[ekonomi-nasional] G20: Skenario Menyelamatkan Krisis Kapitalisme Neoliberal

2009-03-31 Terurut Topik andre andreas






Indonesia Kembali dalam Jebakan Utang dan Pasar Bebas


Pernyataan
Sikap

Gerakan
Rakyat Lawan Neokolonialisme-Imperialisme (GERAK LAWAN) 

 

Lampiran 1

The London
Summit :  Sebuah Rencana Kejahatan

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/03/gerak-lawanthe-london-summit-sebuah.html

 

Lampiran 2

Pilihan Metode
Penyelesaian Krisis 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/03/gerak-lawan-pilihan-metode-penyelesaian.html

 

Pertemuan
negara-negara G-20 dalam The London
Summit akan segera diselenggarakan pada tanggal 1 – 2 April 2009. Tentunya 
agenda forum 20 pemimpin
negara-negara maju dan berkembang tersebut punya banyak tawaran. Beberapa pihak
pun akhirnya berharap banyak akan adanya solusi berbagai macam krisis melalui
forum ini. Namun karena secara garis besar masih tetap dalam kerangka kebijakan
kapitalisme-neoliberal, tawaran dan harapan sepertinya akan jauh api dari
panggang. 

Hal tersebut kami tuangkan dalam pernyataan sikap kami di bawah ini: 


Pertama, kami menyatakan bahwa G-20 tidak memiliki
legitimasi sebagai forum pengambilan keputusan untuk rakyat di seluruh dunia,
khususnya yang berada di negara-negara miskin dan berkembang. Liberalisasi
investasi, perdagangan dan keuangan (pasar bebas) yang menjadi agenda utama
G-20 adalah rangkaian kebijakan yang telah dan akan mendorong krisis menjadi
semakin parah. 


Selanjutnya
kami mendorong suatu upaya penyelesaian krisis di tingkat global yang lebih
representatif dan sah, salah satunya melalui mekanisme PBB. Berbagai inisiatif
yang sudah dilakukan dengan pembentukan High Level Task Force (HLTF), yang
merupakan koordinasi global dalam rangka mengatasi krisis pangan. Kemudian ada
pula usulan untuk pembentukan Global
Economic Council (yang diinisiasi oleh Joseph Stiglitz), yakni sebuah
sistem penyimpanan global yang skupnya diperluas. Cara-cara alternatif dan
partisipatif merupakan jalan keluar yang lebih demokratis dalam mengambil
keputusan yang dapat mempengaruhi seluruh dunia.


Kedua, kami mendesak negara-negara maju untuk tidak memperalat negara-negara
berkembang dalam pertemuan G-20 untuk merevitalisasi Putaran Doha Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO), dan pembukaan investasi dalam rangka eksploitasi
kekayaan alam negara berkembang dan perdagangan karbon/offset dalam 
penyelesaian krisis. Sebagai bagian dari masalah
krisis global, terutama krisis pangan, mekanisme pasar dalam WTO sudah sejak
lama diprotes oleh rakyat di seluruh dunia. Hal tersebut telah menimbulkan: 1)
Ketergantungan yang sangat besar terhadap pasar internasional, yang pada saat
krisis ini menyebabkan pertanian di berbagai negara kolaps; 2) Eksploitasi
secara besar-besaran sumber daya perikanan negara-negara berkembang via 
negosiasi
NAMA (Non-Agriculture Market Access);
3) Subsidi domestik dan ekspor yang tidak adil dan merusak pasar domestik
(terutama negara miskin dan berkembang); 4) Keuntungan sejumlah perusahaan
transnasional (TNCs) besar pertanian, pemerintah negara sponsornya, serta
spekulator di pasar internasional pangan dan pertanian. 


Kami juga
mendesak sebuah strategi ekonomi domestik yang melindungi kepentingan rakyat
dari serangan utang, eksploitasi sumber daya alam dan liberalisasi pasar.
 


