Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out

2009-11-27 Terurut Topik winarto sugondo
PSAK 50-55 Pak, tergantung banknya untuk kesuksesannya.

Salam,


Winarto Sugondo

2009/11/24 Wahyoe Soedarmono wahyoe_indone...@yahoo.com





 Yang diperlukan tentunya adalah kebijakan manajemen kredit perbankan

 yang bersifat counter-cyclical, yaitu pengetatan saat ekonomi sangat

 bagus - dan pelonggaran saat ekonomi memburuk.

 Setidaknya ada dua mekanisme agar manajamen kredit (kapital) tdk
 pro-siklis. Penelitian saya untuk perbankan di Indonesia sejak 2004-2007
 menggunakan monthly data, menunjukkan bahwa bank-bank besar dan bank yang
 lebih terikat dengan aktivitas pasar finansial cenderung mengurangi modal
 saat ekonomi turun (sehingga meningkatkan alokasi kredit) dan meningkatkan
 modal saat ekonomi naik (untuk berjaga-jaga terhadap risiko kredit di saat
 boom).

 Konsolidasi bank-bank kecil dan penguatan disiplin pasar menjadi penting.
 Di Indonesia, pasar finansial sudah mulai bekerja dengan baik untuk
 mendisiplinkan bank agar risk management tidak procyclical. Tetapi, BI
 nampaknya belum memulai memikirkan penguatan market discipline ini sampai
 dengan 2010.

 Salam,

 Wahyoe Soedarmono
 PhD candidate, specialised in Banking  Corporate Finance
 Teaching Assistant at the Department of Economics
 Université de Limoges, France

 --- On Mon, 11/23/09, Poltak Hotradero 
 hotrad...@gmail.comhotradero%40gmail.com
 wrote:

 From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com hotradero%40gmail.com

 Subject: Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan
 Bail-Out
 To: 
 AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com
 Date: Monday, November 23, 2009, 10:54 PM




 At 12:23 PM 11/24/2009, you wrote:

 Resiko kredit sangat mudah mengalami underestimasi, karena bersifat

 pro-cyclical.

 Ketika ekonomi sedang bagus, maka portofolio kredit akan kelihatan

 bagus-bagus sehingga resiko terlihat lebih kecil dari sebenarnya. Di

 saat ekonomi bagus, bank pun dapat dengan lebih mudah menggalang dana

 - mulai dari right issue sampai dengan penerbitan obligasi dan subdebt.

 Sementara pada saat ekonomi terganggu - maka dengan cepat kredit yang

 asalnya kelihatan bagus, menjadi terlihat jelek (dan biasanya menjadi

 jelek secara menyuluruh)- - dan provisi/pencadangan di level perbankan

 akan meningkat. Padahal semakin tinggi provisi, maka semakin kecil

 juga ruang yang tersedia bagi perbankan untuk memperbaiki profil

 portofolio mereka. Padahal justru di keadaan seperti itulah paling

 sulit untuk melakukan penggalangan dana -- mau right issue harga

 sahamnya langsung jeblok dan bisa-bisa nggak laku... mau terbitkan

 obligasi -- bunganya malah bisa jadi lebih tinggi dari seharusnya --

 mau terbitkan subdebt -- bisa lebih nggak mungkin lagi.

 Bank memang selalu dalam posisi ekstreme -- pas ekonomi bagus banjir

 duit -- tetapi pas ekonomi jelek, bukan cuma duitnya seret (karena

 ditarik nasabah) -- tetapi kredit yang sudah disalurkan pun bisa

 macet, padahal modal makin cekak...

 Yang diperlukan tentunya adalah kebijakan manajemen kredit perbankan

 yang bersifat counter-cyclical, yaitu pengetatan saat ekonomi sangat

 bagus - dan pelonggaran saat ekonomi memburuk.

 Tetapi seperti yang terjadi saat Great Depression -- kita tidak

 pernah tahu kapan dan di mana batas ekonomi memburuk dan akan sampai
 kapan

 Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua

 http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com

 =

 Perhatian :

 - Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor
 posting sebelumnya

 - Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota
 yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas

 - Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan
 ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comahlikeuangan-indonesia-owner%40yahoogroups.com

 MARKETPLACE


 Parenting Zone: Your community resource for family and home




 Switch to: Text-Only, Daily Digest • Unsubscribe • Terms of Use

 .

