Re: [Keuangan] Re: RUU pengaturan dan pengelolaan utang II
Bung Dave Anda mengajukan 3 masalah: 1. Beban bunga: Saat ini total hutang negara yang tercatat Rp 1700 triliun. Menurut anggaran bayar bunga yang disetujui 2009 DPR adalah Rp. 109,6 trilliun. Anggaran ini sebenarnya rendah. Kalau hutang itu sumbernya dari dalam negeri diperlukan anggaran Rp 170 trilliun dengan syarat bunga SUN bisa ditekan sampai 10%. Sebab itu pinjam di luar negeri bisa jauh lebih murah dari didalam negeri. Untuk proyek2 infrastruktur jangka panjang kadang2 ada negara yang cuma mematok bunga 2%. Dengan kata lain hutang dalam negeri juga subvensi kepada pemilik uang dalam negeri sebab saat ini BI dan negara masih rebutan Rupiah sehingga bunga Rupiah melambung tinggi. Barangkali bunga Rupiah bisa turun kalau BI mengurangi penjualan SBI. Dipihak lain perlu ada semacam lembaga hutang negara yang aktiv menyerap Rupiah dari pasar. 2. Pencetakan uang. Sekarang nampaknya cuma BI yang punya otoritas cetak uang. Penyimpangan seperti waktu krisis di Timtim dimana TNI juga cetak uang tidak terjadi lagi. Tetapi kadang2 ada instrumen2 lain penerbitan uang misalnya terbitnya SUN untuk dana rekap perbankan pada saat krisis, atau perubahan garansi2 hutang BUMN menjadi kewajiban pemerintah. Hal ini terjadi waktu krismon. Dalam kasus PLTU Paiton II apa yang namanya letter of intent mengalihkan hutang PLN menjadi kewajiban negara. Di US saat ini pencetakan uang deras sekali. Tadinya strategi ini dirancang dalam rangka pembangunan infrastruktur industri energi yang berkelanjutan dan pembangunan jaringan sosial, tetapi ternyata ratusan milyard dollar tiba2 terserap dalam program rekap sektor keuangan. Dilema ini cukup besar, sebab pada saat dana kurang hanya satu usaha yang bisa dilaksanakan dengan baik. Sebab itu ada bahaya bahwa sektor keuangan sembuh tetapi struktur ekonomi dan sosial malah stagnan. Ekonom2 Indonesia sendiri yang saat ini naik daun kelihatannya lebih suka untuk berhemat ikat pinggang sebab banyaknya korupsi yang mengancam proyek2 yang tujuannya baik mubasir. Tetapi kalau cetak uang penggunaanya diutamakan untuk membersihkan negara dari struktur2 yang memungkinkan korupsi mengapa tidak. Proyek reformasi birokrasi yang sungguh2 bukan proyek yang murah. 3. net ekspor Kira2 setahun yang lalu tampak gejala bahwa impor Indonesia mulai mengejar angka ekspor. Hal ini pernah terjadi sebelum krismon. Salah satu sebabnya adalah tingginya kadar komponen impor dari produksi barang ekspor kita. Untuk sepatu bisa sampai 90%. Hal ini hanya bisa diatasi dengan litbang yang insensif dan tidak menghasilkan kertas pesanan yang isinya keliru. Untuk itu juga diperlukan budaya yang bersih KKN, dimana kertas2 kerja dibuat secara jujur. Bali da Dave schrieb: Pak Hok An, terima kasih sudah kirim artikelnya... Menurut pendapat saya, berhutang itu perlu, cuma ada TAPI nya. - sebaiknya diutamakan dengan dana dalam negeri - tidak dilakukan dengan mencetak uang gila-gilaan (independensi Bank Indonesia harus tetap ada, tidak dipengaruhi oleh unsur politik pemerintahan) -- supaya tidak menjadi seperti Zimbabwe yang inflasinya jutaan persen pertahun - Utang luar negeri harus seimbang dengan peningkatan net export. (net export naik, utang luar negeri juga boleh naik tapi proporsional). Silahkan dikoreksi atau ditambahkan
Re: [Keuangan] Re: RUU pengaturan dan pengelolaan utang II
Pak Hok An, terima kasih sudah kirim artikelnya... Menurut pendapat saya, berhutang itu perlu, cuma ada TAPI nya. - sebaiknya diutamakan dengan dana dalam negeri - tidak dilakukan dengan mencetak uang gila-gilaan (independensi Bank Indonesia harus tetap ada, tidak dipengaruhi oleh unsur politik pemerintahan) -- supaya tidak menjadi seperti Zimbabwe yang inflasinya jutaan persen pertahun - Utang luar negeri harus seimbang dengan peningkatan net export. (net export naik, utang luar negeri juga boleh naik tapi proporsional). Silahkan dikoreksi atau ditambahkan --- On Wed, 29/7/09, Jerry Matanari jerr_f...@yahoo.com wrote: From: Jerry Matanari jerr_f...@yahoo.com Subject: [Keuangan] Re: RUU pengaturan dan pengelolaan utang II To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Received: Wednesday, 29 July, 2009, 9:35 PM Dear Pak Hok An, Kiranya berkenan, saya ingin menyampaikan pendapat. Menurut saya pribadi, berhutang tidak masalah. Secara kacamata individu maupun pengusaha orang-orang sering mengatakan hutang itu bisa mengungkit manfaat modal yang dimiliki saat ini. Ada pemeo mengatakan, selama kreditur masih percaya untuk ngasih ngutang, dan kira-kira si peminjam sanggup bayar cicilannya, ya ngutang saja. Ada juga yang mengatakan, kita mesti boleh ngutang kalau imbal hasil proyek infrasktur yg dibiayai lebih besar dari bunga pinjaman. Karna itu adanya korupsi jelas-jelas akan menimbulkan uang yg 'idle' atau tidak bermanfaat, sementara bunga utang jalan terus. Karna itu korupsi harus diberantas. Saya terima pendapat ini ada benarnya juga. *Tolok Ukur Utang* Berkenaan dengan masalah tolok ukur, manakah yang paling tepat, apakah terhadap PDB atau PNB? Perlu diketahui bahwa pendapatan yang dihitung dengan konsep PDB adalah dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang ada di Indonesia, baik yang dihasilkan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang ada di Indonesia. Sementara itu, pendapatan yang dihitung dengan konsep PNB adalah pendapatan seluruh warga negara Indonesia, baik di negara sendiri maupun yang bekerja di negara lain, dikurangi dengan pendapatan warga negara asing di Indonesia. Setiap negara berbeda-beda dalam mengukur rasio utang ini, tergantung pada kondisi dan kepentingan. Amerika Serikat, misalnya, menggunakan konsep PNB karena lebih menguntungkan. Perlu diketahui bahwa di Amerika Serikat seluruh warga negara telah memiliki /single identity/ yang dipakai seumur hidup. Dengan /single identity/ ini, pendapatan warga negara di mana pun bekerja, baik di dalam maupun di luar negeri, dapat diakses oleh negara sehingga pajak dengan mudah dapat ditarik. Dengan konsep PNB ini, tentunya pendapatan negara akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsep PDB, sehingga utang negara yang dirasiokan terhadap PNB akan menguntungkan negara. Access Yahoo!7 Mail on your mobile. Anytime. Anywhere. Show me how: http://au.mobile.yahoo.com/mail [Non-text portions of this message have been removed]
[Keuangan] Re: RUU pengaturan dan pengelolaan utang II
Dear Pak Hok An, Kiranya berkenan, saya ingin menyampaikan pendapat. Menurut saya pribadi, berhutang tidak masalah. Secara kacamata individu maupun pengusaha orang-orang sering mengatakan hutang itu bisa mengungkit manfaat modal yang dimiliki saat ini. Ada pemeo mengatakan, selama kreditur masih percaya untuk ngasih ngutang, dan kira-kira si peminjam sanggup bayar cicilannya, ya ngutang saja. Ada juga yang mengatakan, kita mesti boleh ngutang kalau imbal hasil proyek infrasktur yg dibiayai lebih besar dari bunga pinjaman. Karna itu adanya korupsi jelas-jelas akan menimbulkan uang yg 'idle' atau tidak bermanfaat, sementara bunga utang jalan terus. Karna itu korupsi harus diberantas. Saya terima pendapat ini ada benarnya juga. Pendapat ketiga yg ekstrim mengatakan sebuah negara harus berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri. Idealnya sih memang begitu Pak. Namun di dunia yang disebut para nabi sebagai penuh dosa ini, tidak ada yang ideal. Orang-orang pengen capai hasil maksimal, tapi selalu ada constraint atau keterbatasan sumber daya. Karna itulah orang-orang tidak bisa capai yang maksimal, harus hitung-hitung dulu pakai model matematika, karena hasil yang hanya bisa dicapai adalah hasil yang optimal. Mungkin untuk solusi ke depannya saya pikir pertanyaannya bukan kita mesti ngutang atau ngga, atau ngutangnya ke siapa, tapi lebih ke arah seberapa besar sih kira-kira level hutang yang 'optimal'. Jawabannya gak bisa dengan 'feeling' aja Pak tapi benar2 harus dihitung para expert untuk mencari solusi yg optimal, dengan mengingat tujuan2 (goals) yg harus dicapai , dan aneka keterbatasan (constraints) yang dihadapi. Sekedar pendapat pribadi saya saja Pak. Kurang dan lebih nya mungkin Bapak Hok An dan Rekan-Rekan lainnya dapat menambahkan. Salam, Jerry --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Hok An ho...