Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-26 Terurut Topik Asep Kurniawan
Bung Yanuar,

Hehehe, masih inget bung, dan saya juga menyampaikan salut atas kemauannya 
menyampaikan program kongkret, walaupun kritisi saya tetap tidak logis. Memang 
ngga ada jawaban, saya sampai cari ke blog-nya di kompasiana (kalo ga salah) 
isinya puji2-an semua, ngga ada diskusinya ^_^.

Soal penjadwalan utang, beberapa kali dalam dialog di tv Prabowo juga masih 
ngomong janji yang sama, dan menggunakan dananya untuk cetak lahan aren jutaan 
hektar itu. Masalahnya, di luar utang komersial yang Anda jelaskan, negosiasi 
penjadwalan pembayaran utang G to G saja saya bayangkan tidak secepat atau 
semudah membalik tangan. Pengalaman penjadwalan utang di masa pasca Soeharto, 
waktu itu salah satunya lewat Paris Club, alot dan memakan waktu lama. Jadi 
saya masih garuk2 kepala kalo ada orang yang menyatakan bisa negosiasi 
penjadwalan pembayaran utang dalam waktu cepat, apa ya bisa? Belum lagi 
hasilnya kan tidak selalu fresh money, tapi jadi debt swap yang permintaan 
dari donor belum tentu jadi prioritas pemerintahannya.

1. Urusan rating, hehehe.. jadi pusing saya. Tampaknya jadi simalakama: tidak 
buy back, rating turun dan dengan demikian jika mau menerbitkan SUN lagi harus 
memberi rate bunga lebih tinggi lagi. Jika buy back, dana terkuras dan 
mengabaikan sektor-sektor yang produktif atau melindungi daya beli masyarakat. 
Tapi saya setuju dengan Anda, urusan begini juga seringkali dipengaruhi unsur 
psikologis (rumor?) dari para pelaku pasar. Barangkali di sinilah rasionalitas 
Pemerintah diuji. Kembali ke pertanyaan awal saya, jika pemerintah bisa lepas 
dari tekanan rating yang Anda sebut, instrumen utang komersial ini tampaknya 
lebih memberi kebebasan dalam penggunaannya ketimbang dari negara/lembaga donor 
yang banyak ngatur dan ngawasi (Walaupun kata Bung Eko, tergantung kemampuan 
negosiasi juga).

2. Nah, yang ini tak ada bantahan. Setuju juga mengembangkan pasar lokal untuk 
SUN dan ORI. Potensinya saya yakin besar. Setiap seri ORI terbit kan selalu 
dinyatakan permintaan lebih besar dari penawaran. Problemnya barangkali tinggal 
rate bunga, tetap harus mampu bersaing dengan obligasi-obligasi asing yang 
bertebaran di dunia, kan? Kalo ngga, para pemilik uang lebih itu akan lebih 
memilih beli yang asing punya... Kalo ini terjadi, apakah utang negara akan 
tetap menjadi isu politik? Toh tetap sebagaimana diributkan, utang itu dibayar 
lewat APBN dan jadi tanggungan turun-temurun.

Salam,




Dari: Yanuar Rizky rizky.elri...@gmail.com
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Terkirim: Kamis, 25 Juni, 2009 08:45:32
Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon  
PemimpinNegeri





Kang Asep,

masih ingat tidak ketika Prabowo masuk milis FPK (sebelum Pileg) dengan
programnya? Kang Asep masuk menimpali pertanyaan, juga saya.. dan sampai
hari ini juga belum ada jawabannya ha..ha..ha.. Tapi, dari sisi demokrasi
dunia milis FPK hanya dia emang dari 6 Pasang itu yang berani nekat posting
:)

Waktu itu, saya nanya PS soal penjadwalan ulang utang.. argumen yang saya
bangun adalah Hutang saat ini dalam stok kita tidaklah dominan dari model
hutang G to G atau multilateral, saya kemukakan juga datanya waktu itu. Saya
tanya ke PS waktu itu cara moratorium dan rescheduling hanya akan bisa
dilakukan jika melibatkan dua pihak, bagaimana caranya untuk SUN? karena
membutuhkan investor gathering dan pemegang yang lebih beragam

Jadi, titik sentralnya dalam model hutang komersial plus-nya sekaligus
minusnya juga kalau dari sisi negosiasi. .

1. Rezim menekan, kalau model G to G atau Lembaga Multilateral seperti yang
Kang Asep katakan punya resiko ikut campur dalam kebijakan, maka Market
Maker di pasar keuangan komersial (bursa global) juga akan menjadi penekan.
Tekanan dilakukan melalui rezim rating, dimana akan sulit masuk pasar
perdana SUN baru jika mengalami penurunan rating. Itulah mengapa, pemerintah
sangat menjadikan rating jadi acuan, dimana penurunan akan terjadi jika
terjadi gagal bayar dari bunga maupun pokoknya. Sisi lain, rating juga
mengacu ke likuiditas SUN tersebut di pasar.

Dampaknya: saya pernah berpendapat di media, juga di Kompas, bahwa buy back
SUN yang belum jatuh tempo di bulan April 2007 tidak perlu pemerintah
lakukan, terlebih pemerintah membentuk frame tengah kesulitan fiskal terkait
harga minyak yang naik.. dari sisi publik, akan lebih adil (rasanya) jika
hutang yang belum jatuh tempo lebih tidak urgent jika dibandingkan dengan
melindungi daya beli masyarakat yang disaat bersamaan mengalami kontraksi
harga minyak...

Pro-kontra nya kan duit terbatas, dipakai ke yang legal formal saja. Tapi,
di titik itu rating telah menjadi hantu.. Karena, Juni 2007 pemerintah
kan memang ada rencana menerbitkan SUN baru (Rupiah maupun Global), jadi di
titik ini yang lebih ditopang daya beli SUN dibandingkan daya beli
masyarakat.. .

Perdebatan pasti akan muncul, kalau saya mengambil sikap tidak akan buy back
karena toh saya lebih baik

Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-26 Terurut Topik Asep Kurniawan
Bung Eko, semakin banyak yang nimbrung, semakin asik. Mengikuti saran baik Bung 
Yanuar, mari kita diskusi substansi, tidak cuma menelan pernyataan-pernyataan 
politik yang riuh dan ricuh itu.


Hehehe, penjelasan Anda cukup mencerahkan.

1. Sampai saat ini barangkali belum ada nilai yang kongkret berapa sebenarnya 
nilai uang yang melayang kembali ke negara asal sebagai bagian cost of fund 
yang Anda sampaikan. Artinya kalo memang ternyata rate LIBOR + 0,70% Bank Dunia 
plus cost of fund itu nilainya lebih rendah dari SUN yang 12,5%, masih lebih 
untung G to G dong, ya? Tetapi betul, itu cuma hitungan dari sisi ekonomis. 
Karena ini urusan negara, seringkali isu kemandirian, nasionalisme, sentimen 
asing, dll masuk juga di dalamnya.

2. SUN yang bunganya tinggi sepertinya bukan hal yang bisa dengan mudah 
dielakkan. Karena ditawarkan ke pasar, maka instrumen ini harus bersaing dengan 
instrumen utang negara lain. Artinya, acuannya bukan (cuma) BI Rate, tapi bunga 
dari SUN yang ditawarkan oleh negara lain, atau bahkan surat utang dari 
lembaga komersial. Jika dibanding dengan SUN-nya Thailand, Malaysia, 
Philipina, dst. apakah SUN kita masih terlalu tinggi, termasuk dengan 
mempertimbangkan volatilitas nilai rupiah kita? Hehe, sorry kalo salah...

3. Menarik juga melihat angka SILPA itu. Apakah itu petanda keberhasilan 
efisiensi, atau kekurangmampuan penganggaran? ^_^


Salam,




Dari: EKO KERTAJAYA id050_...@ag.co.id
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Terkirim: Kamis, 25 Juni, 2009 10:48:41
Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon 
PemimpinNegeri





mas asep, klo berkenan sy ikutan nimbrung neh.
pertama kali yg hrs dipahami adalah fakta, kemudian solusi, baik politis maupun 
ekonomi.
menurut perubahan besaran apbn thn 2009, defisit yg ditetapkan pemerintah 
adalah sebesar
2,5 persen dari pdb atau sekitar 132 triliun.
defisit sebesar itu akan dibiayai oleh 3 sumber ;
1. dari silpa sebesar 51,3 triliun.
2. dari sun sebesar 54,7 trilun.
3. dari stand by loan 5,5 miliar dollar.
dan jika situasi global makin menekan apbn, langkah berikutnya adalah memotong 
anggaran
kementrian/lembaga/ instansi etc yg tdk urgen.
kenapa urutannya adalah seperti itu semata mata adalah pertimbangan politis, 
krn segala
bentuk perubahan anggaran hrs ditentukan bersama dpr, yg tentu saja ini 
menjadikan
variabel ekonomi menjadi teredusir dlm pengambilan keputusan.
sekarang coba kita tengok sisi ekonomisnya, bunga sun sekarang berkisar 12,5 
persen, 
jauh lebih tinngi dari bi rate. sekarang bandingkan dng suku bunga terbaru bank 
dunia yg
hanya libor + 0,70 persen utk pinjaman kurang dr 10thn. dihitung dari sisi 
ekonomi, secara
cost of fund termasuk memperhitungkan variabel costnya,  lebih rendah pinjaman 
luar negeri.
kenapa beberapa pihak menyatakan utang luar negeri merugikan adalah adanya 
faktor politis
yg juga masih debatable tergantung negoisasinya. ditambah lagi musim pemilu 
gini makin
riuh sbg bahan kampanye.
mengenai posisi indonesia dlm mengakses pinajaman luar negeri, menurut bank 
dunia masih
dlm kategori relatively aman krn maksimal rasio utang luar negeri adalah 35 
persen dari pdb,
sedangkan indonesia berkisar 33 persen.
ttg sun yg dimiliki oleh asing faktor resiko mungkin telah dijelaskan oleh om 
yanur, dan hanya
sy tambahkan sedikit resikonya adalah gonjang ganjing kurs seperti saat ini shg 
indonesia 
berhasil memperoleh predikat mempunyai mata uang paling volatil di dunia ;-]


Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-26 Terurut Topik khairul wazri
kang asep,.
 
masalahnya kang, dengan diterbitkannya sun yang bunganya jauh diatas suku bunga 
deposito, apalagi sbi, implikasinya bank-bank kita jadi sulit menurunkan suku 
bunga deposito. dan itu mengakibatkan suku bunga kredit juga susah turun. hal 
mana adalah sesuatu yang sampai saat ini sudah ditunggu-tunggu  oleh para 
pelaku usaha.
saran saya, supaya sun ini tidak mengganggu pasar uang dalam negeri, mau nggak 
pemerintah kita menerbitkan sun dalam mata uang asing. seperti dalam bentuk 
dolar atau euro yang lebih dipercaya. dengan suku bunga 7% saja, saya kira  
pemerintah bisa gempor dalam melayaninya, apalagi kalau pemerintah berani kasih 
bunga 11.25 %.  
menurut saya inilah jalan keluarnya. dan ini lebih saling menguntungkan 
masing-masing pihak.
 
 
kw, salido.
 
 
 

--- Pada Jum, 26/6/09, Asep Kurniawan ask...@yahoo.com menulis:


Dari: Asep Kurniawan ask...@yahoo.com
Topik: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon 
PemimpinNegeri
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Tanggal: Jumat, 26 Juni, 2009, 1:46 PM








Bung Yanuar,

Hehehe, masih inget bung, dan saya juga menyampaikan salut atas kemauannya 
menyampaikan program kongkret, walaupun kritisi saya tetap tidak logis. Memang 
ngga ada jawaban, saya sampai cari ke blog-nya di kompasiana (kalo ga salah) 
isinya puji2-an semua, ngga ada diskusinya ^_^.

Soal penjadwalan utang, beberapa kali dalam dialog di tv Prabowo juga masih 
ngomong janji yang sama, dan menggunakan dananya untuk cetak lahan aren jutaan 
hektar itu. Masalahnya, di luar utang komersial yang Anda jelaskan, negosiasi 
penjadwalan pembayaran utang G to G saja saya bayangkan tidak secepat atau 
semudah membalik tangan. Pengalaman penjadwalan utang di masa pasca Soeharto, 
waktu itu salah satunya lewat Paris Club, alot dan memakan waktu lama. Jadi 
saya masih garuk2 kepala kalo ada orang yang menyatakan bisa negosiasi 
penjadwalan pembayaran utang dalam waktu cepat, apa ya bisa? Belum lagi 
hasilnya kan tidak selalu fresh money, tapi jadi debt swap yang permintaan 
dari donor belum tentu jadi prioritas pemerintahannya.

1. Urusan rating, hehehe.. jadi pusing saya. Tampaknya jadi simalakama: tidak 
buy back, rating turun dan dengan demikian jika mau menerbitkan SUN lagi harus 
memberi rate bunga lebih tinggi lagi. Jika buy back, dana terkuras dan 
mengabaikan sektor-sektor yang produktif atau melindungi daya beli masyarakat. 
Tapi saya setuju dengan Anda, urusan begini juga seringkali dipengaruhi unsur 
psikologis (rumor?) dari para pelaku pasar. Barangkali di sinilah rasionalitas 
Pemerintah diuji. Kembali ke pertanyaan awal saya, jika pemerintah bisa lepas 
dari tekanan rating yang Anda sebut, instrumen utang komersial ini tampaknya 
lebih memberi kebebasan dalam penggunaannya ketimbang dari negara/lembaga donor 
yang banyak ngatur dan ngawasi (Walaupun kata Bung Eko, tergantung kemampuan 
negosiasi juga).

2. Nah, yang ini tak ada bantahan. Setuju juga mengembangkan pasar lokal untuk 
SUN dan ORI. Potensinya saya yakin besar. Setiap seri ORI terbit kan selalu 
dinyatakan permintaan lebih besar dari penawaran. Problemnya barangkali tinggal 
rate bunga, tetap harus mampu bersaing dengan obligasi-obligasi asing yang 
bertebaran di dunia, kan? Kalo ngga, para pemilik uang lebih itu akan lebih 
memilih beli yang asing punya... Kalo ini terjadi, apakah utang negara akan 
tetap menjadi isu politik? Toh tetap sebagaimana diributkan, utang itu dibayar 
lewat APBN dan jadi tanggungan turun-temurun.

Salam,


Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-25 Terurut Topik Yanuar Rizky
Kang Asep,

masih ingat tidak ketika Prabowo masuk milis FPK (sebelum Pileg) dengan
programnya? Kang Asep masuk menimpali pertanyaan, juga saya.. dan sampai
hari ini juga belum ada jawabannya ha..ha..ha.. Tapi, dari sisi demokrasi
dunia milis FPK hanya dia emang dari 6 Pasang itu yang berani nekat posting
:)

Waktu itu, saya nanya PS soal penjadwalan ulang utang.. argumen yang saya
bangun adalah Hutang saat ini dalam stok kita tidaklah dominan dari model
hutang G to G atau multilateral, saya kemukakan juga datanya waktu itu. Saya
tanya ke PS waktu itu cara moratorium dan rescheduling hanya akan bisa
dilakukan jika melibatkan dua pihak, bagaimana caranya untuk SUN? karena
membutuhkan investor gathering dan pemegang yang lebih beragam

Jadi, titik sentralnya dalam model hutang komersial plus-nya sekaligus
minusnya juga kalau dari sisi negosiasi..

1. Rezim menekan, kalau model G to G atau Lembaga Multilateral seperti yang
Kang Asep katakan punya resiko ikut campur dalam kebijakan, maka Market
Maker di pasar keuangan komersial (bursa global) juga akan menjadi penekan.
Tekanan dilakukan melalui rezim rating, dimana akan sulit masuk pasar
perdana SUN baru jika mengalami penurunan rating. Itulah mengapa, pemerintah
sangat menjadikan rating jadi acuan, dimana penurunan akan terjadi jika
terjadi gagal bayar dari bunga maupun pokoknya. Sisi lain, rating juga
mengacu ke likuiditas SUN tersebut di pasar.