 [Non-text portions of this message have been removed]

  



[Non-text portions of this message have been removed]





=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com

Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out

2009-11-27 Terurut Topik Bali da Dave
BTW, mengutip pesan di bawah:

 Konsolidasi bank-bank kecil dan penguatan disiplin pasar menjadi penting.

Ini saya rasa agak relatif. Deregulasi Bank tahun 88 bertujuan menciptakan 
BANYAK bank, yang artinya mengurangi monopoli perbankan. Banyaknya bank ini 
akan membantu mengurangi sistemik risk yang terkait dengan masalah too big too 
fail. Kalau satu kecil yang gagal, masih banyak yang bisa menutupi/menopang.

Masalahnya, yang kecil-kecil banyak ini ternyata cuma bank kerupuk/keropos yang 
kosong. Terlalu banyak pinjaman pada pihak terkait/grup konglomerasi pemilik 
bank. Akibatnya pinjaman kepada konglomerasinya sendiri kurang bermutu (proyek 
banyak yang kurang profitable tetap saja dikucurkan) sehingga kegagalan bank 
lebih mudah terjadi.

Bank-bank yang banyak muncul ini juga menimbulkan persaingan yang sangat ketat 
sehingga banyak bank (di Amerika misalnya) mengeluarkan produk-produk derivatif 
beresiko tinggi yang kadang-kadang mereka sendiri tidak mengerti resikonya. 

Sebaliknya, kalau bank yang ada cuma bank-bank besar saja, masalahnya adalah 
too big too fail dan masalah manipulasi harga karena sifatnya yang relatif 
monopoli. Memberikan kuasa monopoli pada pihak yang fokus utamanya mencari 
keuntungan tentu berarti masyarakat umum akan rugi.

Jadi memang perlu dicari formula yang tepat agar ada banyak bank (relatively 
independent untuk mencegah sistemik risk) tapi mereka harus sehat dan juga 
profitable tanpa membuat masyarakat/konsumen dirugikan. Gimana caranya?  
Silahkan kalau mau diskusi teknis..

- apakah ada jumlah bank optimal untuk satu propinsi. Apa variable penentunya?
- Apakah ada jumlah aset bank yang optimal untuk per daerah (atau per 10 juta 
penduduk misalnya?) Bagaimana cara mencari nya?
- 


--- On Fri, 27/11/09, winarto sugondo sugondo.wina...@gmail.com wrote:

From: winarto sugondo sugondo.wina...@gmail.com
Subject: Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan  
Bail-Out
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Received: Friday, 27 November, 2009, 6:53 PM

2009/11/24 Wahyoe Soedarmono wahyoe_indone...@yahoo.com


 Konsolidasi bank-bank kecil dan penguatan disiplin pasar menjadi penting.
 Di Indonesia, pasar finansial sudah mulai bekerja dengan baik untuk
 mendisiplinkan bank agar risk management tidak procyclical. Tetapi, BI
 nampaknya belum memulai memikirkan penguatan market discipline ini sampai
 dengan 2010.

 Salam,




  
__
Win 1 of 4 Sony home entertainment packs thanks to Yahoo!7.
Enter now: http://au.docs.yahoo.com/homepageset/

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out

2009-11-24 Terurut Topik Wahyoe Soedarmono


Yang diperlukan tentunya adalah kebijakan manajemen kredit perbankan 

yang bersifat counter-cyclical, yaitu pengetatan saat ekonomi sangat 

bagus - dan pelonggaran saat ekonomi memburuk.

Setidaknya ada dua mekanisme agar manajamen kredit (kapital) tdk pro-siklis. 
Penelitian saya untuk perbankan di Indonesia sejak 2004-2007 menggunakan 
monthly data, menunjukkan bahwa bank-bank besar dan bank yang lebih terikat 
dengan aktivitas pasar finansial cenderung mengurangi modal saat ekonomi turun 
(sehingga meningkatkan alokasi kredit) dan meningkatkan modal saat ekonomi naik 
(untuk berjaga-jaga terhadap risiko kredit di saat boom). 

