Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik Bali da Dave

barangkali perlu diubah jadi 13...  bukannya 12 modus penghindaran Pajak.
Apakah ada indikasi berapa besar pajak yang bisa dikumpulkan jika masalah 
transfer pricing ini bisa diatasi?




--- On Mon, 5/10/09, dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com wrote:

From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com
Subject: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Received: Monday, 5 October, 2009, 3:29 PM






 





  

Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya:

a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing?

b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan 
pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan 
dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari 
perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan 
sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang 
tinggi. 



Terima kasih. 



--- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana 
ari@...  wrote:



 simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak:

 

 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir.

 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.

 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih

 besar daripada sebenarnya.

 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN.

 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21.

 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi,

 dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2).

 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya.

 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak

 melaporkan dalam SPT.

 9.  WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.

 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu.

 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada

 bulan berikutnya.

 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.

 

 atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak.

 

 *BR, ari.ams*

 

 artikel asli:

 http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ redam.12. 
 modus.penghindar an.pajak

 

 /Home/Bisnis  Keuangan/Fiskal  Moneter

 PENERIMAAN NEGARA

 Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

 

 SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB

 *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan

 penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus

 penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.

 

 Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri

 Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup

 kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.

 

 Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU

 tentang APBN 2010.

 

 Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan

 menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP),

 terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar.

 

 Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari

 pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke

 persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.

 Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar

 daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan

 Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya

 overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa

 diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2.

 

 Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari

 pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak

 keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor

 pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak

 menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.

 

 Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib

 pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada

 bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.

 

 Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah

 melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di

 sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah.

 

 Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak

 (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan khusus,

 serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama.

 

 Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja. Ketiga,

 pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat,

 mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian

 pajak dari wajib pajak bendahara.

 

 ï

Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik prastowo prastowo
Rasanya yg seperti ini sudah mulai diantisipasi, bahkan sejak beberapa tahun 
lalu sudah dibuat Unit Transfer Pricing. Yang mengherankan malah tidak masuk 
dalam daftar 12 Modus itu. Atau sebuah strategi saja, karena yg 12 ini lebih 
bersifat 'awam'?

salam





Dari: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 23:29:39
Judul: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

  

Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya:
a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing?
b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan 
pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan 
dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari 
perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan 
sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang 
tinggi. 

Terima kasih. 

--- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana 
ari@...  wrote:

 simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak:
 
 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir.
 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.
 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih
 besar daripada sebenarnya.
 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN.
 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21.
 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi,
 dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2).
 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya.
 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak
 melaporkan dalam SPT.
 9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.
 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu.
 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada
 bulan berikutnya.
 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.
 
 atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak.
 
 *BR, ari.ams*
 
 artikel asli:
 http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ redam.12. 
 modus.penghindar an.pajak
 
 /Home/Bisnis  Keuangan/Fiskal  Moneter
 PENERIMAAN NEGARA
 Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
 
 SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB
 *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan
 penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus
 penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
 
 Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri
 Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup
 kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.
 
 Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU
 tentang APBN 2010.
 
 Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan
 menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP),
 terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar.
 
 Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari
 pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke
 persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.
 Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar
 daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan
 Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya
 overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa
 diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2.
 
 Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari
 pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak
 keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor
 pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak
 menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.
 
 Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib
 pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada
 bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.
 
 Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah
 melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di
 sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah.
 
 Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak
 (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan khusus,
 serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama.
 
 Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja. Ketiga,
 pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat,
 mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian
 pajak dari wajib pajak bendahara.
 
 �*Tax ratio *(rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto) tahun
 2010

Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik prastowo prastowo
Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi 
secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita 
sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun.

salam





Dari: Bali da Dave dfa...@yahoo.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 23:58:47
Judul: Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

  

barangkali perlu diubah jadi 13...  bukannya 12 modus penghindaran Pajak.
Apakah ada indikasi berapa besar pajak yang bisa dikumpulkan jika masalah 
transfer pricing ini bisa diatasi?

--- On Mon, 5/10/09, dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com wrote:

From: dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com
Subject: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
Received: Monday, 5 October, 2009, 3:29 PM

 

Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya:

a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing?

b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan 
pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan 
dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari 
perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan 
sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang 
tinggi. 

Terima kasih. 

--- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana 
ari@...  wrote:



 simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak:

 

 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir.

 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.

 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih

 besar daripada sebenarnya.

 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN.

 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21.

 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi,

 dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2).