Dampaknya: saya pernah berpendapat di media, juga di Kompas, bahwa buy back
SUN yang belum jatuh tempo di bulan April 2007 tidak perlu pemerintah
lakukan, terlebih pemerintah membentuk frame tengah kesulitan fiskal terkait
harga minyak yang naik.. dari sisi publik, akan lebih adil (rasanya) jika
hutang yang belum jatuh tempo lebih tidak urgent jika dibandingkan dengan
melindungi daya beli masyarakat yang disaat bersamaan mengalami kontraksi
harga minyak...

Pro-kontra nya kan duit terbatas, dipakai ke yang legal formal saja. Tapi,
di titik itu rating telah menjadi hantu.. Karena, Juni 2007 pemerintah
kan memang ada rencana menerbitkan SUN baru (Rupiah maupun Global), jadi di
titik ini yang lebih ditopang daya beli SUN dibandingkan daya beli
masyarakat...

Perdebatan pasti akan muncul, kalau saya mengambil sikap tidak akan buy back
karena toh saya lebih baik disiplin bayar bunga saja yang sesuai aturan
rating tidak ada alasan RI gagal bayar. Uang bayar pokoknya saya pakai tahan
harga BBM (maaf, ini kenapa saya sangat tidak suka dengan klaim SBY yang
bilang turun harga minyak prestasi, kalau saat kontraksi dia mati2xan cari
cara untuk tidak naik saya akan acungkan jempol untuk iklannya, tapi kalau
sekarang saya bilang dalam bahasa rezim pasar finansial Iklan penurunan
harga BBM sebagai prestasi adalah missleading, karena turun disaat harga
minyak dunianya pun turun

Tapi, saat itu di bulan Maret-April 2007 banyak Investment Bankers yang
menjadi Market Maker pasar obigasi menghantam kita lewat koreksi harga di
pasar sekunder (bursa) membuat masalah di likuiditas, lalu membuat framing
bahaya rating dalam artian sulit diserap SUN baruj dengan penurunan
rating... Tatkala, pemerintah terpengaruh dan Buy Back untuk mempertahankan
harga dan likuiditas dalam isme rating, maka kita harus jujur dengan cara
berbeda, baik model G to G maupun komersial mempengaruhi kebijakan
pemerintah.

Di bulan Juni 2007, saat pemerintah mengatakan sukses atas penyerapan SUN
baru.. di Kompas saya berpendapat, biaya mahal, karena kalau dihitung buy
back lalu serapan baru.. tambahan fresh money relatif tidak ada.. karena
SUN lama (yang sudah di buy back) ditukar SUN baru dengan bunga lebih
tinggi.. selisih SUN baru dikurangi SUN lama terbuyback relatif sedikit
(artinya berkorban demi rating hanya dapat tambahan fresh money baru
sedikit, bunga tinggi).

2. Bagi saya, yang perlu adalah kampanye budaya investasi lokal. Dan saya
tetap, dengan model yang sama SUN dan ORI. Tapi caranya beda, saya tak mau
didikte para Market Maker yang sok ngatur rating, padahal mereka lagi
bangkrut. Di titik daulat ini, saya kecewa kepada pemimpin yang terlalu
dengar asing dibuai2x ke publik, tanpa berani mengatakan yang ngomong
Bangkrut, hanya peduli akan kebangkrutannya... Di titik ini, suka atau
tidak atas pro-kontra figurnya, saya melihat selama jalannya kampanye ini
hanya Prabowo yang berani berkata (meski sebatas berkata, tapi dia kan sudah
berkata ha...ha..ha)

Biarlah yang lama kita urus tampa buy back dsb-nya... untuk serapan baru
kita pakai kampanye budaya investasi lokal... dititik ini ketika di Kadin
(lewat layar TiPi saya melihat) hanya JK yang bicara soal terobosan
intermediasi kredit perbankan melalui kepemilikan saham pemerintah di Bank
BUMN.. terlepas dari pro kontra Figurnya dan KepWapres.. tapi, JK sudah
menyatakan itu dalam kampanyenya ha...ha..ha

SUN dari sisi serapan, bagi saya harus jelas ke arah penyerapan lapangan
kerja dan menopang link produksi-konsumsi.. sampai hari ini saya belum
pernah dengar waktu penerbitan SUN ada public expose soal 

Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-25 Terurut Topik EKO KERTAJAYA
mas asep, klo berkenan sy ikutan nimbrung neh.
pertama kali yg hrs dipahami adalah fakta, kemudian solusi, baik politis maupun 
ekonomi.
menurut perubahan besaran apbn thn 2009, defisit yg ditetapkan pemerintah 
adalah sebesar
2,5 persen dari pdb atau sekitar 132 triliun.
defisit sebesar itu akan dibiayai oleh 3 sumber ;
1. dari silpa sebesar 51,3 triliun.
2. dari sun sebesar 54,7 trilun.
3. dari stand by loan 5,5 miliar dollar.
dan jika situasi global makin menekan apbn, langkah berikutnya adalah memotong 
anggaran
kementrian/lembaga/instansi etc yg tdk urgen.
kenapa urutannya adalah seperti itu semata mata adalah pertimbangan politis, 
krn segala
bentuk perubahan anggaran hrs ditentukan bersama dpr, yg tentu saja ini 
menjadikan
variabel ekonomi menjadi teredusir dlm pengambilan keputusan.
sekarang coba kita tengok sisi ekonomisnya, bunga sun sekarang berkisar 12,5 
persen, 
jauh lebih tinngi dari bi rate. sekarang bandingkan dng suku bunga terbaru bank 
dunia yg
hanya libor + 0,70 persen utk pinjaman kurang dr 10thn. dihitung dari sisi 
ekonomi, secara
cost of fund termasuk memperhitungkan variabel costnya,  lebih rendah pinjaman 
luar negeri.
kenapa beberapa pihak menyatakan utang luar negeri merugikan adalah adanya 
faktor politis
yg juga masih debatable tergantung negoisasinya. ditambah lagi musim pemilu 
gini makin
riuh sbg bahan kampanye.
mengenai posisi indonesia dlm mengakses pinajaman luar negeri, menurut bank 
dunia masih
dlm kategori relatively aman krn maksimal rasio utang luar negeri adalah 35 
persen dari pdb,
sedangkan indonesia berkisar 33 persen.
ttg sun yg dimiliki oleh asing faktor resiko mungkin telah dijelaskan oleh om 
yanur, dan hanya
sy tambahkan sedikit resikonya adalah gonjang ganjing kurs seperti saat ini shg 
indonesia 
berhasil memperoleh predikat mempunyai mata uang paling volatil di dunia ;-]