@... wrote: Kawan2, dibawah ada pendapat dari pihak Departemen Keuangan mengenai masalah utang. Silahkan dibahas. Hok An Warta ekonomi: Selasa, 28 Juli 2009 12:04 Redaksi-1 Sejak masa kampanye para capres dimulai, salah satu topik yang ramai dibicarakan adalah masalah utang pemerintah. Mereka yang saling serang di media massa, ada yang mengatasnamakan pengamat ekonomi, tetapi ada juga yang terang-terangan mengatasnamakan anggota tim sukses capres tertentu. Perang argumen ini makin diperkaya dengan hadirnya Koalisi Anti Utang (KAU). file:///index.php?option=com_contentview=articleid=2677%3Adebat-kusir-seputar-utang-pemerintahcatid=53%3Aaumumshowall=1 Subtopik yang diangkat, di antaranya, adalah penambahan jumlah utang baik pada masa pemerintahan dipegang oleh Megawati Soekarnoputri maupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta tolok ukur dalam menentukan batas aman jumlah utang, masalah ketergantungan pada utang, dan masalah transparansi penggunaan utang. *Tiga Masalah Utama * /Pertama, /sebagaimana diketahui, berdasarkan data pada Departemen Keuangan, total utang pemerintah pada akhir 2008 mencapai Rp1.636 triliun dan per 29 Mei 2009 telah mencapai Rp1.700 triliun. Dengan demikian, dalam tempo lima bulan, jumlah utang pemerintah mengalami peningkatan sebesar Rp64 triliun. Besarnya utang pemerintah ini telah menempatkan Indonesia sebagai negara pengutang terbesar keempat di negara berkembang. Setidaknya inilah hasil kajian yang dilakukan Committee for Abolition Third World Debt, yang/ /menempatkan Indonesia sebagai negara berkembang pengutang terbesar setelah Meksiko, Brasil, dan Turki. Sementara itu, perang prestasi keberhasilan para capres dalam menurunkan jumlah utang pemerintah diukur dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid-Megawati, rasio utang terhadap PDB mencapai 100% (1999) lalu turun menjadi 89% (2000). Pada masa pemerintahan Megawati-Hamzah Haz turun dari 77% (2001) menjadi 57% (2004) dan pada masa SBY-JK diprediksi turun dari 47% (2005) menjadi 32% (2009). Tolok ukur penurunan jumlah utang terhadap PDB ini mendapat reaksi yang cukup keras. Ada yang berpendapat bahwa perekonomian Indonesia masih didominasi asing, sehingga kalau tolok ukur PDB yang dipakai, seolah-olah rasio utang pemerintah masih aman. Padahal, kalau dilihat dari utang per kapita mengalami kenaikan dari Rp5,5 juta menjadi Rp8,5 juta, artinya tanggungan per orang atas utang pemerintah mengalami kenaikan. Sebagai solusinya, ditawarkan pendekatan Produk Nasional Bruto (PNB). Pendapat ini mendapatkan reaksi bahwa selama utang tersebut digunakan untuk kegiatan produktif sebenarnya tidak menjadi masalah. Argumen yang digunakan adalah, pada 2004 dengan utang per kapita Rp5 juta, mampu menghasilkan pendapatan per kapita Rp10 juta, dan pada 2008 dengan utang per kapita Rp7 juta, pendapatan per kapitanya meningkat menjadi Rp21 juta. Di sisi lain, ada juga yang memberikan solusi untuk meminta negara-negara pemberi utang agar
Re: [Keuangan] Re: RUU pengaturan dan pengelolaan utang II
Bung Jerry, Mungkin kita bisa setuju bahwa masalahnya adalah hasil (kinerja) dari suatu proyek. Kalau hasilnya optimal mengapa tidak. Masalahnya bukan sumber dana (misalnya hutang) tetapi manfaat penggunaan dana. Yang mungkin bisa jadi pertanyaan adalah penggunaan hutang luar negeri untuk menutup defisit anggaran. Memang secara umum harusnya sebab defisit anggaran itu dulu yang harus dibedah dengan tajam dan sebab2nya diatasi dengan tuntas. Dikita salah satu sebabnya memang adalah korupsi yang demikian hebatnya sehingga ada keraguan akan kwalitas proyek, jadi apakah masih ada proyek yang berguna dan apakah ada BUMN yang tidak korupsi. Masalah2 ini harusnya dipantau dengan keras dan bilamana perlu dibikin sistem yang mengukur effektivitas kerja aparat pemerintah. Jadi kita