RIDHO = SABAR + SYUKUR
Ridho dan ikhlas sering diasosiasikan semakna, tetapi menurut pemahaman saya
ada nuansa yang berbeda di antara keduanya, yaitu arah pergerakan hati kita.
Ridho arah pergerakan hati adalah dari atas ke bawah, yaitu sikap hati kita
dalam merespon pemberian/ketentuan Allah yang sedang kita alami. Sedangkan
Ikhlas merupakan pergerakan hati dari bawah ke atas, yaitu sikap hati kita
dalam mempersembahkan sesuatu kepada Allah.
Ikhlas merupakan nuansa hati dalam persembahan hidup kita, persembahan
amaliyah kita baik secara vertikal maupun horisontal hanya kepada ALLAH - hanya
kepada ALLAH tidak terbersit sesuatu pun selain ALLAH. Sulit memang. Bahkan
Allah dalam hadis Qudsi berfirman : Ikhlas adalah rahasia dari rahasiaKu.
Orang yang bisa IKHLAS (bukan cuma merasa ikhlas atau sok ikhlas, ex. : Aku
gini ini ikhlas kok!) sungguh luar biasa, karena ikhlasnya tidak ada yang tahu
amaliyah yang dilakukannya kecuali Allah, sampai malaikat pun tidak bisa
mencatatnya, syaithon pun tidak bisa mencampurinya. Sesuatu yang sulit, tetapi
harus senantiasa kita latih. Syaikh Abdul Jalil Mustaqim dari Pondok Pesulukan
Thoriqot Agung (PETA) Tulungagung memberikan tips praktis untuk melatih ikhlas,
dalam dawuhnya mengatakan : Biyasakno, kulinakno, pangucapmu podo karo karepe
atimu (biasakan ucapanmu sama seperti kehendak hatimu). Penjabarannya sebatas
pemahaman saya yang sempit adalah bahwa kalau hati sudah
ada kehendak langsung itu juga yang terucap, langsung itu juga yang kita
tindakkan. Contohnya kalau kita di traffic light, ada anak jalanan yang
meminta-minta, kemudian dalam hati terbersit keinginan untuk memberi maka
langsung saja keluarkan, insya Allah itu amal yang ikhlas. Jangan samapi ketika
ada niatan memberi ada jeda waktu berpikir dengan menimbang-nimbang - ah... itu
ibunya enak-enakan berteduh, anaknya disuruh ngemis - kalau terjadi seperti itu
berarti niat hati disabotase oleh pikiran kita sendiri - oleh hawa nafsu kita
sendiri, yang akhirnya walaupun nantinya kita juga memberi anak jalanan itu,
tetapi kualitas keikhlasannya tentu jauh berbeda. Wallahu 'alam, semoga Allah
menggerakkan hati kita untuk selalu ikhlas mempersembahkan hidup kita untuk-NYA.
Ridho/rela adalah nuansa hati kita dalam merespon semua pemberian-NYA yang
setiap saat selalu kita rasakan. Kalau kita bisa ridho, hidup kita jauh dari
stres-depresi-penyakit psikosomatis. Coba kita hitung-hitung sendiri, dalam 24
jam berapa kali kita mengeluh, berapa kali kita marah, berapa kali kita kecewa,
berapa kali kita bad mood, berapa kali pula kita bahagia, berapa kali kita
gembira, berapa kali kita merasakan syukur. Kenapa suasana hati selalu
berubah-ubah? Karena kita belum bisa ridho menerima kenyataan hidup yang
diberikan Allah kepada kita, yang sebenarnya merupakan hasil gerak-gerik kita
sendiri.
Bagaimana bisa ridho ? Harus dengan sabar dan syukur.
Enak atau tidak enak kenyataan hidup sebenarnya adalah konsumsi hawa nafsu
kita, sehingga ada nuansa yang berbeda. Sedangkan bagi hati seharusnya netral
tidak ada yang enak dan tidak ada pula yang tidak enak. kalau kenyataan hidup
yang kita alami enak biasanya kita respon dengan syukur, sedangkan bila tidak
enak kita respon dengan sabar. Padahal semestinya sabar dan syukur sama seperti
kedua sisi koin yang tidak terpisahkan. Seperti itu pula yang harus kita
terapkan dalam setiap detik kehidupan kita.
Sabar
Kalau kenyataan hidup yang sedang kita alami tidak enak bagi diri kita, ya
kita memang harus bersabar tidak usah mengeluh - karena keluhan tidak akan
mengubah keadaan - harus terus bergerak mencari solusinya. Bukankah secara
hakiki dengan permasalahan yang kita hadapi tersebut, berarti kita sedang diuji
oleh Allah, sedang dididik oleh-NYA untuk tahan banting, untuk menggerakkan
potensi kehidupan yang sudah diakruniakan-NYA dalam mencari solusinya. Namanya
ujian ya harus sabar. Tetapi harus kita ingat bahwa ujian itu datangnya dari
Allah juga kan ? Berarti kita sedang dianugerahi Allah sesuatu yang pasti ada
hikmahnya, berarti harus bersyukur juga kan ? Analoginya sama seperti misalnya
kita ketemu sama Pak Presiden, terus diberi ballpen beliau yang sudah usang,
pasti pemberian beliau kita respon dengan terima kasih dan kebanggaan, walau
usang yang memberi presiden kok, pasti kita ceritakan ke orang lain.
Syukur
Kenyataan hidup yang mengenakkan diri kita memang harus kita syukuri, tetapi
di balik itu pasti juga ada ujiannya, jadi selain syukur harus sabar juga agar
tidak terlena. Contoh sederhana misalnya kita dianugerahi Allah keluasan
finansial, ya harus syukur, tetapi juga harus bersabar dalam membelanjakannya,
jangan sampi tergelincir untuk hal-hal di luar keridhoan Allah.
Bila Sabar dan Syukur sudah menjadi kebiasaan kita dalam merespon segala
sesuatu, pada posisi itulah keridhoan atau kerelaan bisa kita rasakan. Hati
kita akan selalu tenang, lapang dan bahagia. Senyum akan