Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
Bung Yanuar, Hehehe, masih inget bung, dan saya juga menyampaikan salut atas kemauannya menyampaikan program kongkret, walaupun kritisi saya tetap tidak logis. Memang ngga ada jawaban, saya sampai cari ke blog-nya di kompasiana (kalo ga salah) isinya puji2-an semua, ngga ada diskusinya ^_^. Soal penjadwalan utang, beberapa kali dalam dialog di tv Prabowo juga masih ngomong janji yang sama, dan menggunakan dananya untuk cetak lahan aren jutaan hektar itu. Masalahnya, di luar utang komersial yang Anda jelaskan, negosiasi penjadwalan pembayaran utang G to G saja saya bayangkan tidak secepat atau semudah membalik tangan. Pengalaman penjadwalan utang di masa pasca Soeharto, waktu itu salah satunya lewat Paris Club, alot dan memakan waktu lama. Jadi saya masih garuk2 kepala kalo ada orang yang menyatakan bisa negosiasi penjadwalan pembayaran utang dalam waktu cepat, apa ya bisa? Belum lagi hasilnya kan tidak selalu fresh money, tapi jadi debt swap yang permintaan dari donor belum tentu jadi prioritas pemerintahannya. 1. Urusan rating, hehehe.. jadi pusing saya. Tampaknya jadi simalakama: tidak buy back, rating turun dan dengan demikian jika mau menerbitkan SUN lagi harus memberi rate bunga lebih tinggi lagi. Jika buy back, dana terkuras dan mengabaikan sektor-sektor yang produktif atau melindungi daya beli masyarakat. Tapi saya setuju dengan Anda, urusan begini juga seringkali dipengaruhi unsur psikologis (rumor?) dari para pelaku pasar. Barangkali di sinilah rasionalitas Pemerintah diuji. Kembali ke pertanyaan awal saya, jika pemerintah bisa lepas dari tekanan rating yang Anda sebut, instrumen utang komersial ini tampaknya lebih memberi kebebasan dalam penggunaannya ketimbang dari negara/lembaga donor yang banyak ngatur dan ngawasi (Walaupun kata Bung Eko, tergantung kemampuan negosiasi juga). 2. Nah, yang ini tak ada bantahan. Setuju juga mengembangkan pasar lokal untuk SUN dan ORI. Potensinya saya yakin besar. Setiap seri ORI terbit kan selalu dinyatakan permintaan lebih besar dari penawaran. Problemnya barangkali tinggal rate bunga, tetap harus mampu bersaing dengan obligasi-obligasi asing yang bertebaran di dunia, kan? Kalo ngga, para pemilik uang lebih itu akan lebih memilih beli yang asing punya... Kalo ini terjadi, apakah utang negara akan tetap menjadi isu politik? Toh tetap sebagaimana diributkan, utang itu dibayar lewat APBN dan jadi tanggungan turun-temurun. Salam, Dari: Yanuar Rizky rizky.elri...@gmail.com Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Terkirim: Kamis, 25 Juni, 2009 08:45:32 Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri Kang Asep, masih ingat tidak ketika Prabowo masuk milis FPK (sebelum Pileg) dengan programnya? Kang Asep masuk menimpali pertanyaan, juga saya.. dan sampai hari ini juga belum ada jawabannya ha..ha..ha.. Tapi, dari sisi demokrasi dunia milis FPK hanya dia emang dari 6 Pasang itu yang berani nekat posting :) Waktu itu, saya nanya PS soal penjadwalan ulang utang.. argumen yang saya bangun adalah Hutang saat ini dalam stok kita tidaklah dominan dari model hutang G to G atau multilateral, saya kemukakan juga datanya waktu itu. Saya tanya ke PS waktu itu cara moratorium dan rescheduling hanya akan bisa dilakukan jika melibatkan dua pihak, bagaimana caranya untuk SUN? karena membutuhkan investor gathering dan pemegang yang lebih beragam Jadi, titik sentralnya dalam model hutang komersial plus-nya sekaligus minusnya juga kalau dari sisi negosiasi. . 