Re: [Keuangan] Kenaikan BBM, Deflasi dan BI Rate

2008-06-16 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 05:47 PM 6/15/2008, you wrote:

Saya tidak tahu bagaimana Mas Heri bisa dapat tiket Jakarta-Denpasar
pp naik Air Asia dengan harga Rp. 70 ribu.
Â
Wah Bang, temen saya malah ada yang lebih rendah 
dari itu. Rupanya Air Asia punya bank data 
alamat email dari yang memesan pembelian lewat 
internet.  Jadi secara berkala mereka mengirimi 
informasi kapan kita bisa beli tiket dengan harga murah.


Berarti saya sebenarnya men-subsidi Mas Heri dong?
Saya bayar dengan harga 10x lipat lebih mahal - 
padahal sudah pesan tiket 3 bulan sebelum berangkat.
Padahal saya pun termasuk repeat customer yang 
memesan via Internet sejak 2 tahun yang lalu.

Menurut saya ini sangat tidak fair.

Mungkin Mas Heri bisa merasakan derajat ketidak 
adilan hal yang sama - kalau saya bilang bahwa 
saya bisa terbang Denpasar-Jakarta pp. hanya dengan membayar Rp. 7000.




Re: [Keuangan] Kenaikan BBM, Deflasi dan BI Rate

2008-06-10 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 08:03 PM 6/10/2008, you wrote:
Meskipun demikian dengan menggabungkan kemajuan teknologi maupun 
kreativitas disertai iklim usaha yang kondusif , bukan tidak mungkin 
masalah tersebut bisa diatasi. Contohnya adalah Air Asia. Meskipun 
harga BBM naik dengan harga sangat tinggi beberapa tahun lalu, 
perusahaan ini justru menjual tiket dengan harga yang sangat murah. 
Bisa dibayangkan tahun 97 saya naik Sempati Air Bali Jakarta dengan 
harga 750 ribuan, 10 tahun kemudian saya bisa naik Air Asia dengan 
jurusan sama dengan harga hanya 70 ribuan rupiah.


AirAsia sudah melakukan hedging jangka panjang atas kontrak pengadaan 
bahan bakarnya.  Itu sebabnya maskapai tersebut bisa tetap menerapkan 
tarif kompetitif atas harga tiketnya (walaupun sebenarnya dibundel 
dengan tarif-tarif lain dari route berbeda yang harganya mahal). 
Fakta ini saya peroleh dari perbincangan dengan salah satu mantan 
pejabat tinggi RI yang berprofesi sebagai konsultan bagi Air Asia.

(Saya tidak tahu bagaimana Mas Heri bisa dapat tiket Jakarta-Denpasar 
pp naik Air Asia dengan harga Rp. 70 ribu.  Kurang dari dua bulan 
yang lalu saya dan istri naik Air Asia Jakarta-Denpasar pp. dengan 
tiket yang sudah dipesan 3 bulan sebelumnya -- ongkos tiket pp kami 
hampir Rp. 1 Juta per orang.  Boleh di-sharing ceritanya nih 
bagaimana bisa dapat harga 70 ribu...?  (entah itu one way atau pp.)

Balik lagi ke ongkos.

Hedging BBM ini penting karena ongkos terbesar dari bisnis 
penerbangan komersial adalah... biaya bahan bakar.  Besarnya 
kira-kira 30% (diikuti oleh beban leasing, gaji awak pesawat, biaya 
suku cadang, dll.).

Dengan komponen sebesar itu - maka jelas bahwa sekalipun efisiensi 
via teknologi dan kreativitas cukup penting TETAPI inovasi di bidang 
keuangan (semisal melakukan hedging dan leasing) memegang peranan 
yang jauh lebih penting lagi di bisnis penerbangan.

Nah bila bicara tentang hedging BBM - tentunya kita akan kembali lagi 
pada pertanyaan: siapa sih yang menyediakan sarana hedging 
BBM?  Ternyata kebanyakan adalah orang yang juga jadi spekulan di 
pasar komoditi.

Spekulan tidak selalu untung.
Untuk setiap spekulan yang untung - ada sekian banyak yang mengalami 
kerugian -- tapi tidak terdengar berita atau kisahnya.  Ini adalah 
fenomena survival bias -- kebanyakan dari kita hanya menilai 
berdasarkan apa yang tersisa.