 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya.

 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak

 melaporkan dalam SPT.

 9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.

 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu.

 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada

 bulan berikutnya.

 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.

 

 atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak.

 

 *BR, ari.ams*

 

 artikel asli:

 http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ redam.12. 
 modus.penghindar an.pajak

 

 /Home/Bisnis  Keuangan/Fiskal  Moneter

 PENERIMAAN NEGARA

 Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

 

 SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB

 *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan

 penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus

 penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.

 

 Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri

 Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup

 kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.

 

 Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU

 tentang APBN 2010.

 

 Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan

 menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP),

 terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar.

 

 Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari

 pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke

 persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.

 Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar

 daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan

 Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya

 overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa

 diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2.

 

 Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari

 pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak

 keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor

 pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak

 menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.

 

 Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib

 pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada

 bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.

 

 Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah

 melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di

 sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah.

 

 Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak

 (KPP) madya, KPP

Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik dyahanggitasari


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... 
wrote:

 Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi 
 secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita 
 sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun.
 
 salam
 
Metrotvnews.com, Padang: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala 
Bappenas, Paskah Suzetta, Jumat (2/10), mengatakan, gempa Sumatra menimbulkan 
kerugian cukup besar bagi perekonomian nasional. Diperkirakan, proses pemulihan 
pasca-bencana akan memakan biaya lebih dari Rp 1,5 triliun.

Wow, 120 - 150 trilyun gap pajak karena transfer pricing, disisi lain gempa 
padang yang menimbulkan kerugian cukup besar bagi perekonomian nasional 
memerlukan 1,5 trilyun. 10 % nya dalam setahun saja bisa jauh lebih dari cukup 
untuk memulihkan kerugian bencana gempa bumi di Padang. 



Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik Anton MS Wardhana
wah mohon maaf Bu, saya ngga bisa menjawab secara saya bukan PNS,   Bu :)
saya hanya bermaksud menguraikan motif2 penghindaran pajak yang sudah
terdeteksi, bukan perencanaan pajak
kadang2, langkah2 di bawah itu suka dianggap sebagai perencanaan pajak,
padahal langkah2 itu justru melanggar beberapa rambu-rambu hukum pajak

BR, ari.ams


2009/10/5 dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com




 Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya:
 a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing?
 b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang
 melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini
 bisa dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai
 lagi dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di
 pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan
 harga yang tinggi.

 Terima kasih.

 --- In 
 AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com,
 Anton MS Wardhana ari@... wrote:
 
  simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita
 tidak:
 
  1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir.
  2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.
  3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih
  besar daripada sebenarnya.
  4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN.
  5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21.
  6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi,
  dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2).
  7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya.
  8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak
  melaporkan dalam SPT.
  9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.
  10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu.
  11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada
  bulan berikutnya.
  12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.
 
  atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak.
 
  *BR, ari.ams*
 
  artikel asli:
 
 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/10/05/07375570/redam.12.modus.penghindaran.pajak
 
  /Home/Bisnis  Keuangan/Fiskal  Moneter
  PENERIMAAN NEGARA
  Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
 
  SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB
  *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan
  penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus
  penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
 
  Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri
  Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup
  kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.
 
  Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU
  tentang APBN 2010.
 
  Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan
  menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP),
  terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar.
 
  Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk
 menghindari
  pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke
  persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.
  Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih
 besar
  daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak
 Pertambahan
  Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan
 biaya
  overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa
  diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2.
 
  Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk
 menghindari
  pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak
  keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor
  pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena
 pajak
  menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.
 
  Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu.
 Wajib
  pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada
  bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak
 fiktif.
 
  Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah
  melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di
  sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah.
 
  Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak
  (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan
 khusus,
  serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama.
 
  Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja.
 Ketiga,
  pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat,
  mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian
  pajak dari wajib pajak bendahara.
 
  �*Tax ratio *(rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto)
 

Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik prastowo prastowo
Angka yg saya sebut adalah tax gap untuk seluruh jenis indikasi, yg umumnya 
dibedakan tiga:
1. Nonfilling
2. Underreporting
3. Underpayment

ketiganya saling terkait. Kalau kita bicara sektor informal, akan tampak jelas, 
sebagaimana diketahui mereka menghitung pajak dg menggunakan Norma Penghitungan 
s.d. omset Rp 4,8 milyar/thn ( UU PPh ). Tetapi di UU PPN, omset s.d. Rp 600 
juta/tahun sudah harus PKP. Di sinilah salah satu underreporting muncul, demi 
menghindari PKP, mereka menurunkan omset di bawah Rp 600 juta.