1. Rezim menekan, kalau model G to G atau Lembaga Multilateral seperti yang Kang Asep katakan punya resiko ikut campur dalam kebijakan, maka Market Maker di pasar keuangan komersial (bursa global) juga akan menjadi penekan. Tekanan dilakukan melalui rezim rating, dimana akan sulit masuk pasar perdana SUN baru jika mengalami penurunan rating. Itulah mengapa, pemerintah sangat menjadikan rating jadi acuan, dimana penurunan akan terjadi jika terjadi gagal bayar dari bunga maupun pokoknya. Sisi lain, rating juga mengacu ke likuiditas SUN tersebut di pasar. Dampaknya: saya pernah berpendapat di media, juga di Kompas, bahwa buy back SUN yang belum jatuh tempo di bulan April 2007 tidak perlu pemerintah lakukan, terlebih pemerintah membentuk frame tengah kesulitan fiskal terkait harga minyak yang naik.. dari sisi publik, akan lebih adil (rasanya) jika hutang yang belum jatuh tempo lebih tidak urgent jika dibandingkan dengan melindungi daya beli masyarakat yang disaat bersamaan mengalami kontraksi harga minyak... Pro-kontra nya kan duit terbatas, dipakai ke yang legal formal saja. Tapi, di titik itu rating telah menjadi hantu.. Karena, Juni 2007 pemerintah kan memang ada rencana menerbitkan SUN baru (Rupiah maupun Global), jadi di titik ini yang lebih ditopang daya beli SUN dibandingkan daya beli masyarakat.. . Perdebatan pasti akan muncul, kalau saya mengambil sikap tidak akan buy back karena toh saya lebih baik
Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
Bung Eko, semakin banyak yang nimbrung, semakin asik. Mengikuti saran baik Bung Yanuar, mari kita diskusi substansi, tidak cuma menelan pernyataan-pernyataan politik yang riuh dan ricuh itu. Hehehe, penjelasan Anda cukup mencerahkan. 1. Sampai saat ini barangkali belum ada nilai yang kongkret berapa sebenarnya nilai uang yang melayang kembali ke negara asal sebagai bagian cost of fund yang Anda sampaikan. Artinya kalo memang ternyata rate LIBOR + 0,70% Bank Dunia plus cost of fund itu nilainya lebih rendah dari SUN yang 12,5%, masih lebih untung G to G dong, ya? Tetapi betul, itu cuma hitungan dari sisi ekonomis. Karena ini urusan negara, seringkali isu kemandirian, nasionalisme, sentimen asing, dll masuk juga di dalamnya. 2. SUN yang bunganya tinggi sepertinya bukan hal yang bisa dengan mudah dielakkan. Karena ditawarkan ke pasar, maka instrumen ini harus bersaing dengan instrumen utang negara lain. Artinya, acuannya bukan (cuma) BI Rate, tapi bunga dari SUN yang ditawarkan oleh negara lain, atau bahkan surat utang dari lembaga komersial. Jika dibanding dengan SUN-nya Thailand, Malaysia, Philipina, dst. apakah SUN kita masih terlalu tinggi, termasuk dengan mempertimbangkan volatilitas nilai rupiah kita? Hehe, sorry kalo salah... 3. Menarik juga melihat angka SILPA itu. Apakah itu petanda keberhasilan efisiensi, atau kekurangmampuan penganggaran? ^_^ Salam, Dari: EKO KERTAJAYA id050_...@ag.co.id Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Terkirim: Kamis, 25 Juni, 2009 10:48:41 Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri mas asep, klo berkenan sy ikutan nimbrung neh. pertama kali yg hrs dipahami adalah fakta, kemudian solusi, baik politis maupun ekonomi. menurut perubahan besaran apbn thn 2009, defisit yg ditetapkan pemerintah adalah sebesar 2,5 persen dari pdb atau sekitar 132 triliun. defisit sebesar itu akan dibiayai oleh 3 sumber ; 1. dari silpa sebesar 51,3 triliun. 2. dari sun sebesar 54,7 trilun. 