Konsolidasi bank-bank kecil dan penguatan disiplin pasar menjadi penting. Di 
Indonesia, pasar finansial sudah mulai bekerja dengan baik untuk mendisiplinkan 
bank agar risk management tidak procyclical. Tetapi, BI nampaknya belum memulai 
memikirkan penguatan market discipline ini sampai dengan 2010. 

Salam,


Wahyoe Soedarmono
PhD candidate, specialised in Banking  Corporate Finance
Teaching Assistant at the Department of Economics
Université de Limoges, France



--- On Mon, 11/23/09, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com wrote:

From: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
Subject: Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah  Melakukan  
Bail-Out
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Date: Monday, November 23, 2009, 10:54 PM







 



  



  
  
  At 12:23 PM 11/24/2009, you wrote:



Resiko kredit sangat mudah mengalami underestimasi, karena bersifat 

pro-cyclical.

Ketika ekonomi sedang bagus, maka portofolio kredit akan kelihatan 

bagus-bagus sehingga resiko terlihat lebih kecil dari sebenarnya.  Di 

saat ekonomi bagus, bank pun dapat dengan lebih mudah menggalang dana 

- mulai dari right issue sampai dengan penerbitan obligasi dan subdebt.



Sementara pada saat ekonomi terganggu - maka dengan cepat kredit yang 

asalnya kelihatan bagus, menjadi terlihat jelek (dan biasanya menjadi 

jelek secara menyuluruh)- - dan provisi/pencadangan di level perbankan 

akan meningkat.   Padahal semakin tinggi provisi, maka semakin kecil 

juga ruang yang tersedia bagi perbankan untuk memperbaiki profil 

portofolio mereka.  Padahal justru di keadaan seperti itulah paling 

sulit untuk melakukan penggalangan dana -- mau right issue harga 

sahamnya langsung jeblok dan bisa-bisa nggak laku...  mau terbitkan 

obligasi -- bunganya malah bisa jadi lebih tinggi dari seharusnya -- 

mau terbitkan subdebt -- bisa lebih nggak mungkin lagi.



Bank memang selalu dalam posisi ekstreme -- pas ekonomi bagus banjir 

duit -- tetapi pas ekonomi jelek, bukan cuma duitnya seret (karena 

ditarik nasabah) -- tetapi kredit yang sudah disalurkan pun bisa 

macet, padahal modal makin cekak...



Yang diperlukan tentunya adalah kebijakan manajemen kredit perbankan 

yang bersifat counter-cyclical, yaitu pengetatan saat ekonomi sangat 

bagus - dan pelonggaran saat ekonomi memburuk.



Tetapi seperti yang terjadi saat Great Depression -- kita tidak 

pernah tahu kapan dan di mana batas ekonomi memburuk dan akan sampai kapan



Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua

http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com

=

Perhatian :

- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya

- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas

- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.com  




  MARKETPLACE
  
  
Parenting Zone: Your community resource for family and home 
  
  

  

  
  Switch to: Text-Only, Daily Digest • Unsubscribe • Terms of Use




   

  
  
  



 




 

  .


   





 



  






  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out

2009-11-23 Terurut Topik Nugroho Dewanto
Monday,November 23, 2009
THE WALL STREET JOURNAL |  Opinion Journal

AIG and Systemic Risk

Geithner says credit-default swaps weren't the problem, after all.
TARP Inspector General Neil Barofsky keeps committing flagrant acts of
political transparency, which if nothing else ought to inform the debate
going forward over financial reform. In his latest bombshell, the IG
discloses that the New York Federal Reserve did not believe that AIG's
credit-default swap (CDS) counterparties posed a systemic financial risk.

Hello?

For the last year, the entire Beltway theory of the financial panic has
been based on the claim that the opaque, unregulated CDS market had
forced the Fed to take over AIG and pay off its counterparties, lest the
system collapse. Yet we now learn from Mr. Barofsky that saving the
counterparties was not the reason for the bailout.