Re: [Keuangan] Kenaikan BBM, Deflasi dan BI Rate

2008-06-10 Terurut Topik Mohamad Ikhsan
Bung Poltak dan Heri, 

Ikutan dikit yah.

Kenaikan BBM  Deflasi

Pertama, secara teoritis mungkin, dan tidak sedikit pengamat termasuk
Mr Budiono yang berpendapat sepeti ini. Logikanya, ketika harga BBM
naik, maka basket belanja keluarga terutama menengah atas akan
dikurangi. Dengan sendirinya, pengurangan permintaan ini akan
menyebabkan harga turun.

Kedua, porsi kau menengah atas di Indonesia sangat kecil, tidak lebih
dari 5 persen penduduk.

Ketiga, permintaan yang berkurang lebih ke barang-barang non-primer, 
yang memiliki elastisitas tinggi. Komponen ini bobotnya kurang dalam
pengitungan IHK kita, seperti dijelaskan Poltak. 

Keempat, ada faktor psikis, yang di Indonesia, perannya cukup besar
dalam pembentukan harga. Apalagi antara wacana ke eksekusi kenaikan
kemarin minim sekali persiapan pemerintah, selain talkshow daniklan
publik.

Simpulannya, deflasi akibat kenaikan harga BBM sangat kecil
kemungkinannya.

Untuk BI rate dan inflasi.

Pertama, BI rate merupakan alat yang dipakai BI untuk mengendalikan
inflasi dalam beberapa tahun terakhir, sejak diterapkan inflation
targetting. 

Kedua, korelasi BI rate lebih secara tidak langsung pada nilai tukar
rupiah, sementara dengan harga volatile foods dan administered sangat
kecil. 

Ketiga, kenaikan BI rate mengikuti inflasi di Indonesia beberapa bulan
terakhir patut diduga lebih untuk alasan menetralisir pasar uang
intervensi BI, dus inflasi tidak langsung ketimbang meredam inflasi
secara langsung.

Salam,

--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 At 09:02 PM 6/9/2008, you wrote:
 
 Mungkinkah kenaikan BBM akan selalu berakibat pada inflasi?
 Jika pertanyaan ini diajukan pada masa lalu jawabannya adalah pasti 
 ya. Namun jika hal ini berlaku pada masa sekarang maka bisa jadi 
 adalah belum tentu.
 Dari pengamatan di lapangan saya melihat di beberapa tempat malah 
 terjadi info penurunan harga atau minimal mempertahankan harga. Di 
 sebuah hypermarket terlihat pengumuman besar list barang barang yang 
 malah turun harga. Perang iklan telekomunikasi melalui handphone 
 malah makin mengganas disusul dengan penuruan biaya internet. Sebuat 
 rumah makan besar saya melihat iklan Jika ditempat lain menaikkan 
 barang, kita menjual dengan harga tetap.
 
 Mas Heri,
 
 Kita perlu paham dulu bagaimana inflasi dihitung.
 Inflasi dihitung berdasarkan keranjang kebutuhan normal masyarakat
rata-rata.
 Seluruhnya ada 744 komponen barang dan jasa, yang selanjutnya 
 dikelompokkan berdasarkan 7 Kelompok dan 35 sub-kelompok.
 
 Porsi barang dan jasa dalam keranjang ini berbeda-beda -- mulai dari 
 yang bobotnya paling besar yaitu Beras dan minyak goreng - sampai 
 bobot yang sangat kecil (semisal uang sekolah SD, ataupun jasa
potong rambut).
 
 Nah selain dibagi atas keranjang ini - inflasi juga dihitung 
 berdasarkan kota.  Seluruhnya ada 45 Kota besar di Indonesia -- dari 
 Banda Aceh sampai Jayapura.
 
 Jadi, kalau kita melihat bahwa beberapa harga barang dan jasa di 
 sekitar kita ternyata naiknya tidak signifikan - maka kita perlu 
 periksa kembali - sebesar apa porsi barang dan jasa tersebut dalam 
 keranjang penghitungan inflasi?  Selanjutnya juga kita perlu 
 periksa kembali - apakah hal ini terjadi secara lokal - atau juga 
 terjadi di kota-kota lain di Indonesia (terutama 45 kota besar yang 
 dijadikan acuan).
 
 Jelas tidak adil kan kalau anda menggunakan ukuran Depok untuk 
 memproyeksikan seluruh Republik Indonesia...?
 
