[ekonomi-nasional] G20: Skenario Menyelamatkan Krisis Kapitalisme Neoliberal
Indonesia Kembali dalam Jebakan Utang dan Pasar Bebas Pernyataan Sikap Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme-Imperialisme (GERAK LAWAN) Lampiran 1 The London Summit : Sebuah Rencana Kejahatan http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/03/gerak-lawanthe-london-summit-sebuah.html Lampiran 2 Pilihan Metode Penyelesaian Krisis http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/03/gerak-lawan-pilihan-metode-penyelesaian.html Pertemuan negara-negara G-20 dalam The London Summit akan segera diselenggarakan pada tanggal 1 – 2 April 2009. Tentunya agenda forum 20 pemimpin negara-negara maju dan berkembang tersebut punya banyak tawaran. Beberapa pihak pun akhirnya berharap banyak akan adanya solusi berbagai macam krisis melalui forum ini. Namun karena secara garis besar masih tetap dalam kerangka kebijakan kapitalisme-neoliberal, tawaran dan harapan sepertinya akan jauh api dari panggang. Hal tersebut kami tuangkan dalam pernyataan sikap kami di bawah ini: Pertama, kami menyatakan bahwa G-20 tidak memiliki legitimasi sebagai forum pengambilan keputusan untuk rakyat di seluruh dunia, khususnya yang berada di negara-negara miskin dan berkembang. Liberalisasi investasi, perdagangan dan keuangan (pasar bebas) yang menjadi agenda utama G-20 adalah rangkaian kebijakan yang telah dan akan mendorong krisis menjadi semakin parah. Selanjutnya kami mendorong suatu upaya penyelesaian krisis di tingkat global yang lebih representatif dan sah, salah satunya melalui mekanisme PBB. Berbagai inisiatif yang sudah dilakukan dengan pembentukan High Level Task Force (HLTF), yang merupakan koordinasi global dalam rangka mengatasi krisis pangan. Kemudian ada pula usulan untuk pembentukan Global Economic Council (yang diinisiasi oleh Joseph Stiglitz), yakni sebuah sistem penyimpanan global yang skupnya diperluas. Cara-cara alternatif dan partisipatif merupakan jalan keluar yang lebih demokratis dalam mengambil keputusan yang dapat mempengaruhi seluruh dunia. Kedua, kami mendesak negara-negara maju untuk tidak memperalat negara-negara berkembang dalam pertemuan G-20 untuk merevitalisasi Putaran Doha Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan pembukaan investasi dalam rangka eksploitasi kekayaan alam negara berkembang dan perdagangan karbon/offset dalam penyelesaian krisis. Sebagai bagian dari masalah krisis global, terutama krisis pangan, mekanisme pasar dalam WTO sudah sejak lama diprotes oleh rakyat di seluruh dunia. Hal tersebut telah menimbulkan: 1) Ketergantungan yang sangat besar terhadap pasar internasional, yang pada saat krisis ini menyebabkan pertanian di berbagai negara kolaps; 2) Eksploitasi secara besar-besaran sumber daya perikanan negara-negara berkembang via negosiasi NAMA (Non-Agriculture Market Access); 3) Subsidi domestik dan ekspor yang tidak adil dan merusak pasar domestik (terutama negara miskin dan berkembang); 4) Keuntungan sejumlah perusahaan transnasional (TNCs) besar pertanian, pemerintah negara sponsornya, serta spekulator di pasar internasional pangan dan pertanian. Kami juga mendesak sebuah strategi ekonomi domestik yang melindungi kepentingan rakyat dari serangan utang, eksploitasi sumber daya alam dan liberalisasi pasar. Ketiga, Pertemuan G-20 tidak digunakan untuk mempromosikan utang baru bagi negara-negara berkembang melalui reformasi Lembaga Keuangan Internasional (IFIs). Agenda tersebut semakin menguatkan kembali peran Bank Dunia dan IMF dalam penyebaran utang luar negri yang semakin memiskinkan negara-negara berkembang. Kami juga menolak utang baru dan penggunaan anggaran negara untuk restrukturisasi perbankan dan lembaga keuangan yang mengalami kebangkrutan akibat krisis. Transaksi utang luar negeri memaksa Indonesia untuk terus melaksanakan kewajiban pembayaran utang luar negerinya meskipun sumber keuangan negara terbatas. Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri menunjukkan tren yang meningkat. Sejak awal masa pemerintahan presiden SBY di tahun 2005 sampai dengan September 2008 total pembayaran bunga dan cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp 277 triliun. Sedangkan total penarikan pinjaman luar negeri baru dari tahun 2005 sampai dengan September 2008 sebesar Rp 101,9 triliun. Reformasi terbatas terhadap IMF dan Bank Dunia bukanlah jalan keluar. Sebab dua lembaga tersebut sejak lama beroperasi sesuai dengan selera negara-negara kaya yang menjadi pemilik saham mayoritas. Institusi finansial ini seharusnya berfungsi mendukung pembangunan. Namun, institusi finansial yang ada sekarang merupakan pengejawantahan ideologi kapitalisme-neoliberal yang malah mereduksi makna pembangunan hanya pada pertumbuhan ekonomi semata. Selanjutnya, terjadi legalisasi praktek akumulasi kapital tanpa batas oleh TNCs dengan mengesampingkan kerusakan sosial dan ekologi. Keempat, dibutuhkan tanggung jawab dan kewajiban negara (state obligation) secara langsung serta perubahan kebijakan secara mendasar dalam rangka