In the fall of 2008 the New York Fed drove a baby-soft bargain with AIG's
credit-default-swap counterparties. The Fed's taxpayer-funded vehicle,
Maiden Lane III, bought out the counterparties' mortgage-backed securities
at 100 cents on the dollar, effectively canceling out the CDS contracts.
This was miles above what those assets could have fetched in the market at
that time, if they could have been sold at all.

The New York Fed president at the time was none other than Timothy
Geithner, the current Treasury Secretary, and Mr. Geithner now tells Mr.
Barofsky that in deciding to make the counterparties whole, the financial
condition of the counterparties was not a relevant factor.

This is startling. In April we noted in these columns that Goldman Sachs,
a major AIG counterparty, would certainly have suffered from an AIG
failure. And in his latest report, Mr. Barofsky comes to the same
conclusion. But if Mr. Geithner now says the AIG bailout wasn't driven by
a need to rescue CDS counterparties, then what was the point? Why pay
Goldman and even foreign banks like Societe Generale billions of tax
dollars to make them whole?

Both Treasury and the Fed say they think it would have been inappropriate
for the government to muscle counterparties to accept haircuts, though the
New York Fed tried to persuade them to accept less than par. Regulators
say that having taxpayers buy out the counterparties improved AIG's
liquidity position, but why was it important to keep AIG liquid if not to
protect some class of creditors?

Yesterday, Mr. Geithner introduced a new explanation, which is that AIG
might not have been able to pay claims to its insurance policy holders:
AIG was providing a range of insurance products to households across the
country. And if AIG had defaulted, you would have seen a downgrade leading
to the liquidation and failure of a set of insurance contracts that
touched Americans across this country and, of course, savers around the
world.

Yet, if there is one thing that all observers seemed to agree on last
year, it was that AIG's money to pay policyholders was segregated and safe
inside the regulated insurance subsidiaries. If the real systemic danger
was the condition of these highly regulated subsidiaries—where there was
no CDS trading—then the Beltway narrative implodes.

Interestingly, in Treasury's official response to the Barofsky report,
Assistant Secretary Herbert Allison explains why the department acted to
prevent an AIG bankruptcy. He mentions the global scope of AIG, its
importance to the American retirement system, and its presence in the
commercial paper and other financial markets. He does not mention CDS.

All of this would seem to be relevant to the financial reform that
Treasury wants to plow through Congress. For example, if AIG's CDS
contracts were not the systemic risk, then what is the argument for
restructuring the derivatives market? After Lehman's failure, CDS
contracts were quickly settled according to the industry protocol. Despite
fears of systemic risk, none of the large banks, either acting as a
counterparty to Lehman or as a buyer of CDS on Lehman itself, turned out
to have major exposure.

More broadly, lawmakers now have an opportunity to dig deeper into the
nature of moral hazard and the restoration of a healthy financial system.
Barney Frank and Chris Dodd are pushing to give regulators resolution
authority for struggling firms. Under both of their bills, this would
mean unlimited ability to spend unlimited taxpayer sums to prevent an
unlimited universe of firms from failing.

Americans know that's not the answer, but what is the best solution to the
too-big-to-fail problem? And how exactly does one measure systemic risk?
To answer these questions, it's essential that we first learn the lessons
of 2008. This is where reports like Mr. Barofsky's are valuable, telling
us things that the government doesn't want us to know.

In remarks Tuesday that were interpreted as a veiled response to Mr.
Barofsky's report, Mr. Geithner said, It's a great strength of our
country, that you're going to have the chance for a range of people 

Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out

2009-11-23 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 06:09 PM 11/23/2009, you wrote:

Memang itu resikonya punya sistem perbankan.
Di sebelah kanan Balance Sheet isinya duit orang (dan duit bank 
lain), di sebelah kiri balance sheet isinya tagihan ke orang lain 
(dan juga bank lain).

Kanan keganggu -- repot
Kiri keganggu -- repot juga.
Dua-duanya sensitif terhadap suku bunga.
Terlalu tinggi salah, terlalu rendah salah...

Nggak punya sistem perbankan memang nggak akan terganggu -- tetapi 
harus siap lebih repot lagi dengan tidak adanya pertumbuhan ekonomi...