3. dari stand by loan 5,5 miliar dollar. dan jika situasi global makin menekan apbn, langkah berikutnya adalah memotong anggaran kementrian/lembaga/ instansi etc yg tdk urgen. kenapa urutannya adalah seperti itu semata mata adalah pertimbangan politis, krn segala bentuk perubahan anggaran hrs ditentukan bersama dpr, yg tentu saja ini menjadikan variabel ekonomi menjadi teredusir dlm pengambilan keputusan. sekarang coba kita tengok sisi ekonomisnya, bunga sun sekarang berkisar 12,5 persen, jauh lebih tinngi dari bi rate. sekarang bandingkan dng suku bunga terbaru bank dunia yg hanya libor + 0,70 persen utk pinjaman kurang dr 10thn. dihitung dari sisi ekonomi, secara cost of fund termasuk memperhitungkan variabel costnya, lebih rendah pinjaman luar negeri. kenapa beberapa pihak menyatakan utang luar negeri merugikan adalah adanya faktor politis yg juga masih debatable tergantung negoisasinya. ditambah lagi musim pemilu gini makin riuh sbg bahan kampanye. mengenai posisi indonesia dlm mengakses pinajaman luar negeri, menurut bank dunia masih dlm kategori relatively aman krn maksimal rasio utang luar negeri adalah 35 persen dari pdb, sedangkan indonesia berkisar 33 persen. ttg sun yg dimiliki oleh asing faktor resiko mungkin telah dijelaskan oleh om yanur, dan hanya sy tambahkan sedikit resikonya adalah gonjang ganjing kurs seperti saat ini shg indonesia berhasil memperoleh predikat mempunyai mata uang paling volatil di dunia ;-]
Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
kang asep,. masalahnya kang, dengan diterbitkannya sun yang bunganya jauh diatas suku bunga deposito, apalagi sbi, implikasinya bank-bank kita jadi sulit menurunkan suku bunga deposito. dan itu mengakibatkan suku bunga kredit juga susah turun. hal mana adalah sesuatu yang sampai saat ini sudah ditunggu-tunggu oleh para pelaku usaha. saran saya, supaya sun ini tidak mengganggu pasar uang dalam negeri, mau nggak pemerintah kita menerbitkan sun dalam mata uang asing. seperti dalam bentuk dolar atau euro yang lebih dipercaya. dengan suku bunga 7% saja, saya kira pemerintah bisa gempor dalam melayaninya, apalagi kalau pemerintah berani kasih bunga 11.25 %. menurut saya inilah jalan keluarnya. dan ini lebih saling menguntungkan masing-masing pihak. kw, salido. --- Pada Jum, 26/6/09, Asep Kurniawan ask...@yahoo.com menulis: Dari: Asep Kurniawan ask...@yahoo.com Topik: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Tanggal: Jumat, 26 Juni, 2009, 1:46 PM Bung Yanuar, Hehehe, masih inget bung, dan saya juga menyampaikan salut atas kemauannya menyampaikan program kongkret, walaupun kritisi saya tetap tidak logis. Memang ngga ada jawaban, saya sampai cari ke blog-nya di kompasiana (kalo ga salah) isinya puji2-an semua, ngga ada diskusinya ^_^. Soal penjadwalan utang, beberapa kali dalam dialog di tv Prabowo juga masih ngomong janji yang sama, dan menggunakan dananya untuk cetak lahan aren jutaan hektar itu. Masalahnya, di luar utang komersial yang Anda jelaskan, negosiasi penjadwalan pembayaran utang G to G saja saya bayangkan tidak secepat atau semudah membalik tangan. Pengalaman penjadwalan utang di masa pasca Soeharto, waktu itu salah satunya lewat Paris Club, alot dan memakan waktu lama. Jadi saya masih garuk2 kepala kalo ada orang yang menyatakan bisa negosiasi penjadwalan pembayaran utang dalam waktu cepat, apa ya bisa? Belum lagi hasilnya kan tidak selalu fresh money, tapi jadi debt swap yang permintaan dari donor belum tentu jadi prioritas pemerintahannya. 1. Urusan rating, hehehe.. jadi pusing saya. Tampaknya jadi simalakama: tidak buy back, rating turun dan dengan demikian jika mau menerbitkan SUN lagi harus memberi rate bunga lebih tinggi lagi. Jika buy back, dana terkuras dan mengabaikan sektor-sektor yang produktif atau melindungi daya beli masyarakat. Tapi saya setuju dengan Anda, urusan begini juga seringkali dipengaruhi unsur psikologis (rumor?) dari para pelaku pasar. Barangkali di sinilah rasionalitas Pemerintah diuji. Kembali ke pertanyaan awal saya, jika pemerintah bisa lepas dari tekanan rating yang Anda sebut, instrumen utang komersial ini tampaknya lebih memberi kebebasan dalam penggunaannya ketimbang dari negara/lembaga donor yang banyak ngatur dan ngawasi (Walaupun kata Bung Eko, tergantung kemampuan negosiasi juga). 