 
 Di sisi lain, kita juga harus ikut mempertimbangkan bahwa kebanyakan 
 produk agar bisa sampai ke pasar (atau sampai ke tangan konsumen), 
 memerlukan ongkos transportasi.  Dan salah satu bagian komponen 
 ongkos ini adalah tentunya harga BBM.
 
 Kalau suatu bisnis ternyata mampu tidak menaikkan harga - maka 
 mungkin ada beberapa penyebab:
 
 1. Margin keuntungan bisnis tersebut di masa lalu memang sudah cukup
besar.
 2. Ada komponen yang dikurangi - entah secara kuantitas ataupun 
 kualitas.  Bisa juga dengan melakukan pemotongan ongkos via PHK.
 3. Ada kompetisi yang sangat tajam di bisnis itu -- sehingga 
 menaikkan harga menjadi tidak ekonomis karena berarti total revenue 
 (pendapatan total) malah berkurang.





[Keuangan] Kenaikan BBM, Deflasi dan BI Rate

2008-06-09 Terurut Topik Heri Setiono
Mungkinkah kenaikan BBM akan selalu berakibat pada inflasi?
  Jika pertanyaan ini diajukan pada masa lalu jawabannya adalah pasti ya. Namun 
jika hal ini berlaku pada masa sekarang maka bisa jadi adalah belum tentu.
  Dari pengamatan di lapangan saya melihat di beberapa tempat malah terjadi 
info penurunan harga atau minimal mempertahankan harga. Di sebuah hypermarket 
terlihat pengumuman besar list barang barang yang malah turun harga. Perang 
iklan telekomunikasi melalui handphone malah makin mengganas disusul dengan 
penuruan biaya internet. Sebuat rumah makan besar saya melihat iklan Jika 
ditempat lain menaikkan barang, kita menjual dengan harga tetap. 
  
Apakah hal ini normal? Mungkin tidak. Namun dalam dunia marketing ada paradigma 
untuk selalu tidak melewatkan kesempatan yang belum tentu akan datang. Jika 
kenaikan BBM diikuti dengan kenaikan harga, para produsen yang jeli akan 
melihat inilah kesempatan untuk merebut pasar dengan tidak menaikkan harga 
bahkan malah menurunkan harga. Jika suatu ceruk pasar berhasil direbut, tentu 
akan lebih sulit untuk masuk kembali bagi pemain sebelumnya. Dimasa sekarang 
dimana dunia informasi sudah menjadi bagian hidup dari masyarakat, kesempatan 
merebut pasar akan sangat terbuka lebar karena informasi akan sangat mudah 
didapat. 
   
  Hal ini tentunya patut menjadi perhatian dari Bank Indonesia untuk tidak 
tergoda mengikuti teori BI Rate mengikuti inflasi. Kenaikan BI Rate pada 
tingkat tertentu justru akan mengganggu kinerja sektor riil yang berakibat pada 
terganggunya pertumbuhan. Sebenarnya saat ini fundamental ekonomi Indonesia 
sudah berjalan cukup kuat terbukti Indonesia dilirik oleh negara negara yang 
saat ini memiliki modal berlebih sebagaimana bisa kita lihat pada dibelinya 
Indosat dengan harga yang beberapa kali lipat dari harga awal. Diperkirakan ini 
baru langkah awal yang akan dilanjutkan dengan berbagai macam investasi pada 
sektor riil yang lain. Kesemuanya akan berjalan dengan sangat baik jika BI 
mampu mengelola BI rate pada tingkat yang cukup rendah/kompetitif sehingga 
modal akan lari pada sektor riil dan bukannya malah mengendap di sektor non 
riil. Jika iklim dunia usaha riil akan berjalan dengan kondusif akan tercipta 
lebih banyak lapangan pekerjaan dan publik akan lebih mendapatkan
 manfaat yang nyata. Kepercayaan publik akan pulih dengan lebih cepat yang akan 
berarti sangat baik pula bagi dunia usaha karena akan memberikan kepastian 
politik yang berimbas pada peningkatan kepercayaan dunia usaha. Kita pasti 
bisa...