Monday,November 23, 2009
THE WALL STREET JOURNAL | Opinion Journal

AIG and Systemic Risk

Geithner says credit-default swaps weren't the problem, after all.
TARP Inspector General Neil Barofsky keeps committing flagrant acts of
political transparency, which if nothing else ought to inform the debate
going forward over financial reform. In his latest bombshell, the IG
discloses that the New York Federal Reserve did not believe that AIG's
credit-default swap (CDS) counterparties posed a systemic financial risk.

Hello?

For the last year, the entire Beltway theory of the financial panic has
been based on the claim that the opaque, unregulated CDS market had
forced the Fed to take over AIG and pay off its counterparties, lest the
system collapse. Yet we now learn from Mr. Barofsky that saving the
counterparties was not the reason for the bailout.



Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out

2009-11-23 Terurut Topik winarto sugondo
Setuju banget Bang. Itulah kalau menurut saya pribadi sebaiknya semuanya
harus memiliki tingkat Likuiditas yang tinggi.

On Mon, Nov 23, 2009 at 7:19 PM, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.comwrote:



 At 06:09 PM 11/23/2009, you wrote:

 Memang itu resikonya punya sistem perbankan.
 Di sebelah kanan Balance Sheet isinya duit orang (dan duit bank
 lain), di sebelah kiri balance sheet isinya tagihan ke orang lain
 (dan juga bank lain).

 Kanan keganggu -- repot
 Kiri keganggu -- repot juga.
 Dua-duanya sensitif terhadap suku bunga.
 Terlalu tinggi salah, terlalu rendah salah...

 Nggak punya sistem perbankan memang nggak akan terganggu -- tetapi
 harus siap lebih repot lagi dengan tidak adanya pertumbuhan ekonomi...


 
 
 Monday,November 23, 2009
 THE WALL STREET JOURNAL | Opinion Journal
 
 AIG and Systemic Risk
 
 Geithner says credit-default swaps weren't the problem, after all.
 TARP Inspector General Neil Barofsky keeps committing flagrant acts of
 political transparency, which if nothing else ought to inform the debate
 going forward over financial reform. In his latest bombshell, the IG
 discloses that the New York Federal Reserve did not believe that AIG's
 credit-default swap (CDS) counterparties posed a systemic financial risk.
 
 Hello?
 
 For the last year, the entire Beltway theory of the financial panic has
 been based on the claim that the opaque, unregulated CDS market had
 forced the Fed to take over AIG and pay off its counterparties, lest the
 system collapse. Yet we now learn from Mr. Barofsky that saving the
 counterparties was not the reason for the bailout.

  



[Non-text portions of this message have been removed]





=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out

2009-11-23 Terurut Topik rolan_napitupulu
Maksud semua harus memiliki tingkat likuiditas tinggi apa pak? 
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: winarto sugondo sugondo.wina...@gmail.com
Date: Mon, 23 Nov 2009 22:18:43 
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan 
Bail-Out

Setuju banget Bang. Itulah kalau menurut saya pribadi sebaiknya semuanya
harus memiliki tingkat Likuiditas yang tinggi.

On Mon, Nov 23, 2009 at 7:19 PM, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.comwrote:



 At 06:09 PM 11/23/2009, you wrote:

 Memang itu resikonya punya sistem perbankan.
 Di sebelah kanan Balance Sheet isinya duit orang (dan duit bank
 lain), di sebelah kiri balance sheet isinya tagihan ke orang lain
 (dan juga bank lain).

 Kanan keganggu -- repot
 Kiri keganggu -- repot juga.
 Dua-duanya sensitif terhadap suku bunga.
 Terlalu tinggi salah, terlalu rendah salah...

 Nggak punya sistem perbankan memang nggak akan terganggu -- tetapi
 harus siap lebih repot lagi dengan tidak adanya pertumbuhan ekonomi...