perlu indeks kinerja aparat negara yang jelas sebagai tambahan dari indeks transparansi internasional dan ICOR (yang membandingkan investasi dengan pertumbuhan ekonomi). Di RUU ini setahu saya ada usul pembatasan defisit sebesar 3% PDB. Kalau kita melihat kebutuhan2 pada saat krismon atau program2 penyelamatan bank di Eropa dan USA maka batas2 seperti ini terlalu kaku, tidak sesuai dengan keadaan kritis saat itu. Kita perlu kriteria2 lain untuk mengukur kelayakan suatu proyek dan anggarannya. Salam Hok An Jerry Matanari schrieb: Dear Pak Hok An, Kiranya berkenan, saya ingin menyampaikan pendapat. Menurut saya pribadi, berhutang tidak masalah. Secara kacamata individu maupun pengusaha orang-orang sering mengatakan hutang itu bisa mengungkit manfaat modal yang dimiliki saat ini. Ada pemeo mengatakan, selama kreditur masih percaya untuk ngasih ngutang, dan kira-kira si peminjam sanggup bayar cicilannya, ya ngutang saja. Ada juga yang mengatakan, kita mesti boleh ngutang kalau imbal hasil proyek infrasktur yg dibiayai lebih besar dari bunga pinjaman. Karna itu adanya korupsi jelas-jelas akan menimbulkan uang yg 'idle' atau tidak bermanfaat, sementara bunga utang jalan terus. Karna itu korupsi harus diberantas. Saya terima pendapat ini ada benarnya juga. Pendapat ketiga yg ekstrim mengatakan sebuah negara harus berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri. Idealnya sih memang begitu Pak. Namun di dunia yang disebut para nabi sebagai penuh dosa ini, tidak ada yang ideal. Orang-orang pengen capai hasil maksimal, tapi selalu ada constraint atau keterbatasan sumber daya. Karna itulah orang-orang tidak bisa capai yang maksimal, harus hitung-hitung dulu pakai model matematika, karena hasil yang hanya bisa dicapai adalah hasil yang optimal. Mungkin untuk solusi ke depannya saya pikir pertanyaannya bukan kita mesti ngutang atau ngga, atau ngutangnya ke siapa, tapi lebih ke arah seberapa besar sih kira-kira level hutang yang 'optimal'. Jawabannya gak bisa dengan 'feeling' aja Pak tapi benar2 harus dihitung para expert untuk mencari solusi yg optimal, dengan mengingat tujuan2 (goals) yg harus dicapai , dan aneka keterbatasan (constraints) yang dihadapi. Sekedar pendapat pribadi saya saja Pak. Kurang dan lebih nya mungkin Bapak Hok An dan Rekan-Rekan lainnya dapat menambahkan. Salam, Jerry --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Hok An ho...@... wrote: Kawan2, dibawah ada pendapat dari pihak Departemen Keuangan mengenai masalah utang. Silahkan dibahas. Hok An Warta ekonomi: Selasa, 28 Juli 2009 12:04 Redaksi-1 Sejak masa kampanye para capres dimulai, salah satu topik yang ramai dibicarakan adalah masalah utang pemerintah. Mereka yang saling serang di media massa, ada yang mengatasnamakan pengamat ekonomi, tetapi ada juga yang terang-terangan mengatasnamakan anggota tim sukses capres tertentu. Perang argumen ini makin diperkaya dengan hadirnya Koalisi Anti Utang (KAU). file:///index.php?option=com_contentview=articleid=2677%3Adebat-kusir-seputar-utang-pemerintahcatid=53%3Aaumumshowall=1 file:///index.php?option=com_contentview=articleid=2677%3Adebat-kusir-seputar-utang-pemerintahcatid=53%3Aaumumshowall=1 Subtopik yang diangkat, di antaranya, adalah penambahan jumlah utang baik pada masa pemerintahan dipegang oleh Megawati Soekarnoputri maupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta tolok ukur dalam menentukan batas aman jumlah utang, masalah ketergantungan pada utang, dan masalah transparansi penggunaan utang. *Tiga Masalah Utama * /Pertama, /sebagaimana diketahui, berdasarkan data pada Departemen Keuangan, total utang pemerintah pada akhir 2008 mencapai Rp1.636 triliun dan per 29 Mei 2009 telah mencapai Rp1.700 triliun. Dengan demikian, dalam tempo lima bulan, jumlah utang pemerintah mengalami peningkatan sebesar Rp64 triliun. Besarnya utang pemerintah ini telah menempatkan Indonesia sebagai negara pengutang terbesar keempat di negara berkembang. Setidaknya inilah hasil kajian yang dilakukan Committee for Abolition Third World Debt,