  - Original Message - 
  From: Asep Kurniawan 
  To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, June 24, 2009 6:07 PM
  Subject: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon 
PemimpinNegeri





  Bung Yanuar, ini logika awam saya.

  Ada banyak kritik utang G to G terlalu mengikat Indonesia dengan sejumlah 
persyaratan. Yang paling ironis, karena persyaratan itu ternyata mebuat 
sebagian utang yang kita dapat lewat G to G itu melayang kembali ke negara 
asal. Saya tidak tahu hitung2an detailnya, tetapi barangkali kita memang rugi 
walau bunga yang dikenakan kecil. Selain itu, Indonesia katanya sudah 
dinayatakan bukan tergolong negara miskin lagi, sehingga mulai kesulitan 
mengakses utang dengan bunga rendah dari negara atau lembaga donor.

  Nah, atas dua alasan itu, dalam kondisi anggaran negara yang masih defisit, 
tampaknya beralih ke pasar komersial dengan menerbitkan SUN, ORI, dan jenis 
lain obligasi pemerintah menjadi pilihan rasional. Dengan dana yang diperoleh 
dari penjualan SUN, negara mempunyai kebebasan untuk menggunakannya tanpa harus 
dibatasi oleh persyaratan dan resiko dana melayang kembali ke negara asal. Soal 
pembeli yang mayoritas ternyata warga asing, saya belum melihat itu sebagai 
masalah. Kenyataan ini lebih menunjukkan kurangnya minat atau kurangnya daya 
beli WNI. Lepas dari itu, utang komersial saya kira hukumnya sama, baik 
pembelinya asing atau WNI. Persoalannya tinggal pengelolaan dan pengawasan yang 
baik di dalam negeri sendiri: Pemerintah, DPR, BPK, dsb.

  Di tengah hiruk pikuk isu utang, tampaknya pilihan untuk beralih ke pasar 
komersial adalah pilihan rasional. Siapapun yang menang dalam pilpres nanti, 
sepertinya akan menempuh kebijakan yang sama untuk menutup defisit anggaran, 
setidaknya dalam jangka pendek.

  Salam,



Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-24 Terurut Topik Asep Kurniawan
Bung Yanuar, ini logika awam saya.

Ada banyak kritik utang G to G terlalu mengikat Indonesia dengan sejumlah 
persyaratan. Yang paling ironis, karena persyaratan itu ternyata mebuat 
sebagian utang yang kita dapat lewat G to G itu melayang kembali ke negara 
asal. Saya tidak tahu hitung2an detailnya, tetapi barangkali kita memang rugi 
walau bunga yang dikenakan kecil. Selain itu, Indonesia katanya sudah 
dinayatakan bukan tergolong negara miskin lagi, sehingga mulai kesulitan 
mengakses utang dengan bunga rendah dari negara atau lembaga donor.

Nah, atas dua alasan itu, dalam kondisi anggaran negara yang masih defisit, 
tampaknya beralih ke pasar komersial dengan menerbitkan SUN, ORI, dan jenis 
lain obligasi pemerintah menjadi pilihan rasional. Dengan dana yang diperoleh 
dari penjualan SUN, negara mempunyai kebebasan untuk menggunakannya tanpa harus 
dibatasi oleh persyaratan dan resiko dana melayang kembali ke negara asal. Soal 
pembeli yang mayoritas ternyata warga asing, saya belum melihat itu sebagai 
masalah. Kenyataan ini lebih menunjukkan kurangnya minat atau kurangnya daya 
beli WNI. Lepas dari itu, utang komersial saya kira hukumnya sama, baik 
pembelinya asing atau WNI. Persoalannya tinggal pengelolaan dan pengawasan yang 
baik di dalam negeri sendiri: Pemerintah, DPR, BPK, dsb.

Di tengah hiruk pikuk isu utang, tampaknya pilihan untuk beralih ke pasar 
komersial adalah pilihan rasional. Siapapun yang menang dalam pilpres nanti, 
sepertinya akan menempuh kebijakan yang sama untuk menutup defisit anggaran, 
setidaknya dalam jangka pendek.

