data IMB) - BPN (mencatat sertifikat tanah) - dsb (bahkan kalau perlu sampai transaksi bank) Intinya, kantor pajak mencocokkan data antara WP yg melaporkan SPT dan nama pemilik harta tetap. Contoh: nama saya Wing Wahyu Winarno, misalnya saja ada di kantor pajak, melaporkan SPT sebagai karyawan swasta, dengan penghasilan Rp60 juta setahun (Rp5 juta per bulan). Tetapi menurut data di samsat, ada Toyota Avanza atas nama saya, seharga Rp125juta. Nah, kantor pajak membuat simulasi kalau saya dianggap beli kendaraan itu dengan kredit selama 5 tahun, dengan angsuran (asumsi atau contoh di sini saja) Rp5juta sebulan, maka dapat diketahui, pantas gak saya dengan gaji Rp5 juta per bulan, bisa kredit mobil dengan cicilan Rp5juta per bulan? Gak logis bukan? Berarti saya punya pendapatan lain2, yang menurut teman2 di sini disebut *ekonomi bawah tanah* atau saya memakai istilah *hidden economy* (sama aja lah). Itu baru data di samsat. Kalau saya juga punya tanah seharga Rp240juta, dan belum masuk di laporan penghasilan saya, kantor pajak juga bisa bikin simulasi seandainya saya beli tanah itu selama 20 tahun, berarti per tahun saya mengangsur Rp12 juta, per bulan Rp1juta, dan itu mesti masuk ke perhitungan SPT saya. Nah, ide rinciannya ada di link bawah ini. http://maswing.wordpress.com/2008/02/07/berantas-korupsi/ Kalau sistem ini diterapkan (dan menurut saya tidak perlu sampai ke Undang-undang, karena Dirjen Pajak saat ini sudah memiliki kekuasaan yang sangat besar utk membaca data dari berbagai sumber), maka seandainya Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima Rp6 milyar tidak ketahuan dan tidak ketangkap KPK, dan menggunakan uang itu untuk membeli rumah, pasti akan segera ketahuan oleh sistem dan diminta untuk membayar PPh. Bagaimana kalau Jaksa UTG membeli aset atas nama orang lain, misalnya atas nama WWW? Maka, nama WWW yang akan dikejar oleh Kantor Pajak untuk segera membayar PPh dengan dasar Rp6M tadi. Sistem yang saya sarankan, kelemahannya satu: kalau si pemilik uang tadi, menyimpan uangnya di bawah bantal dan tidak untuk membeli apa2. Tetapi, mana ada orang kuat imannya punya duit banyak tidak untuk beli apa-apa? Nah, mohon sharing teman2 semua, siapa tahu kelak di antara kita ada yang jadi orang penting di ditjen pajak (atau bahkan di staf pres/wapres). Dijamin, semua orang membayar pajak dengan lebih adil. Salam, Wing http://maswing.wordpress.com 2008/6/25 Hok An [EMAIL PROTECTED]: Kawan2 semuanya, Dibawah ada pendapat lain tentang sektor gelap kita yang ditaksir mendekati Thailand jadi besarnya mendekati angka 70% (2004: Rp. 1.750 trilliun). Salah satu asumsi untuk itu adalah besarnya sektor2 yang illegal. Saya sendiri terus terang tidak tahu bagaimana sektor illegal ini bisa ditarik ke bagian yang terang. Pengampunan pajak saya rasa bukan sarana yang tepat. Mungkin ada yang pemikiran yang lebih kena. Salam Hok An Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak Oleh: Erwin Silitonga Berbicara mengenai pengampunan pajak (tax amnesty) tidak lepas dari ekonomi bawah tanah (underground economy). Per definisi, ekonomi bawah tanah adalah bagian dari kegiatan ekonomi yang sengaja disembunyikan untuk menghindarkan pembayaran pajak. Kegiatan ekonomi bawah tanah umumnya berlangsung di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan penelitian Enste dan Dr Schneider (2002), persentase kegiatan ekonomi bawah tanah di negara maju mencapai 14%-16% dari PDB, sedang di negara berkembang dapat mencapai 35%-44% dari PDB. Kegiatan ekonomi bawah tanah ini tidak pernah dilaporkan sebagai penghasilan dalam formulir surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak Penghasilan, sehingga masuk dalam kriteria penyelundupan pajak (tax evasion). Salah satu cara inovatif untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban pajak baru kepada masyarakat, dunia usaha, dan para pekerja adalah melalui program pengampunan pajak. Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum dibayar. Selain itu, program ini diharapkan juga meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pembayaran karena daftar kekayaan wajib pajak makin akurat. Beberapa penelitian menunjukkan terjadi penurunan tingkat kepatuhan membayar pajak pascapengampunan pajak. Namun jika dilaksanakan secara hati-hati, pengampunan pajak dapat memulihkan tingkat kepatuhan membayar pajak. Bahkan, kepatuhan membayar pajak pasca-tax amnesty akan lebih baik bila program pengampunan pajak dibarengi dengan ditingkatkannya upaya penegakan hukum, dibandingkan apabila upaya penegakan hukum ditingkatkan tanpa program pengampunan pajak. Pengampunan pajak akan mempermudah masa transisi sistem perpajakan ke arah yang lebih kuat, adil, dan baik. Besarnya potensi
Re: [Keuangan] Re: Soal Inflasi kenaikan BBM - Analisanya??