Untuk skala MNC tentu akan lebih besar. Salah satu indikasi, sebuah perusahaan 
pertambangan batubara untuk satu tahun pajak akhirnya sukarela membayar 
kekurangan pajak ke negara Rp 2 trilyun daripada harus disidik (ini 
dimungkinkan oleh UU, jadi bukan kolusi ). Dan sejauh pernah diketahui, 
penggeseran laba ke luar negeri dan pembebanan di dalam negeri ini sdh 
sedemikian lazim, meski untuk angka persisnya saya tidak tahu.

salam





Dari: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 00:32:43
Judul: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

  


--- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, prastowo prastowo 
sesaw...@.. . wrote:

 Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi 
 secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita 
 sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun.
 
 salam
 
Metrotvnews. com, Padang: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan 
Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, Jumat (2/10), mengatakan, gempa 
Sumatra menimbulkan kerugian cukup besar bagi perekonomian nasional. 
Diperkirakan, proses pemulihan pasca-bencana akan memakan biaya lebih dari Rp 
1,5 triliun.

Wow, 120 - 150 trilyun gap pajak karena transfer pricing, disisi lain gempa 
padang yang menimbulkan kerugian cukup besar bagi perekonomian nasional 
memerlukan 1,5 trilyun. 10 % nya dalam setahun saja bisa jauh lebih dari cukup 
untuk memulihkan kerugian bencana gempa bumi di Padang. 





  Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik. Tambah lebih banyak teman 
ke Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/

[Non-text portions of this message have been removed]



Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik Rachmad M
Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang
dipakai dalam pertukaran antardivisional untuk mencatat pendapatan
divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division).

Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur
kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak
yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi. Kunci
utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya
transaksi karena adanya hubungan istimewa. Hubungan istimewa
merupakan hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan satu pihak 
dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa. 

Untuk mengatur transfer pricing ini, undang-undang memberikan kewenangan kepada 
pihak fiskus untuk menentukan kembali jumlah harga transfer antar pihak-pihak 
yang mempunyai hubungan istimewa.

ini abstrak yang terdapat di : 
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/viewFile/15668/15660

Jadi sayang kalau transfer pricing direduksi jadi upaya memperkecil pajak 
semata. Karena masalah pajak adalah masalah internal pengelolaan keuangan 
pemerintahan :-(


Salam

RM


--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... 
wrote:

 Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi 
 secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita 
 sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun.
 
 salam
 
 
 
 
 
 Dari: Bali da Dave dfa...@...
 Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
 Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 23:58:47
 Judul: Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
 
 � 
 
 barangkali perlu diubah jadi 13...� bukannya 12 modus penghindaran Pajak.
 Apakah ada indikasi berapa besar pajak yang bisa dikumpulkan jika masalah 
 transfer pricing ini bisa diatasi?
 
 --- On Mon, 5/10/09, dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com wrote:
 
 From: dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com
 Subject: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
 To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
 Received: Monday, 5 October, 2009, 3:29 PM
 
 �
 
 Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya:
 
 a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing?
 
 b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang 
 melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa 
 dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi 
 dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di 
 pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan 
 harga yang tinggi. 
 
 Terima kasih. 
 
 --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana ari.ams@ 
  wrote:
 
 
 
  simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak:
 
  
 
  1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir.
 
  2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.
 
  3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih
 
  besar daripada sebenarnya.
 
  4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN.
 
  5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21.
 
  6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi,
 
  dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2).
 
  7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya.
 
  8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak
 
  melaporkan dalam SPT.
 
  9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.
 
  10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu.
 
  11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada
 
  bulan berikutnya.
 
  12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.
 
  
 
  atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak.
 
  
 
  *BR, ari.ams*
 
  
 
  artikel asli:
 
  http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ 
  redam.12. modus.penghindar an.pajak
 
  
 
  /Home/Bisnis  Keuangan/Fiskal  Moneter
 
  PENERIMAAN NEGARA
 
  Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
 
  
 
  SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB
 
  *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan
 
  penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus
 
  penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
 
  
 
  Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri
 
  Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup
 
  kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.
 
  
 
  Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU
 
  tentang APBN 2010.
 
  
 
  Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan
 
  menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP),
 
  terutama pada

Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik prastowo prastowo
Oke Mas, klarifikasi ya, transfer pricing di sini memang sudah diandaikan yg 
memiliki hubungan istimewa ( soal pajak ), maka sejak awal saya pergunakan 
contoh MNC dan penggeseran biaya/laba. terima kasih penjelasannya. Boleh jadi 
meskipun ada hubungan istimewa, praktiknya sudah taat azas.