Salam,




Dari: pudimartini pudimart...@pirus.co.id
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Terkirim: Selasa, 23 Juni, 2009 10:42:58
Topik: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon 
PemimpinNegeri

Terima kasih sekali Bung Yanuar,
sangat mencerahkan dan salam untuk keluarga

Just keep up the good job




Yanuar Rizky wrote:
 Bung Pudimartini,

 Data pengelolaan Utang Depkeu dengan tahun dasar 2000 menunjukan tren 
 pertumbuhan rasio hutang luar negeri (HLN) yang bersifat multilateral dan G 
 to G sudah turun ke Minus 13,1 (2008): Ini alasan yang menyatakan tolakan 
 atas isu utangan.

 Namun demikian, data yang sama di tahun 2008 utang dalam bentuk surat utang 
 (SUN) pertumbuhan rasionya dibandingkan tahun dasar 2000 adalah NAIK 117,8%: 
 Ini adalah fakta bahwa HLN diganti oleh SUN, dan trennya APBN semakin 
 'tergantung' ke SUN

 Debat AN dan SM, saya melihat dari perspektif saya: pasar portopolio kita, 
 kenapa saya lari ke sana? Karena model SUN adalah hutang dengan jenis 
 portopolio. Nah, di pasar portopolio ini berdasarkan data kustodian sentral 
 masih 60% dikuasai Asing. Jadi, meski SUN yg dikeluarkan dalam nominal 
 Rupiah, jika diambil Asing jatuhnya ya hutang luar negeri juga.

 Indikatornya kan jelas, SUN 2009 bunganya 12,5% jauh di atas bunga acuan 
 lokal, yaitu BI rate yang terus diturunkan. Kenapa demikian? Kalau dilihat 
 karena meski bank sentral AS (Fed) nurunkan Fed rate mendekati NOL, tapi 
 surat utang pemerintah AS (T-Bill) naik terus bunganya, terakhir dari kisaran 
 4,5% ke 4,6%.. Jadi, kalau berebut kue pembeli yang sama terlihat dari 
 tingginya efektif rate SUN: Fakta buyer SUN adalah asing

 Soal BLT nya, saya melihat jika dikatakan sehat BLT ini adalah transaksi 
 sosial dari kelebihan yang mampu (pembayar pajak) ke yang kurang mampu. 
 Masalahnya, bagi saya, politik anggaran yang populis kampanye 2009 tak bisa 
 dihindarkan aromanya. Kalau SUN itu produktif, ukurannya akan ada peningkatan 
 rasio pajak terhadap GDP..

 Kita main data, SUN ratio atas GDP 2007-2000: 94% dan 2008-2000; 117% ada 
 peningkatan sekitar 24%.. Nah, di APBN 2008 Tax Ratio realisasi terhadap GDP 
 13,6%.. Kalau itu untuk sesuatu yang produktif di RAPBN2009 akan ada 
 keberanian agresif naikan tax rasio, tapi pemerintah hanya berani naik 13,7%: 
 Inilah fakta bahwa utang (SUN) terindikatif mengalir banyak ke program 
 populis, diantaranya BLT.

 Kenapa jadi ke 'BLT utangan Luar Negeri' yang itu karena indikatif SUN kita 
 yg banyak diambil asing seperti saya kemukakan di atas.

 Salam,
 -Yanuar Rizky- (mail to: ri...@elrizky.net) transmitted by tukang pos®[on the 
 net: www.elrizky.net]



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-23 Terurut Topik AVIE
 lanjutkan, mega-pro (honda), atau
lebih cepat lebih baik namun menggunakan hati nurani itu katanya loh
!!semua pilihan ada didepan kita !!?




--- On Mon, 6/22/09, Yanuar Rizky rizky.elri...@gmail.com wrote:

From: Yanuar Rizky rizky.elri...@gmail.com
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon 
PemimpinNegeri
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Date: Monday, June 22, 2009, 5:06 PM

Bung Pudimartini,

Data pengelolaan Utang Depkeu dengan tahun dasar 2000 menunjukan tren 
pertumbuhan rasio hutang luar negeri (HLN) yang bersifat multilateral dan G to 
G sudah turun ke Minus 13,1 (2008): Ini alasan yang menyatakan tolakan atas isu 
utangan.

Namun demikian, data yang sama di tahun 2008 utang dalam bentuk surat utang 
(SUN) pertumbuhan rasionya dibandingkan tahun dasar 2000 adalah NAIK 117,8%: 
Ini adalah fakta bahwa HLN diganti oleh SUN, dan trennya APBN semakin 
'tergantung' ke SUN

Debat AN dan SM, saya melihat dari perspektif saya: pasar portopolio kita, 
kenapa saya lari ke sana? Karena model SUN adalah hutang dengan jenis 
portopolio. Nah, di pasar portopolio ini berdasarkan data kustodian sentral 
masih 60% dikuasai Asing. Jadi, meski SUN yg dikeluarkan dalam nominal Rupiah, 
jika diambil Asing jatuhnya ya hutang luar negeri juga.

Indikatornya kan jelas, SUN 2009 bunganya 12,5% jauh di atas bunga acuan lokal, 
yaitu BI rate yang terus diturunkan. Kenapa demikian? Kalau dilihat karena 
meski bank sentral AS (Fed) nurunkan Fed rate mendekati NOL, tapi surat utang 
pemerintah AS (T-Bill) naik terus bunganya, terakhir dari kisaran 4,5% ke 
4,6%.. Jadi, kalau berebut kue pembeli yang sama terlihat dari tingginya 
efektif rate SUN: Fakta buyer SUN adalah asing

Soal BLT nya, saya melihat jika dikatakan sehat BLT ini adalah transaksi sosial 
dari kelebihan yang mampu (pembayar pajak) ke yang kurang mampu. Masalahnya, 
bagi saya, politik anggaran yang populis kampanye 2009 tak bisa dihindarkan 
aromanya. Kalau SUN itu produktif, ukurannya akan ada peningkatan rasio pajak 
terhadap GDP..