Capres Ekonomi Rakyat - Bls: [ekonomi-nasional] G20: Skenario Menyelamatkan Krisis Kapitalisme Neoliberal
Dalam 10 tahun terakhir 2 kali Indonesia terpuruk akibat kebijakan Ekonomi Kapitalis Neoliberalis yang membiarkan kekayaan alam kita dinikmati oleh asing dan ekonomi yang bertumpu pada hutang dan investor luar negeri. Indonesia kaya raya dan tidak pantas miskin jika para pemimpinnya tidak membiarkan kekayaan alam kita dirampas oleh asing. Oleh karena itu kita harus memilih parpol dan capres yang mengusung Ekonomi yang pro rakyat dan Kemandirian nasional sehingga kekayaan alam bisa dinikmati 100% oleh rakyat Indonesia. Sebaik apa pun capres atau parpol, jika sistem ekonomi yang diambil salah, maka ekonomi Indonesia akan hancur seperti sekarang ini. Ini sama dengan orang pintar yang mengambil bis dengan jurusan salah, ya akan nyasar. Sebaiknya meski kualitas biasa saja, tapi jika sistem ekonomi yang diambil benar, insya Allah hasilnya akan lebih baik. === Paket Umrah 2009 Mulai US$ 1.1490 ONH Plus (Haji Khusus) Mulai US$ 5.900 Informasi selengkapnya ada di: http://www.media-islam.or.id Ingin belajar Islam? Kirim email ke: syiar-islam-subscr...@yahoogroups.com Jual Rumah Baru di Otista Kampung Melayu Jakarta Timur Rp 650 juta. Info: http://agusnizami.wordpress.com --- Pada Sel, 31/3/09, andre andreas mataharikus...@yahoo.com menulis: Dari: andre andreas mataharikus...@yahoo.com Topik: [ekonomi-nasional] G20: Skenario Menyelamatkan Krisis Kapitalisme Neoliberal Kepada: kerja.pembeba...@gmail.com Tanggal: Selasa, 31 Maret, 2009, 1:01 PM Indonesia Kembali dalam Jebakan Utang dan Pasar Bebas Pernyataan Sikap Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme- Imperialisme (GERAK LAWAN) Lampiran 1 The London Summit : Sebuah Rencana Kejahatan http://lenteradiata sbukit.blogspot. com/2009/ 03/gerak- lawanthe- london-summit- sebuah.html Lampiran 2 Pilihan Metode Penyelesaian Krisis http://lenteradiata sbukit.blogspot. com/2009/ 03/gerak- lawan-pilihan- metode-penyelesa ian.html Pertemuan negara-negara G-20 dalam The London Summit akan segera diselenggarakan pada tanggal 1 – 2 April 2009.. Tentunya agenda forum 20 pemimpin negara-negara maju dan berkembang tersebut punya banyak tawaran. Beberapa pihak pun akhirnya berharap banyak akan adanya solusi berbagai macam krisis melalui forum ini. Namun karena secara garis besar masih tetap dalam kerangka kebijakan kapitalisme- neoliberal, tawaran dan harapan sepertinya akan jauh api dari panggang. Hal tersebut kami tuangkan dalam pernyataan sikap kami di bawah ini: Pertama, kami menyatakan bahwa G-20 tidak memiliki legitimasi sebagai forum pengambilan keputusan untuk rakyat di seluruh dunia, khususnya yang berada di negara-negara miskin dan berkembang. Liberalisasi investasi, perdagangan dan keuangan (pasar bebas) yang menjadi agenda utama G-20 adalah rangkaian kebijakan yang telah dan akan mendorong krisis menjadi semakin parah. Selanjutnya kami mendorong suatu upaya penyelesaian krisis di tingkat global yang lebih representatif dan sah, salah satunya melalui mekanisme PBB. Berbagai inisiatif yang sudah dilakukan dengan pembentukan High Level Task Force (HLTF), yang merupakan koordinasi global dalam rangka mengatasi krisis pangan. Kemudian ada pula usulan untuk pembentukan Global Economic Council (yang diinisiasi oleh Joseph Stiglitz), yakni sebuah sistem penyimpanan global yang skupnya diperluas. Cara-cara alternatif dan partisipatif merupakan jalan keluar yang lebih demokratis dalam mengambil keputusan yang dapat mempengaruhi seluruh dunia. Kedua, kami mendesak negara-negara maju untuk tidak memperalat negara-negara berkembang dalam pertemuan G-20 untuk merevitalisasi Putaran Doha Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan pembukaan investasi dalam rangka eksploitasi kekayaan alam negara berkembang dan perdagangan karbon/offset dalam penyelesaian krisis. Sebagai bagian dari masalah krisis global, terutama krisis pangan, mekanisme pasar dalam WTO sudah sejak lama diprotes oleh rakyat di seluruh dunia. Hal tersebut telah menimbulkan: 1) Ketergantungan yang sangat besar terhadap pasar internasional, yang pada saat krisis ini menyebabkan pertanian di berbagai negara kolaps; 2) Eksploitasi secara besar-besaran sumber daya perikanan negara-negara berkembang via negosiasi NAMA (Non-Agriculture Market Access); 3) Subsidi domestik dan ekspor yang tidak adil dan merusak pasar domestik (terutama negara miskin dan berkembang); 4) Keuntungan sejumlah perusahaan transnasional (TNCs) besar pertanian, pemerintah negara sponsornya, serta spekulator di pasar internasional pangan dan pertanian. Kami juga mendesak sebuah strategi ekonomi domestik yang melindungi kepentingan rakyat dari serangan utang, eksploitasi sumber daya alam dan liberalisasi pasar.. Ketiga, Pertemuan G-20 tidak digunakan untuk mempromosikan utang baru bagi negara-negara berkembang melalui reformasi Lembaga Keuangan Internasional (IFIs). Agenda tersebut semakin