Pasal 18 UU PPh mengatakan:

(3)   Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya 
penghasilan dan 
  pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya 
Penghasilan 
  Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib 
Pajak lainnya 
  sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh 
hubungan istimewa 
  dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, 
metode 
  harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.

 (3a)  Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib 
Pajak dan bekerja 
  sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi 
antar 
  pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat 
(4), yang 
  berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta 
melakukan 
  renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.

 (3b)  Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan 
melalui pihak lain atau 
  badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company), dapat 
ditetapkan 
  sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib 
Pajak yang 
  bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan 
tersebut dan 
  terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

 (3c)  Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau 
special purpose 
  company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan 
perlindungan 
  pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang 
didirikan 
  atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia 
dapat ditetapkan 
  sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat 
kedudukan 
  di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.

 (3d)  Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam 
negeri dari pemberi 
  kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak 
didirikan dan tidak 
  bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi 
kerja 
  mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam 
negeri 
  tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan 
kepada perusahaan 
  yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.

 (3e)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), ayat (3c), 
dan ayat (3d) diatur 
  lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 (4)  Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat 
(3d), Pasal 9 
  ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
     a.  Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung 
paling rendah 
   25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib 
Pajak 
   dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib 
Pajak 
   atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut 
terakhir;
     b.  Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib 
Pajak berada 
   di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
     c.  terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis 
keturunan 
   lurus dan/atau ke samping satu derajat.

demikian kira2, kita bisa diskusikan lebih lanjut.
salam,

pras




Dari: Rachmad M rachm...@yahoo.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 00:50:32
Judul: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

  
Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang
dipakai dalam pertukaran antardivisional untuk mencatat pendapatan
divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division).

Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur
kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh
perusahaan-perusaha an multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak
yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi. Kunci
utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya
transaksi karena adanya hubungan istimewa. Hubungan istimewa
merupakan hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan satu pihak 
dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa. 

Untuk mengatur transfer pricing ini, undang-undang memberikan kewenangan kepada 
pihak fiskus untuk menentukan kembali jumlah harga transfer antar pihak-pihak 
yang mempunyai

Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik Rachmad M
: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
 
   
 Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang
 dipakai dalam pertukaran antardivisional untuk mencatat pendapatan
 divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division).
 
 Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur
 kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh
 perusahaan-perusaha an multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak
 yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi. Kunci
 utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya
 transaksi karena adanya hubungan istimewa. Hubungan istimewa
 merupakan hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan
 perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan satu pihak 
 dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa. 
 
 Untuk mengatur transfer pricing ini, undang-undang memberikan kewenangan 
 kepada pihak fiskus untuk menentukan kembali jumlah harga transfer antar 
 pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
 
 ini abstrak yang terdapat di : 
 http://puslit2. petra.ac. id/ejournal/ index.php/ aku/article/ viewFile/ 
 15668/15660
 
 Jadi sayang kalau transfer pricing direduksi jadi upaya memperkecil pajak 
 semata. Karena masalah pajak adalah masalah internal pengelolaan keuangan 
 pemerintahan :-(
 
 Salam
 
 RM
 
 --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, prastowo prastowo 
 sesawi04@ . wrote:
 
  Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi 
  secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap 
  kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun.
  
  salam
  
  
  
  
   _ _ __
  Dari: Bali da Dave dfaj21@
  Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
  Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 23:58:47
  Judul: Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
  
  � 
  
  barangkali perlu diubah jadi 13...� bukannya 12 modus penghindaran Pajak.
  Apakah ada indikasi berapa besar pajak yang bisa dikumpulkan jika masalah 
  transfer pricing ini bisa diatasi?
  
  --- On Mon, 5/10/09, dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com wrote:
  
  From: dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com
  Subject: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
  To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com
  Received: Monday, 5 October, 2009, 3:29 PM
  
  �
  
  Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya:
  
  a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing?
  
  b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang 
  melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini 
  bisa dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak 
  dipakai lagi dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book 
  valuenya di pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini 
  dibeli dengan harga yang tinggi. 
  
  Terima kasih. 
  
  --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana 
  ari.ams@  wrote:
  
  
  
   simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak:
  
   
  
   1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir.
  
   2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan.
  
   3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih
  
   besar daripada sebenarnya.
  
   4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN.
  
   5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21.
  
   6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi,
  
   dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2).
  
   7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya.
  
   8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak
  
   melaporkan dalam SPT.
  
   9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain.
  
   10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu.
  
   11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada
  
   bulan berikutnya.
  
   12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif.
  
   
  
   atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak.
  
   
  
   *BR, ari.ams*
  
   
  
   artikel asli:
  
   http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ 
   redam.12. modus.penghindar an.pajak
  
   
  
   /Home/Bisnis  Keuangan/Fiskal  Moneter
  
   PENERIMAAN NEGARA
  
   Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
  
   
  
   SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB
  
   *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan
  
   penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus
  
   penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
  
   
  
   Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri
  
   Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup
  
   kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun.
  
   
  
   Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan

Re: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik Poltak Hotradero
At 02:20 PM 10/5/2009, you wrote:


Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan 
jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution 
waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun.


Saya rasa jelas tax-gap itu MUSTAHIL semuanya berasal dari transfer pricing.

Penggelapan pajak dari badan dan orang di dalam negeri masih jauh lebih tinggi.
(Mengapa?  karena 80% komponen ekonomi Indonesia adalah berasal dari 
dalam negeri...).

Dan bila mengacukan posisi tax-gap dibandingkan dengan total angka 
ekspor dan impor Indonesia -- maka besaran transfer pricing 
seharusnya relatif kecil.  Terlebih karena ekspor Indonesia 
kebanyakan adalah bahan mentah.

Ingin bukti lebih lanjut?  Lihat saja dari anggota DPR terpilih kita 
yang 60%-nya bahkan belum punya NPWP

Ini saya kutipkan dari situs pajak:
http://www.pajak.go.id/index.php?Itemid=123catid=87:Berita%20Perpajakanid=8250:dirjen-pajak-bertatap-muka-dengan-para-konsultan-pajak-option=com_contentview=article

Menurut Dirjen Pajak, untuk melihat Tax Compliance suatu negara 
adalah dengan Tax Ratio. Tax Ratio merupakan Bench Marking. Apabila 
rata-rata Tax Ratio negara lain sudah diatas 20%. Untuk Indonesia, 
anggap saja Tax Ratio seharus nya adalah 20%. Sedangkan Tax Ratio 
indonesia pada saat ini adalah berkisar antara 16% s/d 16,5%. Jadi 
kita ketinggalan antara 3,5% s/d 4% dari Bench mark. Tax Ratio 
dihitung dari GDP (Gross Domestic Product). Apabila GDP Indonesia 
pada saat ini adalah Rp5.800 triliun, maka 3,5% s/d 4% nya yang 
disebut Tax Gap, sekitar Rp200 triliun. Artinya  Indonesia seharusnya 
mampu untuk mengumpulkan tambahan pajak, paling tidak Rp200 triliun pertahun.




Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik prastowo prastowo
Memang tidak ada yang mengatakan itu kan Bang. Saya sependapat, belum ada 
penelitian khusus soal ini. Soal anggota DPR belum ber-NPWP, tidak bisa 
disamakan dg pengertian mereka tidak membayar pajak. Sistem kita memungkinkan 
orang yg bekerja pada satu pemberi kerja dipotong pajak dg mengandaikan tak 
ber-NPWP, konsekuensinya ada disinsentif tarif lebih tinggi 20%.
Transfer pricing dg hubungan istimewa jg tak mengandaikan harus MNCs, melainkan 
dapat dilakukan perusahaan murni dalam negeri.

salam





Dari: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 03:24:48
Judul: Re: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

  
At 02:20 PM 10/5/2009, you wrote:


Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan 
jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution 
waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun.

Saya rasa jelas tax-gap itu MUSTAHIL semuanya berasal dari transfer pricing.

Penggelapan pajak dari badan dan orang di dalam negeri masih jauh lebih tinggi.
(Mengapa? karena 80% komponen ekonomi Indonesia adalah berasal dari 
dalam negeri...).

Dan bila mengacukan posisi tax-gap dibandingkan dengan total angka 
ekspor dan impor Indonesia -- maka besaran transfer pricing 
seharusnya relatif kecil. Terlebih karena ekspor Indonesia 
kebanyakan adalah bahan mentah.