 
 
 Monday,November 23, 2009
 THE WALL STREET JOURNAL | Opinion Journal
 
 AIG and Systemic Risk
 
 Geithner says credit-default swaps weren't the problem, after all.
 TARP Inspector General Neil Barofsky keeps committing flagrant acts of
 political transparency, which if nothing else ought to inform the debate
 going forward over financial reform. In his latest bombshell, the IG
 discloses that the New York Federal Reserve did not believe that AIG's
 credit-default swap (CDS) counterparties posed a systemic financial risk.
 
 Hello?
 
 For the last year, the entire Beltway theory of the financial panic has
 been based on the claim that the opaque, unregulated CDS market had
 forced the Fed to take over AIG and pay off its counterparties, lest the
 system collapse. Yet we now learn from Mr. Barofsky that saving the
 counterparties was not the reason for the bailout.

  



[Non-text portions of this message have been removed]





=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links







=
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: [Keuangan] AIG and Systemic Risk: Memang Tak Mudah Melakukan Bail-Out

2009-11-23 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 12:23 PM 11/24/2009, you wrote:

Resiko kredit sangat mudah mengalami underestimasi, karena bersifat 
pro-cyclical.
Ketika ekonomi sedang bagus, maka portofolio kredit akan kelihatan 
bagus-bagus sehingga resiko terlihat lebih kecil dari sebenarnya.  Di 
saat ekonomi bagus, bank pun dapat dengan lebih mudah menggalang dana 
- mulai dari right issue sampai dengan penerbitan obligasi dan subdebt.

Sementara pada saat ekonomi terganggu - maka dengan cepat kredit yang 
asalnya kelihatan bagus, menjadi terlihat jelek (dan biasanya menjadi 
jelek secara menyuluruh)-- dan provisi/pencadangan di level perbankan 
akan meningkat.   Padahal semakin tinggi provisi, maka semakin kecil 
juga ruang yang tersedia bagi perbankan untuk memperbaiki profil 
portofolio mereka.  Padahal justru di keadaan seperti itulah paling 
sulit untuk melakukan penggalangan dana -- mau right issue harga 
sahamnya langsung jeblok dan bisa-bisa nggak laku...  mau terbitkan 
obligasi -- bunganya malah bisa jadi lebih tinggi dari seharusnya -- 
mau terbitkan subdebt -- bisa lebih nggak mungkin lagi.

Bank memang selalu dalam posisi ekstreme -- pas ekonomi bagus banjir 
duit -- tetapi pas ekonomi jelek, bukan cuma duitnya seret (karena 
ditarik nasabah) -- tetapi kredit yang sudah disalurkan pun bisa 
macet, padahal modal makin cekak...

Yang diperlukan tentunya adalah kebijakan manajemen kredit perbankan 
yang bersifat counter-cyclical, yaitu pengetatan saat ekonomi sangat 
bagus - dan pelonggaran saat ekonomi memburuk.

Tetapi seperti yang terjadi saat Great Depression -- kita tidak 
pernah tahu kapan dan di mana batas ekonomi memburuk dan akan sampai kapan




Sebuah Bank punya beberapa macam resiko yang perlu diperhatikan. Kita ambil
2 saja untuk sementara ini.

Satu: Resiko RUGI, artinya modalnya habis gara-gara bisnis/pinjamannya
banyak yang nonperforming, banyak yang ngemplang. Dalam resiko ini kita
kenal kata too big to fail. Artinya kalau ada bank raksasa (citibank, BCA,
Mandiri, yang pegang monopoli/oligopoli) sampai bangkrut, maka uang
masyarakat (deposito/tabungan) akan banyak yang tidak bisa dibayarkan dan
banyak masyarakat dan perusahaan-perusahaan kecil yang membutuhkan bank ini
akan merana.

Dua: Resiko LIKUIDITAS. Sebuah bank bisa saja beruntung, seluruh peminjamnya
perform dan tiap bulan mengembalikan 3% dari pokok pinjaman berikut tambahan
bunganya. Jadi tidak ada masalah dengan modal yang berkurang seperti pada
resiko rugi diatas. Masalahnya, karena pinjaman yang diberikan ke perusahaan
lain ini cuma kembali (pokok) 3% dari total pinjaman tiap bulannya, maka ada
kemungkinan nasabah yang mendepositokan uang di bank ini menarik dana dengan