Kita main data, SUN ratio atas GDP 2007-2000: 94% dan 2008-2000; 117% ada 
peningkatan sekitar 24%.. Nah, di APBN 2008 Tax Ratio realisasi terhadap GDP 
13,6%.. Kalau itu untuk sesuatu yang produktif di RAPBN2009 akan ada keberanian 
agresif naikan tax rasio, tapi pemerintah hanya berani naik 13,7%: Inilah fakta 
bahwa utang (SUN) terindikatif mengalir banyak ke program populis, diantaranya 
BLT.

Kenapa jadi ke 'BLT utangan Luar Negeri' yang itu karena indikatif SUN kita yg 
banyak diambil asing seperti saya kemukakan di atas.

Salam,
-Yanuar Rizky- (mail to: ri...@elrizky.net) transmitted by tukang pos®[on the 
net: www.elrizky.net]


Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-22 Terurut Topik Yanuar Rizky
Bung Pudimartini,

Data pengelolaan Utang Depkeu dengan tahun dasar 2000 menunjukan tren 
pertumbuhan rasio hutang luar negeri (HLN) yang bersifat multilateral dan G to 
G sudah turun ke Minus 13,1 (2008): Ini alasan yang menyatakan tolakan atas isu 
utangan.

Namun demikian, data yang sama di tahun 2008 utang dalam bentuk surat utang 
(SUN) pertumbuhan rasionya dibandingkan tahun dasar 2000 adalah NAIK 117,8%: 
Ini adalah fakta bahwa HLN diganti oleh SUN, dan trennya APBN semakin 
'tergantung' ke SUN

Debat AN dan SM, saya melihat dari perspektif saya: pasar portopolio kita, 
kenapa saya lari ke sana? Karena model SUN adalah hutang dengan jenis 
portopolio. Nah, di pasar portopolio ini berdasarkan data kustodian sentral 
masih 60% dikuasai Asing. Jadi, meski SUN yg dikeluarkan dalam nominal Rupiah, 
jika diambil Asing jatuhnya ya hutang luar negeri juga.

Indikatornya kan jelas, SUN 2009 bunganya 12,5% jauh di atas bunga acuan lokal, 
yaitu BI rate yang terus diturunkan. Kenapa demikian? Kalau dilihat karena 
meski bank sentral AS (Fed) nurunkan Fed rate mendekati NOL, tapi surat utang 
pemerintah AS (T-Bill) naik terus bunganya, terakhir dari kisaran 4,5% ke 
4,6%.. Jadi, kalau berebut kue pembeli yang sama terlihat dari tingginya 
efektif rate SUN: Fakta buyer SUN adalah asing 

Soal BLT nya, saya melihat jika dikatakan sehat BLT ini adalah transaksi sosial 
dari kelebihan yang mampu (pembayar pajak) ke yang kurang mampu. Masalahnya, 
bagi saya, politik anggaran yang populis kampanye 2009 tak bisa dihindarkan 
aromanya. Kalau SUN itu produktif, ukurannya akan ada peningkatan rasio pajak 
terhadap GDP.. 

Kita main data, SUN ratio atas GDP 2007-2000: 94% dan 2008-2000; 117% ada 
peningkatan sekitar 24%.. Nah, di APBN 2008 Tax Ratio realisasi terhadap GDP 
13,6%.. Kalau itu untuk sesuatu yang produktif di RAPBN2009 akan ada keberanian 
agresif naikan tax rasio, tapi pemerintah hanya berani naik 13,7%: Inilah fakta 
bahwa utang (SUN) terindikatif mengalir banyak ke program populis, diantaranya 
BLT. 

Kenapa jadi ke 'BLT utangan Luar Negeri' yang itu karena indikatif SUN kita yg 
banyak diambil asing seperti saya kemukakan di atas.

Salam,
-Yanuar Rizky- (mail to: ri...@elrizky.net) transmitted by tukang pos®[on the 
net: www.elrizky.net]

-Original Message-
From: pudimartini pudimart...@pirus.co.id

Date: Mon, 22 Jun 2009 11:44:12 
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon 
Pemimpin
 Negeri


Bagus Mas Yanuar,
membuat saya yang awam menjadi tahu.
Bagaimana dengan analisis hutang untuk BLT ?
Ada pro dan kontra antara Anwar N dengan SM
ada bahasan?



Yanuar Rizky wrote:
 Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon Pemimpin Negeri
 Oleh: Yanuar Rizky
 Gatra, 18-24 Juni 2009
 http://www.elrizky.net/artikel.php?opt=1id=289

 Kemiskinan rakyat umum bertambah lama bertambah besar, sehingga
 kesanggupannya buat membeli benda-benda untuk dimakan dan perhiasan
 hidup semakin lama semakin kurang. Itu sebab, maka Indonesia tertarik
 juga dalam gelombang krisis ini, sekalipun tanahnya amat subur (Bung
 Hatta, Artikel Daulat Rakyat 26 November 1931)

 Seorang Cawapres mengemukakan anomali ekonomi Indonesia terlihat dari
 cadangan Devisa yang tidak sama besarnya dengan surplus ekspor di
 neraca perdagangan. Titik pandang yang menarik untuk dibahas secara
 serius. Agar arah ekonomi Indonesia lebih seimbang antara sektor riil
 dengan sektor keuangannya.