   
-
 Yahoo! Toolbar is now powered with Search Assist.   Download it now! /a

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Kenaikan BBM, Deflasi dan BI Rate

2008-06-09 Terurut Topik Bali da Dave
Inflasi bila bicara saklek (ngotot), cuma terjadi kalau terjadi kelebihan 
supply uang. Teorinya, bbm naik karena suply uang dollar amerika naik banyak 
akibat krisis subprime. Tapi bicara fakta, apakah seluruh rugi yang dialami 
bank-bank amerika dan ingris tersebut bukannya uang hancur? Upaya the fed 
sepertinya untuk mencegah kekurangan uang yang mengakibatkan resesi, cuma 
berhubung masih ada di atas (belum turun ke sektor riil), maka uang baru 
tersebut muter-muter cari jalan spekulasi (dalam hal ini BBM).

Lalu indonesia kan pakai rupiah, bukan dolar? Maka pertanyaannya adalah, apakah 
rupiah sekarang ini terlalu banyak beredar sehingga mengakibatkan inflasi? 
Kemungkinan besar kasusnya sama seperti Amerika. Banyak uang beredar, tapi 
muter-muter di atas gak turun ke sektor riil, akibatnya banyak spekulasi 
(banyak yang main foreks, judi saham (saham dijadikan judi maksudnya), nimbun 
emas, dll dll). 

Padahal yang dibawah, masyarakat kecil kekurangan uang. Harga-harga mahal tidak 
terjangkau hanya dengan uang (penghasilan) yang ada di bawah. Kurangnya uang 
yang di bawah ini menimbulkan perasaan resesi dan susah (kalau merasa susah, 
maka kita-kita ini lah rupanya yang ada di bawah).

Secara teorinya, agar uang yang ada diatas turun ke sektor riil, harus ada 
insentifnya. Yang pertama, kalau di diamkan maka uang tersebut kehilangan nilai 
(atau paling tidak mandeg, artinya suku bunganya harus rendah). Yang kedua, 
kalau akhirnya diturunkan maka masyarakat harus punya daya beli agar 
produsennya bisa untung. Mengingat daya beli masyarakat indo yang rada rendah, 
seharusnya fokusnya sih ke pasar ekspor. Cuma masalah lagi karena pasar ekspor 
(amerika) juga katanya lagi repot. Cuma eropa doang yang agak oke. Barangkali 
perlu bimbingan pemerintah bagaimana caranya membuka pasaran di eropa? 

cuma sumbangan diskusi saja... Belum tentu logika saya benar.


  Hal ini tentunya patut menjadi perhatian dari Bank Indonesia untuk tidak 
tergoda mengikuti teori BI Rate mengikuti inflasi. Kenaikan BI Rate pada 
tingkat tertentu justru akan mengganggu kinerja sektor riil yang berakibat pada 
terganggunya pertumbuhan. Sebenarnya saat ini fundamental ekonomi Indonesia 
sudah berjalan cukup kuat 
Diperkirakan ini baru langkah awal yang akan dilanjutkan dengan berbagai macam 
investasi pada sektor riil yang lain. Kesemuanya akan berjalan dengan sangat 
baik jika BI mampu mengelola BI rate pada tingkat yang cukup rendah/kompetitif 
sehingga modal akan lari pada sektor riil dan bukannya malah mengendap di 
sektor non riil. Jika iklim dunia usaha riil akan berjalan dengan kondusif akan 
tercipta lebih banyak lapangan pekerjaan dan publik akan lebih mendapatkan

 manfaat yang nyata. Kepercayaan publik akan pulih dengan lebih cepat yang akan 
berarti sangat baik pula bagi dunia usaha karena akan memberikan kepastian 
politik yang berimbas pada peningkatan kepercayaan dunia usaha. Kita pasti 
bisa ...



-

 

















  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Kenaikan BBM, Deflasi dan BI Rate

2008-06-09 Terurut Topik Tigor Siagian

 Mungkinkah kenaikan BBM akan selalu berakibat pada inflasi?
 Jika pertanyaan ini diajukan pada masa lalu jawabannya adalah pasti ya.
 Namun jika hal ini berlaku pada masa sekarang maka bisa jadi adalah belum
 tentu.


Sepengetahuan saya yg terbatas, semua relation yang diestimasi (terutama
pada parameter ekonomi) pada suatu waktu cenderung mengalami perubahan dari
waktu ke waktu, termasuk sensivitas BBM terhadap inflasi. Namun pertanyaan
lanjutannya adalah apakah signifikan atau tidak, dan apakah in long term
apakah BBM tetap dapat menjelaskan parameter yang bernama inflasi?
Hubungan mesra BBM dan inflasi, menurut saya tetap ada, walau beta (atau
tingkat kemesraan) dari keduanya varies sepanjang waktu. Yg tentu saja dapat
dipengaruhi adanya orang ketiga (energi substitusi) dan seberapa besar peran
orang ketiga tersebut terhadap hubungan antara BBM dan inflasi.