Betul juga ya... Saya juga kan cari-cari ide... Masalahnya bicara teori, atau sebab akibat, subsidi BBM ini barangkali tidak pernah di teliti detail (barangkali??...). Masalah subsidi ini kan juga cuma ada di negara baru berkembang. Alasannya ya justru karena penduduknya pada miskin semua (maka perlu subsidi). Kalau sampai pemberi subsidinya nyerah, gimana caranya nyerah yang meminimalkan kerusakan, dan pulih dan kalau bisa malah jadi lebih kuat? Apakah dengan menaikkan suku bunga, atau meningkatkan belanja negara, atau meningkatkan pajak, naekin harga bbm (mana yang lebih penting, tenggang waktu antar kenaikan, ataukan besarnya kenaikan, dll). --- On Thu, 6/26/08, dina kartika [EMAIL PROTECTED] wrote: From: dina kartika [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [Keuangan] Re: Soal Inflasi kenaikan BBM - Analisanya?? To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Date: Thursday, June 26, 2008, 5:18 PM boleh ikutan kalo menurut gw sih..mang pada dasarnya kudu naek..krn kita kan kiblatnya ama dunia..so mau gak mau apapun yg terjadi ma dunia pasti kita kena imbasnya.. cuma yg berat kan ..emang d rakyat ,krn mereka sebelumnya memang sudah susah..sehingga begitu mereka denger ada kata naek langsung shockjadi percuma mo pake cara yg tiap tahun naek 1% ato yg langsung naek dengan percentase yg tinggi...and itu mang tugasnya pemerintah untuk ningkatin taraf hidup rakyatnya... .menengah ke bawah yaa --- On Thu, 6/26/08, jeff_andra [EMAIL PROTECTED] co.id wrote: From: jeff_andra [EMAIL PROTECTED] co.id Subject: [Keuangan] Re: Soal Inflasi kenaikan BBM - Analisanya?? To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Date: Thursday, June 26, 2008, 3:41 AM Poling nih bung? hehehe... Ikutan ya... Kalo nanya'nya ke mahasiswa Unas, UKI, Mustopo, dll (oknum lah ya) ya, tentu jawabannya BBM ngga boleh naik, mungkin bagi mereka, kalo perlu bensin dikembalikan ke harga Rp. 750 seperti di rezim idola mereka dulu. Mereka kan cerdas2 dan sangat ingin memperjuangkan nasib RAKYAT. tapi kok kalo saya (orang bego) lebih setuju harga BBM di approach dengan harga pasar (walau ngga kudu = harga pasar lho), dan caranya dengan bertahap supaya pasar tidak shock dan dapat mengikuti dengan lebih smooth, dan dampaknya tidak langsung membunuh (mencekik) sektor riil. Pokoknya BBM memang kudu naik lah, karena: 1. Menghindari disvaritas harga dengan negara2 tetangga, untuk menghindari penyelundupan. 2. Menumbuhkan daya saing energi2 alternatif (biji jarak, dsb.). Ngga fair aja kalo Cost/liter Biofuel harus bersaing dengan BBM bersubsidi. 3. Ya, biar orang sadar lah, kalo BBM itu MAHAL, sehingga mulai melirik gaya hidup hemat. 4. Terakhir, BBM memang perlu naik, agar mahasiswa pintar dan partai2 (terutama oposisi) punya komoditas untuk cari muka. Salam Mana yang lebih baik bagi ekonomi rakyat, peningkatan harga BBM yang terencana sampai harga pasar sedikit demi sedikit, ataukah peningkatan harga BBM yang mendadak setelah ada tekanan yang membahayakan anggaran negara? Mana yang tidak terlalu membahayakan produktifitas dan inflasi? BBM naik 1% perbulan selama 12 bulan, ataukah harga sama terus selama setahun, tapi akhir tahun langsung naik 12% misalnya? [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] info bouncing: Sektor gelap: Essays on Indonesian Taxation, Inefficiency and corruption