Ketiga, Pertemuan G-20 tidak digunakan untuk
mempromosikan utang baru bagi negara-negara berkembang melalui reformasi
Lembaga Keuangan Internasional (IFIs). Agenda tersebut semakin menguatkan
kembali  peran Bank Dunia dan IMF dalam penyebaran utang luar negri yang
semakin memiskinkan negara-negara berkembang. 

Kami juga menolak utang baru dan
penggunaan anggaran negara untuk restrukturisasi perbankan dan lembaga keuangan
yang mengalami kebangkrutan akibat krisis. 

Transaksi
utang luar negeri memaksa Indonesia
untuk terus melaksanakan kewajiban pembayaran utang luar negerinya meskipun
sumber keuangan negara terbatas. Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008,
pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri menunjukkan tren yang
meningkat. Sejak awal masa pemerintahan presiden SBY di tahun 2005 sampai
dengan September 2008 total pembayaran bunga dan cicilan pokok pinjaman luar
negeri sebesar Rp 277 triliun. Sedangkan total penarikan pinjaman luar negeri
baru dari tahun 2005 sampai dengan September 2008 sebesar Rp 101,9
triliun. 


Reformasi
terbatas terhadap IMF dan Bank Dunia bukanlah jalan keluar. Sebab dua lembaga
tersebut  sejak lama beroperasi sesuai dengan selera negara-negara kaya
yang menjadi pemilik saham mayoritas. Institusi finansial ini seharusnya
berfungsi mendukung pembangunan. Namun, institusi finansial yang ada sekarang
merupakan pengejawantahan ideologi kapitalisme-neoliberal yang malah mereduksi
makna pembangunan hanya pada pertumbuhan ekonomi semata. Selanjutnya, terjadi
legalisasi praktek akumulasi kapital tanpa batas oleh TNCs dengan
mengesampingkan kerusakan sosial dan ekologi. 


Keempat,
dibutuhkan tanggung jawab dan kewajiban negara (state obligation) secara 
langsung serta perubahan kebijakan
secara mendasar dalam rangka 

Capres Ekonomi Rakyat - Bls: [ekonomi-nasional] G20: Skenario Menyelamatkan Krisis Kapitalisme Neoliberal

2009-03-31 Terurut Topik A Nizami
Dalam 10 tahun terakhir 2 kali Indonesia terpuruk akibat kebijakan Ekonomi 
Kapitalis Neoliberalis yang membiarkan kekayaan alam kita dinikmati oleh asing 
dan ekonomi yang bertumpu pada hutang dan investor luar negeri.

Indonesia kaya raya dan tidak pantas miskin jika para pemimpinnya tidak 
membiarkan kekayaan alam kita dirampas oleh asing.

Oleh karena itu kita harus memilih parpol dan capres yang mengusung Ekonomi 
yang pro rakyat dan Kemandirian nasional sehingga kekayaan alam bisa dinikmati 
100% oleh rakyat Indonesia.

Sebaik apa pun capres atau parpol, jika sistem ekonomi yang diambil salah, maka 
ekonomi Indonesia akan hancur seperti sekarang ini. Ini sama dengan orang 
pintar yang mengambil bis dengan jurusan salah, ya akan nyasar.

Sebaiknya meski kualitas biasa saja, tapi jika sistem ekonomi yang diambil 
benar, insya Allah hasilnya akan lebih baik.



===

Paket Umrah 2009 Mulai US$ 1.1490

ONH Plus (Haji Khusus) Mulai US$ 5.900

Informasi selengkapnya ada di:

http://www.media-islam.or.id

Ingin belajar Islam?

Kirim email ke: syiar-islam-subscr...@yahoogroups.com





Jual Rumah Baru di Otista Kampung Melayu Jakarta Timur Rp 650 juta. Info: 
http://agusnizami.wordpress.com

--- Pada Sel, 31/3/09, andre andreas mataharikus...@yahoo.com menulis:

Dari: andre andreas mataharikus...@yahoo.com
Topik: [ekonomi-nasional] G20: Skenario Menyelamatkan Krisis Kapitalisme 
Neoliberal
Kepada: kerja.pembeba...@gmail.com
Tanggal: Selasa, 31 Maret, 2009, 1:01 PM
