Satu hal penting (menurut saya), juga adalah apakah definisi inflasi dan
proxynya tentu saja yg digunakan dalam pengambilan keputusan antara otoritas
sama dengan inflasi menurut kita (yg mungkin dipengaruhi oleh observasi
casual kita pada harga N95, buah impor di Food Hall, atau semata2 tarif
Telkomsel PD 13 misalnya). Secara singkat tingkat inflasi dalam policy
response tentu tidak bisa semata-mata ditentukan oleh inflasi menurut
subyektifitas masing-masing anggota masyarakat.

One more thing, yg policy response juga tidak semata-mata dibangun
berdasarkan inflasi aktual, tapi lebih berdasarkan estimasi ekspektasi
inflasi.

Mungkin ada teman2 yg lebih ahli untuk mencerahkan?

Salam,
TS
2008/6/9 Heri Setiono [EMAIL PROTECTED]:

   Mungkinkah kenaikan BBM akan selalu berakibat pada inflasi?
 Jika pertanyaan ini diajukan pada masa lalu jawabannya adalah pasti ya.
 Namun jika hal ini berlaku pada masa sekarang maka bisa jadi adalah belum
 tentu.
 Dari pengamatan di lapangan saya melihat di beberapa tempat malah terjadi
 info penurunan harga atau minimal mempertahankan harga. Di sebuah
 hypermarket terlihat pengumuman besar list barang barang yang malah turun
 harga. Perang iklan telekomunikasi melalui handphone malah makin mengganas
 disusul dengan penuruan biaya internet. Sebuat rumah makan besar saya
 melihat iklan Jika ditempat lain menaikkan barang, kita menjual dengan
 harga tetap.

 Apakah hal ini normal? Mungkin tidak. Namun dalam dunia marketing ada
 paradigma untuk selalu tidak melewatkan kesempatan yang belum tentu akan
 datang. Jika kenaikan BBM diikuti dengan kenaikan harga, para produsen yang
 jeli akan melihat inilah kesempatan untuk merebut pasar dengan tidak
 menaikkan harga bahkan malah menurunkan harga. Jika suatu ceruk pasar
 berhasil direbut, tentu akan lebih sulit untuk masuk kembali bagi pemain
 sebelumnya. Dimasa sekarang dimana dunia informasi sudah menjadi bagian
 hidup dari masyarakat, kesempatan merebut pasar akan sangat terbuka lebar
 karena informasi akan sangat mudah didapat.

 Hal ini tentunya patut menjadi perhatian dari Bank Indonesia untuk tidak
 tergoda mengikuti teori BI Rate mengikuti inflasi. Kenaikan BI Rate pada
 tingkat tertentu justru akan mengganggu kinerja sektor riil yang berakibat
 pada terganggunya pertumbuhan. Sebenarnya saat ini fundamental ekonomi
 Indonesia sudah berjalan cukup kuat terbukti Indonesia dilirik oleh negara
 negara yang saat ini memiliki modal berlebih sebagaimana bisa kita lihat
 pada dibelinya Indosat dengan harga yang beberapa kali lipat dari harga
 awal. Diperkirakan ini baru langkah awal yang akan dilanjutkan dengan
 berbagai macam investasi pada sektor riil yang lain. Kesemuanya akan
 berjalan dengan sangat baik jika BI mampu mengelola BI rate pada tingkat
 yang cukup rendah/kompetitif sehingga modal akan lari pada sektor riil dan
 bukannya malah mengendap di sektor non riil. Jika iklim dunia usaha riil
 akan berjalan dengan kondusif akan tercipta lebih banyak lapangan pekerjaan
 dan publik akan lebih mendapatkan
 manfaat yang nyata. Kepercayaan publik akan pulih dengan lebih cepat yang
 akan berarti sangat baik pula bagi dunia usaha karena akan memberikan
 kepastian politik yang berimbas pada peningkatan kepercayaan dunia usaha.
 Kita pasti bisa...

 -
 Yahoo! Toolbar is now powered with Search Assist. Download it now! /a

 [Non-text portions of this message have been removed]

 



[Non-text portions of this message have been removed]