Betul pak... Saya setuju... Semoga pihak2 yang seharusnya bertanggung jawab
menangani lumpur lapindo diberikan petunjuk oleh Allah SWT. Amiiin
~Y~U~L~A~
Powered by YulzBerry®
YM: ini_yula
-Original Message-
From: ulfha ulfha_...@yahoo.co.id
Sender: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Date: Tue, 13 Jul 2010 03:39:27
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Reply-To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Subject: [ekonomi-nasional] [Editorial] Antara Semburan Lumpur Lapindi dan
Kebocoran Minyak Di Teluk Meksiko
Antara Semburan Lumpur Lapindi dan Kebocoran Minyak Di Teluk Meksiko
Selasa, 13 Juli 2010 |Editorial
Hanya setelah pohon terakhir telah mati, sungai telah teracuni, dan
ikan terakhir telah ditangkap barulah kita menyadari bahwa kita tidak
bisa makan uang, demikian pepatah masyarakat asli Amerika.
Kemanusiaan kita seolah tak berdaya untuk merenungkan kerusakan yang
ditimbulkan lumpur Lapindo di desa Porong, Sidoarjo, ataupun kasus
kebocoran minyak milik British Petroleum di pantai Pensacola, Florida,
yang dijuluki pantai terputih di dunia.
Akibat semburan lumpur milik Bakrie di Sidoarjo, setidaknya 12 desa
sudah lenyap dan berubah menjadi lautan lumpur, sedangkan 9 desa lainnya
masuk dalam zona bahaya. Selain itu, Sebanyak 50 ribu jiwa mengungsi.
Sementara kerugian akibat luapan lumpur Lapindo mencapai Rp45 triliun
per tahunnya.
Demikian pula dengan kasus kebocoran minyak di Teluk Meksiko, yang
sejak ledakan anjungan minyak milik BP pada tanggal 20 April lalu, telah
merubah kawasan ini menjadi zona mati; ikan-ikan telah mati, biota laut
mati, air laut berwarna keruh dan bercampur minyak, dan pariwisata pun
ikut mati.
Dalam kasus Lapindo, setelah negara memutuskan bahwa kejadian ini
merupakan bencana alam, maka uang negara pun mengalir deras untuk
mengatasi berbagai kerusakan yang terjadi. Setidaknya, setelah empat
tahun lumpur Lapindo, negara kelihatannya telah kalah dihadapan
korporasi milik Bakrie ini.
Dan, apa yang sangat memalukan dari alur cerita lumpur Lapindo ini,
adalah persekutuan memalukan antara presiden SBY dan Aburizal Bakrie
dalam menggolkan koalisi reaksioner bernama Sekretariat Gabungan
(Setgab). Terakhir, presiden pun meluncurkan ide cemerlangnya untuk
menjadikan kawasan semburan lumpur Lapindo sebagai objek wisata. Ini
sangat menggelikan.
Dalam kasus tumpahan minyak di Teluk Meksiko, Presiden Obama justru
terlihat berusaha mengambil hati rakyatnya, bahwa pemerintahannya akan
berusaha keras untuk segera menghentikan kebocoran itu, yang salah satu
pembuktian dari keinginannya itu, adalah pembatalan kunjungan presiden
Obama ke Indonesia atas alasan menomor-satukan kepentingan nasionalnya.
Meski begitu, publik pun segera mengetahui keterbatasan keseriusan
presiden Obama, setelah sang Presiden bersama pihak BP menolak tawaran
kemanusiaan ilmuwan Rusia, Anatole Sagalevich, dari institute akademi
ilmu sains Rusia.
Anatole Sagalevich dan sejumlah ilmuwan Rusia merasa yakin, bahwa
metode ledakan nuklir-mini di kedalaman laut akan memindahkan bebatuan
dan menutupi lubang, sebuah metode yang diyakini 80% akan berhasil.
Sayang sekali, Obama dan BP menolaknya, hanya karena yang menawarkan
adalah orang Rusia dan yang bersangkutan akan membawa Kapal selam
mini-MIRs.
Kedua kejadian di atas membuktikan, bahwa selama dunia diperintah oleh
logika profit, maka selama itu pula nasib rakyat akan dipertaruhkan
dengan bencana dan kerusakan yang berdampak mematikan. Sebuah bencana
yang sama sekali tidak berasal dari tuhan, melainkan diturunkan oleh
tangan-tangan yang merasa dirinya tuhan baru di dunia ini, yaitu
korporasi multinasional dan korporasi domestik.
Terkait kasus Lapindo, ada pihak yang berusaha membela dan mengatakan,
bahwa pihak Bakrie tidak bisa dibebani terlalu besar, karena mereka
sudah berkontribusi besar dalam menyerap lapangan kerja dan bagian dari
industri nasional.
Pendapat itu salah kaprah. Aburizal Bakrie bukanlah kapitalis nasional
yang memihak kepada kepentingan nasional, buktinya dia telah
mengemplang pajak yang seharusnya diterima dan dipergunakan negara untuk
membiayai pembangunan. Sebagian besar bisnis Bakrie dibiayai oleh
pemodal asing dan kegiatan bisnisnya sangat bergantung kepada
imperialisme.
Untuk menghukum Lapindo, kami menganggap tidak cukup dengan
pengembalian bakrie Award semata, tetapi harus memaksa negara untuk
menggunakan kekuasaannya. Sehingga, sebagai bentuk penyelesaian yang
adil terhadap rakyat Sidoarjo dan perasaan keadilan rakyat Indonesia,
maka seluruh asset perusahaan Bakrie harus diambil-alih oleh negara dan
dipergunakan untuk membayar kerugian yang diderita rakyat akibat
kejahatan korporasi itu; membayar ganti rugi warga korban lumpur,
memperbaiki infrastruktur di sana, membayar tunggakan utang Bakrie, dan
sisanya untuk mendanai pendidikan dan kesehatan rakyat Indonesia.
Anda dapat menanggapi editorial kami di: redaksiberdikari@ yahoo.com
http://berdikarionl ine.com/editoria l/20100713