Indonesia Kembali dalam Jebakan Utang dan Pasar Bebas



Pernyataan

Sikap



Gerakan

Rakyat Lawan Neokolonialisme- Imperialisme (GERAK LAWAN) 



 



Lampiran 1



The London

Summit :  Sebuah Rencana Kejahatan



http://lenteradiata sbukit.blogspot. com/2009/ 03/gerak- lawanthe- 
london-summit- sebuah.html



 



Lampiran 2



Pilihan Metode

Penyelesaian Krisis 



http://lenteradiata sbukit.blogspot. com/2009/ 03/gerak- lawan-pilihan- 
metode-penyelesa ian.html



 



Pertemuan

negara-negara G-20 dalam The London

Summit akan segera diselenggarakan pada tanggal 1 – 2 April 2009.. Tentunya 
agenda forum 20 pemimpin

negara-negara maju dan berkembang tersebut punya banyak tawaran. Beberapa pihak

pun akhirnya berharap banyak akan adanya solusi berbagai macam krisis melalui

forum ini. Namun karena secara garis besar masih tetap dalam kerangka kebijakan

kapitalisme- neoliberal, tawaran dan harapan sepertinya akan jauh api dari

panggang. 



Hal tersebut kami tuangkan dalam pernyataan sikap kami di bawah ini: 



Pertama, kami menyatakan bahwa G-20 tidak memiliki

legitimasi sebagai forum pengambilan keputusan untuk rakyat di seluruh dunia,

khususnya yang berada di negara-negara miskin dan berkembang. Liberalisasi

investasi, perdagangan dan keuangan (pasar bebas) yang menjadi agenda utama

G-20 adalah rangkaian kebijakan yang telah dan akan mendorong krisis menjadi

semakin parah. 



Selanjutnya

kami mendorong suatu upaya penyelesaian krisis di tingkat global yang lebih

representatif dan sah, salah satunya melalui mekanisme PBB. Berbagai inisiatif

yang sudah dilakukan dengan pembentukan High Level Task Force (HLTF), yang

merupakan koordinasi global dalam rangka mengatasi krisis pangan. Kemudian ada

pula usulan untuk pembentukan Global

Economic Council (yang diinisiasi oleh Joseph Stiglitz), yakni sebuah

sistem penyimpanan global yang skupnya diperluas. Cara-cara alternatif dan

partisipatif merupakan jalan keluar yang lebih demokratis dalam mengambil

keputusan yang dapat mempengaruhi seluruh dunia.



Kedua, kami mendesak negara-negara maju untuk tidak memperalat negara-negara

berkembang dalam pertemuan G-20 untuk merevitalisasi Putaran Doha Organisasi

Perdagangan Dunia (WTO), dan pembukaan investasi dalam rangka eksploitasi

kekayaan alam negara berkembang dan perdagangan karbon/offset dalam 
penyelesaian krisis. Sebagai bagian dari masalah

krisis global, terutama krisis pangan, mekanisme pasar dalam WTO sudah sejak

lama diprotes oleh rakyat di seluruh dunia. Hal tersebut telah menimbulkan: 1)

Ketergantungan yang sangat besar terhadap pasar internasional, yang pada saat

krisis ini menyebabkan pertanian di berbagai negara kolaps; 2) Eksploitasi

secara besar-besaran sumber daya perikanan negara-negara berkembang via 
negosiasi

NAMA (Non-Agriculture Market Access);

3) Subsidi domestik dan ekspor yang tidak adil dan merusak pasar domestik

(terutama negara miskin dan berkembang); 4) Keuntungan sejumlah perusahaan

transnasional (TNCs) besar pertanian, pemerintah negara sponsornya, serta

spekulator di pasar internasional pangan dan pertanian. 



Kami juga

mendesak sebuah strategi ekonomi domestik yang melindungi kepentingan rakyat

dari serangan utang, eksploitasi sumber daya alam dan liberalisasi pasar..

 



Ketiga, Pertemuan G-20 tidak digunakan untuk

mempromosikan utang baru bagi negara-negara berkembang melalui reformasi

Lembaga Keuangan Internasional (IFIs). Agenda tersebut semakin