Maaf ternyata kirim file itu tidak mudah. Soalnya sesudah jadi mail ternyata bengkak jadi kira2 16 MB. Sebab itu kiriman saya kembali dengan catatan tempat tidak cukup. Besok pagi akan saya ulang lagi. Sebelumnya siapa2 ynag pesan harap menyediakan temapt ynag cukup. Salam Hok An --- Pada Kam, 26/6/08, Hok An [EMAIL PROTECTED] menulis: Dari: Hok An [EMAIL PROTECTED] Topik: [Keuangan] Sektor gelap: Essays on Indonesian Taxation, Inefficiency and corruption Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 26 Juni, 2008, 7:51 PM Kawan2 Netter, Ada lagi satu thesis yang mencoba membedah kaitan sektor gelap dengan rumus2 ekonomie. Rumus2 agak sulit dimengerti, tetapi kalimat2 mengandung informasi2 yang menarik. Masalah yang disini dibahas adalah pajak dan desentralisasi. Yang tulis: Luky Alfirman di Universitas Colorado 2004. Yang berminat bisa menghubungi saya liwat JAPRI Harap Mailbox perlu disiapkan sebelumnya sebab besarnya 12 MB. Salam Hok An ---
NPWP/Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak
Bung Jerry, NPWP ada masalahnya. Soalnya surat ini mengangkut kewajiban bukan hak. Kalau di Jerman ini setiap orang dewasa setiap ganti tahun langsung dikirim oleh kantor statistik/kependudukan dan KPU (semua jadi satu) kartu pajaknya. Setiap bayar pajak, ada catatan berapa pajak yang dibayar dan akhir tahun bisa tutup buku dimana biasanya kita isi laporan tahunan kepada kantor pajak lengkap dengan tuntutan atas subvensi (pemotongan pajak) apa saja yang kita minta. Kira2 tiga bulan sudah itu datang keputusan kantor pajak, yang biasanya juga langsung kirim kelebihan pajak terbayar tanpa prosedur ruwet. Prosedur sederhana ini mungkin karena posisi politis memang beda sekali. Disini kantor pajak bukan kantor pemerintah, hanya tunduk kepada UU dan jelas merupakan sarana pelayanan publik. Di Eropa arah modernisasi dikemudian hari adalah sistem pajak (pribadi) dengan sistem flat dan penghapusan subsidi2 sehingga laporan pajak jadi mudah dan cukup dengan satu dua halaman saja dan kemudian mugnkin semcama pajak negativ, dimana orang2 yang penghasilannya sedikit mendapat komensasi langsung, supaya kantor sosial sekali waktu bisa dipangkas. Reposisi sistem birokrasi kita proyek yang berat sekali, sebab belum banyak yang mengerti masalah ini. Departemen PAN saja belum tahu bahwa negara sipil seharusnya tidak punya instansi pemerintah, yang ada harusnya instansi negara. Dalam struktur kenegaraan kita masih tersisa budaya feodal, trias politika, budaya sipil belum dikenal dengan baik. Dalam hal ini yang pertama perlu aktiv adalah subjek2 negara sipil sendiri. Tanpa tekanan pendapat umum jelas proses pemisahaan negara dan pemerintah lebih lambat. Proses ini adalah transformasi budaya dimana terjadi semacam domestifikasi, dimana sifat2 predator birokrasi dikikis satu2. Kalau keingin peralihan sistem ada, biasanya proses reformasi akan berjalan cukup cepat. Salam damai Hok An [EMAIL PROTECTED] schrieb: Kabar kini, Bpk Darmin Nasution mengusulkan spy orang-orang yang tdk punya npwp wajib membayar fiskal kalau pergi ke luar negeri. Tetapi orang yang punya npwp bebas biaya fiskal. Saya pikir ini salah satu bentuk insentif untuk mendorong orang-orang yang sepantasnya punya npwp (tapi selama ini 'bersembunyi') menjadi punya npwp. Kalau boleh saya mengemukakan pendapat, 'sektor gelap' menurut saya tidak segelap yang dipandang orang kebanyakan. Maksud saya, baiknya ada harmoni antara growth, control pemerintah, dan kebebasan entrepeneur-entrepeneur baru (baik itu yang sektor informal sekalipun) untuk muncul dan berinovasi. Salam damai, Original Message Subject: Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak From: Amitz Sekali [EMAIL PROTECTED] Date: Thu, June 26, 2008 10:13 am To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Dody, Masalah transparansi yang rendah sebetulnya masalah umum yang gawat. Bicara transparansi, saya mengharapkan adanya satu pusat otoritas informasi yg valid, up to date, dan konsisten, tentang segala sesuatu mengenai aturan dan perijinan, sehingga kita tidak ada di bawah belas kasihan oknum2 yang mengenakan aturan secara selektif dan sekenanya