Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
barangkali perlu diubah jadi 13... bukannya 12 modus penghindaran Pajak. Apakah ada indikasi berapa besar pajak yang bisa dikumpulkan jika masalah transfer pricing ini bisa diatasi? --- On Mon, 5/10/09, dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com wrote: From: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Subject: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Received: Monday, 5 October, 2009, 3:29 PM Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya: a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing? b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang tinggi. Terima kasih. --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana ari@... wrote: simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak: 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN. 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21. 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2). 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. 9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak. *BR, ari.ams* artikel asli: http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ redam.12. modus.penghindar an.pajak /Home/Bisnis Keuangan/Fiskal Moneter PENERIMAAN NEGARA Redam 12 Modus Penghindaran Pajak SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun. Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU tentang APBN 2010. Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP), terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar. Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2. Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah. Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan khusus, serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama. Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja. Ketiga, pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat, mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian pajak dari wajib pajak bendahara. ï
Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
Rasanya yg seperti ini sudah mulai diantisipasi, bahkan sejak beberapa tahun lalu sudah dibuat Unit Transfer Pricing. Yang mengherankan malah tidak masuk dalam daftar 12 Modus itu. Atau sebuah strategi saja, karena yg 12 ini lebih bersifat 'awam'? salam Dari: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 23:29:39 Judul: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya: a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing? b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang tinggi. Terima kasih. --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana ari@... wrote: simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak: 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN. 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21. 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2). 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. 9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak. *BR, ari.ams* artikel asli: http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ redam.12. modus.penghindar an.pajak /Home/Bisnis Keuangan/Fiskal Moneter PENERIMAAN NEGARA Redam 12 Modus Penghindaran Pajak SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun. Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU tentang APBN 2010. Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP), terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar. Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2. Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah. Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan khusus, serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama. Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja. Ketiga, pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat, mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian pajak dari wajib pajak bendahara. �*Tax ratio *(rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto) tahun 2010
Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun. salam Dari: Bali da Dave dfa...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 23:58:47 Judul: Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak barangkali perlu diubah jadi 13... bukannya 12 modus penghindaran Pajak. Apakah ada indikasi berapa besar pajak yang bisa dikumpulkan jika masalah transfer pricing ini bisa diatasi? --- On Mon, 5/10/09, dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com wrote: From: dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com Subject: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Received: Monday, 5 October, 2009, 3:29 PM Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya: a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing? b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang tinggi. Terima kasih. --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana ari@... wrote: simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak: 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN. 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21. 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2). 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. 9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak. *BR, ari.ams* artikel asli: http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ redam.12. modus.penghindar an.pajak /Home/Bisnis Keuangan/Fiskal Moneter PENERIMAAN NEGARA Redam 12 Modus Penghindaran Pajak SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun. Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU tentang APBN 2010. Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP), terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar. Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2. Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah. Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) madya, KPP
Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... wrote: Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun. salam Metrotvnews.com, Padang: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, Jumat (2/10), mengatakan, gempa Sumatra menimbulkan kerugian cukup besar bagi perekonomian nasional. Diperkirakan, proses pemulihan pasca-bencana akan memakan biaya lebih dari Rp 1,5 triliun. Wow, 120 - 150 trilyun gap pajak karena transfer pricing, disisi lain gempa padang yang menimbulkan kerugian cukup besar bagi perekonomian nasional memerlukan 1,5 trilyun. 10 % nya dalam setahun saja bisa jauh lebih dari cukup untuk memulihkan kerugian bencana gempa bumi di Padang.
Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
wah mohon maaf Bu, saya ngga bisa menjawab secara saya bukan PNS, Bu :) saya hanya bermaksud menguraikan motif2 penghindaran pajak yang sudah terdeteksi, bukan perencanaan pajak kadang2, langkah2 di bawah itu suka dianggap sebagai perencanaan pajak, padahal langkah2 itu justru melanggar beberapa rambu-rambu hukum pajak BR, ari.ams 2009/10/5 dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya: a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing? b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang tinggi. Terima kasih. --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.comAhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com, Anton MS Wardhana ari@... wrote: simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak: 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN. 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21. 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2). 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. 9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak. *BR, ari.ams* artikel asli: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/10/05/07375570/redam.12.modus.penghindaran.pajak /Home/Bisnis Keuangan/Fiskal Moneter PENERIMAAN NEGARA Redam 12 Modus Penghindaran Pajak SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun. Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU tentang APBN 2010. Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP), terutama pada transaksi yang dinilai tidak wajar. Enam jenis transaksi tidak wajar yang biasanya dilakukan untuk menghindari pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) adalah mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. Melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. Mengkreditkan PPh Pasal 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. Menyandingkan omzet PPh dengan omzet Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menyandingkan biaya gaji dengan PPh Pasal 21. Pembebanan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Pasal 23 atau Pasal 4 Ayat 2. Adapun enam transaksi tidak wajar lainnya yang digunakan untuk menghindari pembayaran PPN adalah wajib pajak tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. Wajib pajak memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. Wajib pajak nonperusahaan kena pajak menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. Selain itu, wajib pajak menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. Wajib pajak melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. Wajib pajak terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. Selain menggunakan OPDP, strategi lain yang dilakukan pemerintah adalah melanjutkan program pemetaan dan penetapan tolok ukur atas wajib pajak di sektor industri yang sama, yang dilakukan dengan lima langkah. Pertama, memantapkan profil semua wajib pajak di kantor pelayanan pajak (KPP) madya, KPP large taxpayer office/kantor wajib pajak besar) dan khusus, serta 500 wajib pajak di masing-masing KPP Pratama. Kedua, membuat profil wajib pajak berdasarkan gedung tempat bekerja. Ketiga, pengawasan secara intensif PPh Pasal 25 dari perusahaan ritel. Keempat, mengawasi wajib pajak pribadi potensial. Kelima, optimalisasi penggalian pajak dari wajib pajak bendahara. �*Tax ratio *(rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto)
Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
Angka yg saya sebut adalah tax gap untuk seluruh jenis indikasi, yg umumnya dibedakan tiga: 1. Nonfilling 2. Underreporting 3. Underpayment ketiganya saling terkait. Kalau kita bicara sektor informal, akan tampak jelas, sebagaimana diketahui mereka menghitung pajak dg menggunakan Norma Penghitungan s.d. omset Rp 4,8 milyar/thn ( UU PPh ). Tetapi di UU PPN, omset s.d. Rp 600 juta/tahun sudah harus PKP. Di sinilah salah satu underreporting muncul, demi menghindari PKP, mereka menurunkan omset di bawah Rp 600 juta. Untuk skala MNC tentu akan lebih besar. Salah satu indikasi, sebuah perusahaan pertambangan batubara untuk satu tahun pajak akhirnya sukarela membayar kekurangan pajak ke negara Rp 2 trilyun daripada harus disidik (ini dimungkinkan oleh UU, jadi bukan kolusi ). Dan sejauh pernah diketahui, penggeseran laba ke luar negeri dan pembebanan di dalam negeri ini sdh sedemikian lazim, meski untuk angka persisnya saya tidak tahu. salam Dari: dyahanggitasari dyahanggitas...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 00:32:43 Judul: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, prastowo prastowo sesaw...@.. . wrote: Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun. salam Metrotvnews. com, Padang: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, Jumat (2/10), mengatakan, gempa Sumatra menimbulkan kerugian cukup besar bagi perekonomian nasional. Diperkirakan, proses pemulihan pasca-bencana akan memakan biaya lebih dari Rp 1,5 triliun. Wow, 120 - 150 trilyun gap pajak karena transfer pricing, disisi lain gempa padang yang menimbulkan kerugian cukup besar bagi perekonomian nasional memerlukan 1,5 trilyun. 10 % nya dalam setahun saja bisa jauh lebih dari cukup untuk memulihkan kerugian bencana gempa bumi di Padang. Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik. Tambah lebih banyak teman ke Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/ [Non-text portions of this message have been removed]
Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antardivisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi. Kunci utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya transaksi karena adanya hubungan istimewa. Hubungan istimewa merupakan hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan satu pihak dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa. Untuk mengatur transfer pricing ini, undang-undang memberikan kewenangan kepada pihak fiskus untuk menentukan kembali jumlah harga transfer antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. ini abstrak yang terdapat di : http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/viewFile/15668/15660 Jadi sayang kalau transfer pricing direduksi jadi upaya memperkecil pajak semata. Karena masalah pajak adalah masalah internal pengelolaan keuangan pemerintahan :-( Salam RM --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, prastowo prastowo sesaw...@... wrote: Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun. salam Dari: Bali da Dave dfa...@... Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 23:58:47 Judul: Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak � barangkali perlu diubah jadi 13...� bukannya 12 modus penghindaran Pajak. Apakah ada indikasi berapa besar pajak yang bisa dikumpulkan jika masalah transfer pricing ini bisa diatasi? --- On Mon, 5/10/09, dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com wrote: From: dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com Subject: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Received: Monday, 5 October, 2009, 3:29 PM � Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya: a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing? b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang tinggi. Terima kasih. --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana ari.ams@ wrote: simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak: 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN. 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21. 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2). 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. 9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak. *BR, ari.ams* artikel asli: http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ redam.12. modus.penghindar an.pajak /Home/Bisnis Keuangan/Fiskal Moneter PENERIMAAN NEGARA Redam 12 Modus Penghindaran Pajak SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun. Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan lalu saat memaparkan isi UU tentang APBN 2010. Ia menjelaskan, 12 modus penghindaraan pajak itu akan diredam dengan menggunakan mekanisme optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP), terutama pada
Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
Oke Mas, klarifikasi ya, transfer pricing di sini memang sudah diandaikan yg memiliki hubungan istimewa ( soal pajak ), maka sejak awal saya pergunakan contoh MNC dan penggeseran biaya/laba. terima kasih penjelasannya. Boleh jadi meskipun ada hubungan istimewa, praktiknya sudah taat azas. Pasal 18 UU PPh mengatakan: (3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya. (3a) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir. (3b) Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga. (3c) Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia. (3d) Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut. (3e) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), ayat (3c), dan ayat (3d) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila: a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat. demikian kira2, kita bisa diskusikan lebih lanjut. salam, pras Dari: Rachmad M rachm...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 00:50:32 Judul: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antardivisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan-perusaha an multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi. Kunci utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya transaksi karena adanya hubungan istimewa. Hubungan istimewa merupakan hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan satu pihak dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa. Untuk mengatur transfer pricing ini, undang-undang memberikan kewenangan kepada pihak fiskus untuk menentukan kembali jumlah harga transfer antar pihak-pihak yang mempunyai
Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antardivisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Tujuan utama dari transfer pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan-perusaha an multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer antardivisi. Kunci utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah adanya transaksi karena adanya hubungan istimewa. Hubungan istimewa merupakan hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan satu pihak dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa. Untuk mengatur transfer pricing ini, undang-undang memberikan kewenangan kepada pihak fiskus untuk menentukan kembali jumlah harga transfer antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. ini abstrak yang terdapat di : http://puslit2. petra.ac. id/ejournal/ index.php/ aku/article/ viewFile/ 15668/15660 Jadi sayang kalau transfer pricing direduksi jadi upaya memperkecil pajak semata. Karena masalah pajak adalah masalah internal pengelolaan keuangan pemerintahan :-( Salam RM --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, prastowo prastowo sesawi04@ . wrote: Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun. salam _ _ __ Dari: Bali da Dave dfaj21@ Kepada: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 23:58:47 Judul: Re: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak � barangkali perlu diubah jadi 13...� bukannya 12 modus penghindaran Pajak. Apakah ada indikasi berapa besar pajak yang bisa dikumpulkan jika masalah transfer pricing ini bisa diatasi? --- On Mon, 5/10/09, dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com wrote: From: dyahanggitasari dyahanggitasari@ yahoo.com Subject: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com Received: Monday, 5 October, 2009, 3:29 PM � Barangkali Pak Anton bisa menjawab pertanyaan saya: a. Adakah Ibu Menteri sudah mengantisipasi masalah transfer pricing? b. Contoh studi kasus. Bagaimana antisipasi terhadap perusahaan yang melakukan pembebanan amortisasi sehingga P/L selalu rugi? Pembebanan ini bisa dilakukan dengan pembelian barang barang bekas yang sudah tidak dipakai lagi dari perusahaan induk di negara asalnya yang notabene book valuenya di pembukuan sana sudah nol tetapi di laporan keuangan di sini dibeli dengan harga yang tinggi. Terima kasih. --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, Anton MS Wardhana ari.ams@ wrote: simpulannya, agar tidak memiliki masalah perpajakan, sebaiknya kita tidak: 1. mengalihkan sebagian omzet ke persediaan akhir. 2. melakukan kompensasi kerugian yang tidak diperkenankan. 3. mengkreditkan PPh Ps. 25 dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak lebih besar daripada sebenarnya. 4. menyandingkan omzet PPh dengan omzet PPN. 5. menyandingkan biaya gaji dengan PPh Ps. 21. 6. membebankan biaya overhead, seperti sewa, jasa, transportasi, promosi, dan bunga, tanpa diimbangi PPh Ps. 23 atau Ps. 4 (2). 7. tidak melaporkan sebagian pajak keluarannya. 8. memungut PPN, tetapi tidak membayarkan ke kantor pajak atau tidak melaporkan dalam SPT. 9. WPOP menerbitkan faktur pajak yang sudah dikreditkan orang lain. 10. menggunakan surat setoran pajak (SSP) palsu. 11. melakukan restitusi, tetapi pajak lebih bayar itu dikompensasi pada bulan berikutnya. 12. terindikasi menggunakan faktur pajak fiktif. atau akan dianggap sebagai upaya penghindaran pajak. *BR, ari.ams* artikel asli: http://bisniskeuang an.kompas. com/read/ xml/2009/ 10/05/07375570/ redam.12. modus.penghindar an.pajak /Home/Bisnis Keuangan/Fiskal Moneter PENERIMAAN NEGARA Redam 12 Modus Penghindaran Pajak SENIN, 5 OKTOBER 2009 | 07:37 WIB *JAKARTA, KOMPAS.com *- Mulai tahun 2010, pemerintah mengintensifkan penggalian potensi penerimaan pajak, yakni dengan meredam 12 modus penghindaran Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Hal itu, menurut Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dibutuhkan untuk menutup kenaikan target penerimaan pajak APBN 2010, yaitu Rp 658,3 triliun. Menkeu menyampaikan hal itu di Jakarta pekan
Re: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
At 02:20 PM 10/5/2009, you wrote: Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun. Saya rasa jelas tax-gap itu MUSTAHIL semuanya berasal dari transfer pricing. Penggelapan pajak dari badan dan orang di dalam negeri masih jauh lebih tinggi. (Mengapa? karena 80% komponen ekonomi Indonesia adalah berasal dari dalam negeri...). Dan bila mengacukan posisi tax-gap dibandingkan dengan total angka ekspor dan impor Indonesia -- maka besaran transfer pricing seharusnya relatif kecil. Terlebih karena ekspor Indonesia kebanyakan adalah bahan mentah. Ingin bukti lebih lanjut? Lihat saja dari anggota DPR terpilih kita yang 60%-nya bahkan belum punya NPWP Ini saya kutipkan dari situs pajak: http://www.pajak.go.id/index.php?Itemid=123catid=87:Berita%20Perpajakanid=8250:dirjen-pajak-bertatap-muka-dengan-para-konsultan-pajak-option=com_contentview=article Menurut Dirjen Pajak, untuk melihat Tax Compliance suatu negara adalah dengan Tax Ratio. Tax Ratio merupakan Bench Marking. Apabila rata-rata Tax Ratio negara lain sudah diatas 20%. Untuk Indonesia, anggap saja Tax Ratio seharus nya adalah 20%. Sedangkan Tax Ratio indonesia pada saat ini adalah berkisar antara 16% s/d 16,5%. Jadi kita ketinggalan antara 3,5% s/d 4% dari Bench mark. Tax Ratio dihitung dari GDP (Gross Domestic Product). Apabila GDP Indonesia pada saat ini adalah Rp5.800 triliun, maka 3,5% s/d 4% nya yang disebut Tax Gap, sekitar Rp200 triliun. Artinya Indonesia seharusnya mampu untuk mengumpulkan tambahan pajak, paling tidak Rp200 triliun pertahun.
Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
Memang tidak ada yang mengatakan itu kan Bang. Saya sependapat, belum ada penelitian khusus soal ini. Soal anggota DPR belum ber-NPWP, tidak bisa disamakan dg pengertian mereka tidak membayar pajak. Sistem kita memungkinkan orang yg bekerja pada satu pemberi kerja dipotong pajak dg mengandaikan tak ber-NPWP, konsekuensinya ada disinsentif tarif lebih tinggi 20%. Transfer pricing dg hubungan istimewa jg tak mengandaikan harus MNCs, melainkan dapat dilakukan perusahaan murni dalam negeri. salam Dari: Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 03:24:48 Judul: Re: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak At 02:20 PM 10/5/2009, you wrote: Khusus untuk transfer pricing saya kira blm bisa dipastikan jumlahnya, tapi secara kasar - menurut Dirjen Pajak Darmin Nasution waktu itu - tax gap kita sekitar Rp 120-150 trilyun/tahun. Saya rasa jelas tax-gap itu MUSTAHIL semuanya berasal dari transfer pricing. Penggelapan pajak dari badan dan orang di dalam negeri masih jauh lebih tinggi. (Mengapa? karena 80% komponen ekonomi Indonesia adalah berasal dari dalam negeri...). Dan bila mengacukan posisi tax-gap dibandingkan dengan total angka ekspor dan impor Indonesia -- maka besaran transfer pricing seharusnya relatif kecil. Terlebih karena ekspor Indonesia kebanyakan adalah bahan mentah. Ingin bukti lebih lanjut? Lihat saja dari anggota DPR terpilih kita yang 60%-nya bahkan belum punya NPWP Ini saya kutipkan dari situs pajak: http://www.pajak. go.id/index. php?Itemid= 123catid= 87:Berita% 20Perpajakan id=8250:dirjen- pajak-bertatap- muka-dengan- para-konsultan- pajak-option= com_content view=article Menurut Dirjen Pajak, untuk melihat Tax Compliance suatu negara adalah dengan Tax Ratio. Tax Ratio merupakan Bench Marking. Apabila rata-rata Tax Ratio negara lain sudah diatas 20%. Untuk Indonesia, anggap saja Tax Ratio seharus nya adalah 20%. Sedangkan Tax Ratio indonesia pada saat ini adalah berkisar antara 16% s/d 16,5%. Jadi kita ketinggalan antara 3,5% s/d 4% dari Bench mark. Tax Ratio dihitung dari GDP (Gross Domestic Product). Apabila GDP Indonesia pada saat ini adalah Rp5.800 triliun, maka 3,5% s/d 4% nya yang disebut Tax Gap, sekitar Rp200 triliun. Artinya Indonesia seharusnya mampu untuk mengumpulkan tambahan pajak, paling tidak Rp200 triliun pertahun. quot;Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.comquot; [Non-text portions of this message have been removed]
Bls: Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak
Terima kasih banyak Mas, masukan yg sangat berharga. Tentu kami belajar banyak dari sahabat2 di milis ini. Semoga apa yg kita rintis berbuah kebaikan bagi semakin banyak orang, terutama anak cucu kita. salam Dari: Rachmad M rachm...@yahoo.com Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Sen, 5 Oktober, 2009 01:47:39 Judul: Bls: Bls: [Keuangan] Re: Redam 12 Modus Penghindaran Pajak Baik mas Pras, kalau memang berniat untuk menyiapkan sebuah platform kampanye soal ini utk para politisi kita, maka memang yang perlu ditekankan adalah pemisahan antara hal-hal yang bersifat internal dan eksternal. Seperti naiikin harga BBM misalnya, itu cumalah masalah internal yakni membawa bangsa ini membeli dan menjual tenaganya dengan ukuran yang berlaku global. Tapi jelas bahwa pemerintah tidak bisa cari uang dari rakyatnya, karena yang diperoleh dari rakyat hanyalah rupiah yang kalau ditukarkan mata uang asing akan berakibat merosotnya nilai mata uang rupiah. Ada banyak kebijakkan yang orientasinya menganggap bahwa rupiah dan mata uang asing sama saja, padahal ada hal-hal yang secara prinsip tetap berbeda, kecuali nanti pada saat kita punya mata uang regional seperti Euro atau hanya ada satu saja mata uang di dunia ini :-) Salam RM --- In AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com, prastowo prastowo sesaw...@.. . wrote: Oke Mas, klarifikasi ya, transfer pricing di sini memang sudah diandaikan yg memiliki hubungan istimewa ( soal pajak ), maka sejak awal saya pergunakan contoh MNC dan penggeseran biaya/laba. terima kasih penjelasannya. Boleh jadi meskipun ada hubungan istimewa, praktiknya sudah taat azas. Pasal 18 UU PPh mengatakan: (3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya. (3a) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir. (3b) Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga. (3c) Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia. (3d) Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut. (3e) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), ayat (3c), dan ayat (3d) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila: a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah