TEMA DAN ISI KHUTBAH
Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al Atsari
http://almanhaj.or.id/content/2619/slash/0/jumat-tema-dan-isi-khutbah-jumat/

Adapun tentang tema dan isi khutbah ditunjukkan oleh hadits-hadits dan 
penjelasan para ulama di bawah ini. Hadits Jabir bin Samurah, dia berkata,

كَانَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَتَانِ يَجْلِسُ 
بَيْنَهُمَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ

"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa melakukan dua khutbah. Beliau duduk 
diantara keduanya. (Dalam khutbahnya) Beliau membaca Al Qur’an dan mengingatkan 
manusia" [HR Muslim, no. 862].

Hadits Jabir bin Abdullah, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ 
يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ يَقُولُ مَنْ 
يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَخَيْرُ 
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah kepada orang banyak. 
Beliau memuji Allah, menyanjungNya dengan apa yang pantas bagi Allah, lalu 
Beliau bersabda,”Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah, tidak ada 
seorangpun yang menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan, maka tidak ada 
yang memberinya petunjuk. Sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah.” [HR 
Muslim, no. 867]

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ 
وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ َيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ 
وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ 
بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ 
خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ 
الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا 
أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ 
تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ

"Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Kebiasaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam jika berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya tinggi, dan 
kemarahannya sungguh-sungguh. Seolah-olah Beliau memperingatkan tentara dengan 
mengatakan “Musuh akan menyerang kamu pada waktu pagi”, “Musuh akan menyerang 
kamu pada waktu sore”.

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga berkata,”Aku diutus dengan hari 
kiamat seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dua jarinya: jari telunjuk dan jari 
tengah.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga berkata: “Amma ba’d. Sesungguhnya 
sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah 
petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru, dan 
seluruh bid’ah (perkara baru) adalah kesesatan.

Kemudian Beliau berkata: “Aku lebih dekat kepada tiap-tiap orang mukmin 
daripada dirinya sendiri. Barangsiapa mati meninggalkan harta, maka hartanya 
untuk keluarganya (yaitu ahli warisnya). Dan barangsiapa mati meninggalkan 
hutang dan orang-orang yang harus ditanggung (anak-anak, isteri, atau lainnya), 
maka kepadaku dan tanggunganku”. [HR Muslim, no. 867].

Dalam hadits lain disebutkan:

عَنْ بِنْتٍ لِحَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَتْ مَا حَفِظْتُ ق إِلَّا مِنْ 
فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ بِهَا كُلَّ 
جُمُعَةٍ 

"Dari putri Haritsah bin An Nu’man, dia berkata,”Tidaklah aku menghafal surat 
Qaaf, kecuali dari mulut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau 
berkhutbah dengan surat Qaaf setiap Jum’at.” [HR Muslim, no. 873; Abu Dawud; 
dan An Nasa’i].

Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata,”Sepantasnya seorang imam berkhutbah 
dengan khutbah yang sebentar (ringan). Imam membuka khutbahnya dengan 
hamdallah, memujiNya berulang-ulang, membaca syahadat, bershalawat atas Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam, memberi nasihat, mengingatkan, membaca surat (Al 
Qur’an). Kemudian duduk dengan duduk sebentar, lalu bangkit, kemudian 
berkhutbah lagi: membaca hamdallah, memujiNya berulang-ulang, bershalawat atas 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mendo’akan mukminin dan mukminat.” 
[Badai’ish Shanai’, 1/263. Dinukil dari Majalah Al Ashalah, Edisi 21, 15 
Rabi’ul Akhir 1420H, hlm. 67].

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,”Aku menyukai imam berkhutbah dengan 
(membaca) hamdallah, shalawat atas RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, 
nasihat, bacaan (ayat Al Qur’an), dan tidak lebih dari itu.” [Al Umm, 1/203. 
Dinukil dari Majalah Al Ashalah, Edisi 21, 15 Rabi’ul Akhir 1420H, hlm. 67]

Al ‘Izz bin Abdus Salam rahimahullah berkata: Tidak sepantasnya bagi khathib 
menyebutkan di dalam khutbahnya, kecuali yang sesuai dengan tujuan-tujuan 
khutbah. Yaitu: pujian (untuk Allah), do’a, targhib (anjuran kebaikan), dan 
tarhib (ancaman kemaksiatan). Dengan cara menyebutkan janji dan ancaman (Allah 
dan RasulNya), dan semua yang akan mendorong kepada ketaatan, atau mencegah 
dari kemaksiatan, demikian juga (dengan) bacaan Al Qur’an. Dan kebiasaan Nabi 
dalam banyak kesempataan, yaitu berkhutbah dengan surat Qaaf, karena surat itu 
mengandung dzikir kepada Allah, pujian kepadaNya, ilmuNya terhadap apa yang 
dibisik-bisikan jiwa manusia, dan terhadap apa yang ditulis oleh Malaikat, 
berupa ketaatan dan kemaksiatan. Kemudian menyebutkan kematian dan sakaratil 
maut. Menyebutkan kiamat dan perkara-perkara yang menakutkan padanya. 
Persaksian terhadap makhluk dengan amal-amalnya. Menyebutkan sorga dan neraka. 
Juga menyebutkan kebangkitan dan keluar dari kubur. Kemudian wasiat dalam 
menegakkan shalat. Maka, isi khutbah yang keluar dari tujuan-tujuan ini 
merupakan bid’ah. Di dalam khutbah, tidaklah pantas disebutkan 
khalifah-khalifah, raja-raja, dan amir-amir (Yakni memuji-muji para penguasa 
zhalim. Adapun memuji dan mendo’akan kebaikan penguasa shalih, maka tidaklah 
mengapa, wallahu a’lam, Pen), karena tempat ini khusus bagi Allah dan RasulNya, 
dengan menyebutkan apa-apa yang mendorong ketatan kepadaNya dan mencegah 
maksiat kepadaNya. Allah berfirman,

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدًا

"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu 
menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah". [Al Jin:18].

Seandainya terjadi suatu peristiwa pada kaum muslimin, maka tidak mengapa 
membicarakan perkara yang berkaitan dengan peristiwa tersebut sesuai apa yang 
dianjurkan oleh agama. Seperti kedatangan musuh, dan khathib mendorong untuk 
berjihad melawannya, bersiap-siap menyongsongnya. Juga jika terjadi kekeringan, 
yang perlu mohon hujan kepada Alloh, maka khathib berdo’a agar kekeringan itu 
dihilangkan. Dan kewajiban khathib, ialah meninggalkan perkataan-perkataan yang 
hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Ini termasuk bid’ah yang buruk. 
Karena sesungguhnya tujuan khutbah adalah memberi manfaat kepada hadirin dengan 
targhib (anjuran kebaikan) dan tarhib (ancaman dari kemaksiatan). Serupa dengan 
hal itu, ialah khathib berkhutbah kepada bangsa Arab dengan kata-kata asing, 
yang mereka tidak memahaminya, wallahu a’lam. (Seperti yang dilakukan sebagian 
kaum muslimin di kampung-kampung di Indonesia, berkhutbah dengan bahasa Arab, 
padahal hadirin tidak ada yang memahaminya, Pen.). [Fatawa Al ‘Izz bin Abdus 
Salam, hlm. 77, 78. Dinukil dari Al Qaulul Mubin Fi Akhthail Mushallin, hlm. 
371, 372].

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Dan pokok-pokok khutbah Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah pada bacaan hamdalah, sanjungan kepada 
Allah atas nikmat-nikmatNya, sifat-sifat kesempurnaanNya, dan pujian-pujian 
kepadaNya. Juga pengajaran kaidah-kaidah Islam, menyebutkan Jannah (surga), 
Naar (neraka), hari kiamat, perintah taqwa, penjelasan sebab-sebab kemurkaan 
Allah, dan tempat-tempat keridhaanNya. Berdasarkan inilah pokok-pokok khutbah 
Beliau.” [Zadul Ma’ad, 1/188].

Syaikh Masyhur Hasan Salman berkata,”Sebagian orang yang mulia telah berkata: 
Khutbah yang paling tepat adalah yang sesuai dengan zaman, tempat, dan keadaan. 
Ketika ‘Idul Fithri, khathib menjelaskan hukum-hukum zakat fithrah. Di daerah 
yang penduduknya berselisih, menjelaskan persatuan. Atau orang-orang malas 
menuntut ilmu, khathib mendorong mereka menuntut ilmu. Orang tua-orang tua 
membiarkan pendidikan anak-anak, khathib mendorong mereka untuk itu, dan 
lain-lain yang sesuai dengan keadaan orang banyak, selaras dengan pendapat 
(kebutuhan) mereka, dan sesuai tabi’at mereka. Seseorang hendaklah berkhutbah 
sesuai dengan tempat dan keadaannya, memperhatikan keadaan manusia, 
memperhatikan perbuatan mereka, dan kejadian-kejadian setiap pekan. Kemudian, 
ketika naik mimbar, melarang mereka dari (kemungkaran) dan mengingatkan mereka 
terhadap kejadian-kejadian itu. Semoga mereka mendapatkan petunjuk kepada jalan 
yang lurus.” [Catatan kaki kitab Al Qaulul Mubin Fi Akh-thail Mushalin, hlm. 
367]. 

Demikianlah sedikit penjelasan tentang tema khutbah Jum’at. Maka, hendaklah 
seorang khathib pandai memilih tema yang bermanfaat untuk kaum muslimin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun VIII/1425H/2004M. Diterbitkan 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]                                    

Kirim email ke