ke orang2 yang tidak memberikan uang. Asal pusat otoritas informasi ini dijaga dengan baik oleh orang2 berintegritas tinggi, ini pasti akan menolong orang2 yang sebenarnya tidak mau memberikan uang pelicin. Selain data lengkap mengenai prosedur perijinan, diharapkan ada informasi tentang seberapa cepat sebuah ijin bisa keluar, berdasarkan besarnya antrian, Lalu ada informasi tentang antrian kerja saat ini ada berapa orang dan kita ada di nomor berapa. Dengan adanya akses ke informasi seperti di atas, kita tahu jelas hak dan kewajiban kita sehingga kita tidak lagi ditekan oknum2 pemerintah. Efisiensi birokrasi yang akhirnya tercipta menurut saya lebih penting daripada pemberantasan korupsi, seperti yang pernah saya tulis sebelumnya. Satu hal yang perlu diperhatikan agar akses informasi tersebut efektivitasnya tinggi adalah pengurangan aturan2 yang pengaplikasiannya selektif berdasarkan kriteria yang tidak jelas.. Transformasi setiap sektor gelap menjadi terang memerlukan pendekatan khsusus yang sesuai dengan kondisi masing2 sektor ini. Saya rasa sektor gelap, minimal sebagian, akan melawan mati2an untuk
Etika/Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak
Bung Jerry, Anda menyentuh masalah penting yaitu etika dagang. Masalah gelap dan terang adalah definisi yang datang dari etika yang berlaku. Jadi sesungguhnya yang menetapkan adalah kita sendiri, liwat konsensus nasional, kemudian UU yang dalam praktek se_hari2 dilaksanakan oleh aparat negara yang berkewajiban menegakkannya. Contoh yang menarik misalnya adalah pajak judi yang dulu merupakan penghasilan penting dari DKI. Kemudian UU berubah sehingga kegiatan ini bukan hanya gelap, tetapi juga kriminal. Tetapi kegiatan ini tetap ada, tetapi yang terima pajak saja yang lain, bukan lagi DKI tetapi suatu jaringan yang diduga menguasai pangsa besar cukup besar. Kita juga memiliki subsektor gelap, seperti pencurian ikan dan kayu yang jelas2 melanggar UU. Kegiatan2 ini jelas semua melanggar etika tertulis, tetapi volumenya sedemikian besarnya sehingga timbul pertanyaan etika riil kita sebenarnya apa. Untuk perusahaan kecil dan juga yang besar ada fasilitas yang sifatnya resmi. Subsektor tertentu boleh saja dibebaskan dari pajak. Perusahaan PMA maupun PMBN umumnya pada tahun2 pertama mendapat tax holiday. Yang penting adalah peraturan jadi etika yang jelas, sehingga yang menikmati bukan yang sanggup membayar konsultan saja. Salam damai Hok An [EMAIL PROTECTED] schrieb: Kabar kini, Bpk Darmin Nasution mengusulkan spy orang-orang yang tdk punya npwp wajib membayar fiskal kalau pergi ke luar negeri. Tetapi orang yang punya npwp bebas biaya fiskal. Saya pikir ini salah satu bentuk insentif untuk mendorong orang-orang yang sepantasnya punya npwp (tapi selama ini 'bersembunyi') menjadi punya npwp. Kalau boleh saya mengemukakan pendapat, 'sektor gelap' menurut saya tidak segelap yang dipandang orang kebanyakan. Maksud saya, baiknya ada harmoni antara growth, control pemerintah, dan kebebasan entrepeneur-entrepeneur baru (baik itu yang sektor informal sekalipun) untuk muncul dan berinovasi. Salam damai,
Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak
Contoh sederhana. Andaikan saya seorang pengusaha yang lumayan sukses, pergi keluar negeri dua kali sebulan, bayar fiskal 2 x Rp1juta = Rp2juta sebulan, kalau setahun Rp24 juta. Kalau saya punya NPWP, saya tidak perlu bayar Rp24juta, tetapi sebagai akibatnya, saya musti lapor pajak tahunan, dan karena saya pengusaha sukses, penghasilan saya bisa Rp25juta/bulan. Daripada saya punya NPWP, mending pura2 jadi pengusaha tidak sukses dan tidak mau punya NPWP. Menurut saya, menunggu kejujuran orang untuk membayar pajak, tidak bisa diharapkan. Harus diciptakan suatu sistem yang bisa mencatat perbuatan baik dan buruk seseorang. Contoh: asuransi mobil di Indonesia pakai tarip sama rata sama rasa, misalnya untuk all-risk sekitar 4%. Kalau kita semua di sini sama2 beli mobil baru seharga Rp100juta, maka asuransi yang kita bayar, ya sama semua, Rp4juta per tahun. Tahun depan, kita bayar lagi 4% tapi mungkin x harga pertanggungan Rp90 juta dan seterusnya. Kalau di negara2 yang sudah bagus sistem informasinya, tarip asuransi didasarkan pada kondisi seseorang/pemilik mobil. Seorang remaja berumur 20 tahun, akan dikenai tarip Rp4juta, tapi seorang bapak yg hampir pensiun, mungkin hanya dikenai Rp3,5juta (karena dianggap tidak ugal-ugalan, punya anak istri cucu dst). Tahun depannya, kalau si remaja tadi tidak pernah melanggar lalu lintas atau tidak pernah kecelakaan, tarip asuransinya bisa turun menjadi Rp3,8juta. Di sisi lain, si bapak ternyata sering nyenggol mobil orang, maka taripnya bisa saja naik jadi Rp3,7 juta. Nah, di sini ada pahala bagi orang yang berbuat baik dan sekaligus hukuman bagi orang yang berbuat buruk. Sistem asuransi di Indonesia tidak seperti ini, sehingga banyak pemegang polis asuransi berpura2 kecurian soundsystem lalu minta klaim. Yang penting, dapat klaim, karena tidak ada hukuman pada periode berikutnya. Salam, Wing 2008/6/27 [EMAIL PROTECTED]: Kabar kini, Bpk Darmin Nasution mengusulkan spy orang-orang yang tdk punya npwp wajib membayar fiskal kalau pergi ke luar negeri. Tetapi orang yang punya npwp bebas biaya fiskal. Saya pikir ini salah satu bentuk insentif untuk mendorong orang-orang yang sepantasnya punya npwp (tapi selama ini 'bersembunyi') menjadi punya npwp. Kalau boleh saya mengemukakan pendapat, 'sektor gelap' menurut saya tidak segelap yang dipandang orang kebanyakan. Maksud saya, baiknya ada harmoni antara growth, control pemerintah, dan kebebasan entrepeneur-entrepeneur baru (baik itu yang sektor informal sekalipun) untuk muncul dan berinovasi. Salam damai, Original Message Subject: Re: [Keuangan] Ekonomi bawah tanah dan pengampunan pajak From: Amitz Sekali [EMAIL PROTECTED] verthandy%40yahoo.com Date: Thu, June 26, 2008 10:13 am To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Hok An [EMAIL PROTECTED] wrote: Bung Dody, Masalah transparansi yang rendah sebetulnya masalah umum yang gawat. Bicara transparansi, saya mengharapkan adanya satu pusat otoritas informasi yg valid, up to date, dan konsisten, tentang segala sesuatu mengenai aturan dan perijinan, sehingga kita tidak ada di bawah belas kasihan oknum2 yang mengenakan aturan secara selektif dan sekenanya ke orang2 yang tidak memberikan uang. Asal pusat otoritas informasi ini dijaga dengan baik oleh orang2 berintegritas tinggi, ini pasti akan menolong orang2 yang sebenarnya tidak mau memberikan uang pelicin. Selain data lengkap mengenai prosedur perijinan, diharapkan ada informasi tentang seberapa cepat sebuah ijin bisa keluar, berdasarkan besarnya antrian, Lalu ada informasi tentang antrian kerja saat ini ada berapa orang dan kita ada di nomor berapa. Dengan adanya akses ke informasi seperti di atas, kita tahu jelas hak dan kewajiban kita sehingga kita tidak lagi ditekan oknum2 pemerintah. Efisiensi birokrasi yang akhirnya tercipta menurut saya lebih penting daripada pemberantasan korupsi, seperti yang pernah saya tulis sebelumnya. Satu hal yang perlu diperhatikan agar akses informasi tersebut efektivitasnya tinggi adalah pengurangan aturan2 yang pengaplikasiannya selektif berdasarkan kriteria yang tidak jelas.. Transformasi setiap sektor gelap menjadi terang memerlukan pendekatan khsusus yang sesuai dengan kondisi masing2 sektor ini. Saya rasa sektor gelap, minimal sebagian, akan melawan mati2an untuk [Non-text portions of this message have been removed]