Ingin bukti lebih lanjut? Lihat saja dari anggota DPR terpilih kita 
yang 60%-nya bahkan belum punya NPWP

Ini saya kutipkan dari situs pajak:
http://www.pajak. go.id/index. php?Itemid= 123catid= 87:Berita% 20Perpajakan 
id=8250:dirjen- pajak-bertatap- muka-dengan- para-konsultan- pajak-option= 
com_content view=article

Menurut Dirjen Pajak, untuk melihat Tax Compliance suatu negara 
adalah dengan Tax Ratio. Tax Ratio merupakan Bench Marking. Apabila 
rata-rata Tax Ratio negara lain sudah diatas 20%. Untuk Indonesia, 
anggap saja Tax Ratio seharus nya adalah 20%. Sedangkan Tax Ratio 
indonesia pada saat ini adalah berkisar antara 16% s/d 16,5%. Jadi 
kita ketinggalan antara 3,5% s/d 4% dari Bench mark. Tax Ratio 
dihitung dari GDP (Gross Domestic Product). Apabila GDP Indonesia 
pada saat ini adalah Rp5.800 triliun, maka 3,5% s/d 4% nya yang 
disebut Tax Gap, sekitar Rp200 triliun. Artinya Indonesia seharusnya 
mampu untuk mengumpulkan tambahan pajak, paling tidak Rp200 triliun pertahun.





  quot;Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang! 
http://id.mail.yahoo.comquot;

[Non-text portions of this message have been removed]



Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

2009-10-05 Terurut Topik prastowo prastowo
Terima kasih banyak Mas, masukan yg sangat berharga. Tentu kami belajar banyak 
dari sahabat2 di milis ini.
Semoga apa yg kita rintis berbuah kebaikan bagi semakin banyak orang, terutama 
anak cucu kita.

salam





Dari: Rachmad M rachm...@yahoo.com
Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 01:47:39
Judul: Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak

  
Baik mas Pras,

kalau memang berniat untuk menyiapkan sebuah platform kampanye soal ini utk 
para politisi kita, maka memang yang perlu ditekankan adalah pemisahan antara 
hal-hal yang bersifat internal dan eksternal.

Seperti naiikin harga BBM misalnya, itu cumalah masalah internal yakni membawa 
bangsa ini membeli dan menjual tenaganya dengan ukuran yang berlaku global. 
Tapi jelas bahwa pemerintah tidak bisa cari uang dari rakyatnya, karena yang 
diperoleh dari rakyat hanyalah rupiah yang kalau ditukarkan mata uang asing 
akan berakibat merosotnya nilai mata uang rupiah.

Ada banyak kebijakkan yang orientasinya menganggap bahwa rupiah dan mata uang 
asing sama saja, padahal ada hal-hal yang secara prinsip tetap berbeda, kecuali 
nanti pada saat kita punya mata uang regional seperti Euro atau hanya ada satu 
saja mata uang di dunia ini :-)

Salam

RM

--- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, prastowo prastowo 
sesaw...@.. . wrote:

 Oke Mas, klarifikasi ya, transfer pricing di sini memang sudah diandaikan yg 
 memiliki hubungan istimewa ( soal pajak ), maka sejak awal saya pergunakan 
 contoh MNC dan penggeseran biaya/laba. terima kasih penjelasannya. Boleh jadi 
 meskipun ada hubungan istimewa, praktiknya sudah taat azas.
 
 Pasal 18 UU PPh mengatakan:
 
 (3)   Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya 
 penghasilan dan 
   pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya 
 Penghasilan 
   Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib 
 Pajak lainnya 
   sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh 
 hubungan istimewa 
   dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, 
 metode 
   harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.
 
  (3a)  Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib 
 Pajak dan bekerja 
   sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga 
 transaksi antar 
   pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam 
 ayat (4), yang 
   berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta 
 melakukan 
   renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.
 
  (3b)  Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan 
 melalui pihak lain atau 
   badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company), dapat 
 ditetapkan 
   sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib 
 Pajak yang 
   bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan 
 tersebut dan 
   terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
 
  (3c)  Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company 
 atau special purpose 
   company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan 
 perlindungan 
   pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan 
 yang didirikan 
   atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia 
 dapat ditetapkan 
   sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat 
 kedudukan 
   di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
 
  (3d)  Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam 
 negeri dari pemberi 
   kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak 
 didirikan dan tidak 
   bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal 
 pemberi kerja 
   mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi 
 dalam negeri 
   tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan 
 kepada perusahaan 
   yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.
 
  (3e)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), ayat (3c), 
 dan ayat (3d) diatur 
   lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
 
  (4)  Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat 
 (3d), Pasal 9 
   ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
      a.  Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung 
 paling rendah 
    25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib 
 Pajak 
    dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib 
 Pajak 
    atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang 
 disebut terakhir;
      b.  Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib 
 Pajak berada 
    di bawah