 Kita akan “bias” terhadap pemaknaan sebuah fakta, tatkala kita
 disandera “siapa yang bicara”. Sengaja, saya tidak menyebut nama
 Cawapres tersebut. Agar jernih, tanpa dipengaruhi persepsi
 “pro-kontra” figurnya.

 Jika kita tarik tren garis pertumbuhan, tampak jelas surplus neraca
 perdagangan (ekspor dikurangi impor) berada jauh di atas pertumbuhan
 cadangan devisa. Dari sisi investasi, tren dana asing yang tertanam
 dalam perekonomian (FDI: Foreign Direct Investment) berada dibawah
 tren cadangan devisa.

 Data indikator sistem pembayaran (RTGS: Real Time Gross Settlement)
 Bank Indonesia (BI), menunjukan beban pengelolaan moneter di bulan Mei
 2009 adalah 19,35% dari total transaksi RTGS. Lalu, jika dikaitkan
 dengan arus portopolio (FPI: Foreign Portpolio Investment) Bursa Efek
 Indonesia (BEI) di bulan yang sama, maka total transaksi Bursa adalah
 20,45% dari total transaksi nasabah RTGS.

 Struktur lalu lintas dana sistem keuangan Indonesia adalah arus kas
 dari Cadangan Devisa. Artinya, terindikasi cukup kuat, beban moneter
 dalam stabilisasi nilai tukar Rupiah (IDR) atas Dolar Amerika (USD)
 lebih diakibatkan terlalu aktifnya arus FPI, tanpa signifikansi
 diiringi masuknya FDI-nya.

 Di neraca perdagangan, ekspor akan menghasilkan devisa dan impor akan
 mengurasnya. Di neraca pembayaran, jika asing (FPI) melakukan aksi
 jual portopolio akan menguras cadangan USD dan ketika masuk akan
 memperkuatnya. Inilah yang disebut uang panas (hot money), karena
 sifatnya untuk tertanam bisa dalam 

Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri

2009-06-22 Terurut Topik pudimartini
Terima kasih sekali Bung Yanuar,
sangat mencerahkan dan salam untuk keluarga

Just keep up the good job




Yanuar Rizky wrote:
 Bung Pudimartini,

 Data pengelolaan Utang Depkeu dengan tahun dasar 2000 menunjukan tren 
 pertumbuhan rasio hutang luar negeri (HLN) yang bersifat multilateral dan G 
 to G sudah turun ke Minus 13,1 (2008): Ini alasan yang menyatakan tolakan 
 atas isu utangan.

 Namun demikian, data yang sama di tahun 2008 utang dalam bentuk surat utang 
 (SUN) pertumbuhan rasionya dibandingkan tahun dasar 2000 adalah NAIK 117,8%: 
 Ini adalah fakta bahwa HLN diganti oleh SUN, dan trennya APBN semakin 
 'tergantung' ke SUN

 Debat AN dan SM, saya melihat dari perspektif saya: pasar portopolio kita, 
 kenapa saya lari ke sana? Karena model SUN adalah hutang dengan jenis 
 portopolio. Nah, di pasar portopolio ini berdasarkan data kustodian sentral 
 masih 60% dikuasai Asing. Jadi, meski SUN yg dikeluarkan dalam nominal 
 Rupiah, jika diambil Asing jatuhnya ya hutang luar negeri juga.

 Indikatornya kan jelas, SUN 2009 bunganya 12,5% jauh di atas bunga acuan 
 lokal, yaitu BI rate yang terus diturunkan. Kenapa demikian? Kalau dilihat 
 karena meski bank sentral AS (Fed) nurunkan Fed rate mendekati NOL, tapi 
 surat utang pemerintah AS (T-Bill) naik terus bunganya, terakhir dari kisaran 
 4,5% ke 4,6%.. Jadi, kalau berebut kue pembeli yang sama terlihat dari 
 tingginya efektif rate SUN: Fakta buyer SUN adalah asing 

 Soal BLT nya, saya melihat jika dikatakan sehat BLT ini adalah transaksi 
 sosial dari kelebihan yang mampu (pembayar pajak) ke yang kurang mampu. 
 Masalahnya, bagi saya, politik anggaran yang populis kampanye 2009 tak bisa 
 dihindarkan aromanya. Kalau SUN itu produktif, ukurannya akan ada peningkatan 
 rasio pajak terhadap GDP.. 

 Kita main data, SUN ratio atas GDP 2007-2000: 94% dan 2008-2000; 117% ada 
 peningkatan sekitar 24%.. Nah, di APBN 2008 Tax Ratio realisasi terhadap GDP 
 13,6%.. Kalau itu untuk sesuatu yang produktif di RAPBN2009 akan ada 
 keberanian agresif naikan tax rasio, tapi pemerintah hanya berani naik 13,7%: 
 Inilah fakta bahwa utang (SUN) terindikatif mengalir banyak ke program 
 populis, diantaranya BLT. 

 Kenapa jadi ke 'BLT utangan Luar Negeri' yang itu karena indikatif SUN kita 
 yg banyak diambil asing seperti saya kemukakan di atas.

 Salam,
 -Yanuar Rizky- (mail to: ri...@elrizky.net) transmitted by tukang pos®[on the 
 net: www.elrizky.net]




=
Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] :

1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS

2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://epaper.kompas.com/ , 
http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/

3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke 
anggota

4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id

5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com

KOMPAS LINTAS GENERASI
=
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com 
mailto:forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/