2. Nah, yang ini tak ada bantahan. Setuju juga mengembangkan pasar lokal untuk SUN dan ORI. Potensinya saya yakin besar. Setiap seri ORI terbit kan selalu dinyatakan permintaan lebih besar dari penawaran. Problemnya barangkali tinggal rate bunga, tetap harus mampu bersaing dengan obligasi-obligasi asing yang bertebaran di dunia, kan? Kalo ngga, para pemilik uang lebih itu akan lebih memilih beli yang asing punya... Kalo ini terjadi, apakah utang negara akan tetap menjadi isu politik? Toh tetap sebagaimana diributkan, utang itu dibayar lewat APBN dan jadi tanggungan turun-temurun. Salam,
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
Kang Asep, masih ingat tidak ketika Prabowo masuk milis FPK (sebelum Pileg) dengan programnya? Kang Asep masuk menimpali pertanyaan, juga saya.. dan sampai hari ini juga belum ada jawabannya ha..ha..ha.. Tapi, dari sisi demokrasi dunia milis FPK hanya dia emang dari 6 Pasang itu yang berani nekat posting :) Waktu itu, saya nanya PS soal penjadwalan ulang utang.. argumen yang saya bangun adalah Hutang saat ini dalam stok kita tidaklah dominan dari model hutang G to G atau multilateral, saya kemukakan juga datanya waktu itu. Saya tanya ke PS waktu itu cara moratorium dan rescheduling hanya akan bisa dilakukan jika melibatkan dua pihak, bagaimana caranya untuk SUN? karena membutuhkan investor gathering dan pemegang yang lebih beragam Jadi, titik sentralnya dalam model hutang komersial plus-nya sekaligus minusnya juga kalau dari sisi negosiasi.. 1. Rezim menekan, kalau model G to G atau Lembaga Multilateral seperti yang Kang Asep katakan punya resiko ikut campur dalam kebijakan, maka Market Maker di pasar keuangan komersial (bursa global) juga akan menjadi penekan. Tekanan dilakukan melalui rezim rating, dimana akan sulit masuk pasar perdana SUN baru jika mengalami penurunan rating. Itulah mengapa, pemerintah sangat menjadikan rating jadi acuan, dimana penurunan akan terjadi jika terjadi gagal bayar dari bunga maupun pokoknya. Sisi lain, rating juga mengacu ke likuiditas SUN tersebut di pasar. Dampaknya: saya pernah berpendapat di media, juga di Kompas, bahwa buy back SUN yang belum jatuh tempo di bulan April 2007 tidak perlu pemerintah lakukan, terlebih pemerintah membentuk frame tengah kesulitan fiskal terkait harga minyak yang naik.. dari sisi publik, akan lebih adil (rasanya) jika hutang yang belum jatuh tempo lebih tidak urgent jika dibandingkan dengan melindungi daya beli masyarakat yang disaat bersamaan mengalami kontraksi harga minyak... Pro-kontra nya kan duit terbatas, dipakai ke yang legal formal saja. Tapi, di titik itu rating telah menjadi hantu.. Karena, Juni 2007 pemerintah kan memang ada rencana menerbitkan SUN baru (Rupiah maupun Global), jadi di titik ini yang lebih ditopang daya beli SUN dibandingkan daya beli masyarakat... Perdebatan pasti akan muncul, kalau saya mengambil sikap tidak akan buy back karena toh saya lebih baik disiplin bayar bunga saja yang sesuai aturan rating tidak ada alasan RI gagal bayar. Uang bayar pokoknya saya pakai tahan harga BBM (maaf, ini kenapa saya sangat tidak suka dengan klaim SBY yang bilang turun harga minyak prestasi, kalau saat kontraksi dia mati2xan cari cara untuk tidak naik saya akan acungkan jempol untuk iklannya, tapi kalau sekarang saya bilang dalam bahasa rezim pasar finansial Iklan penurunan harga BBM sebagai prestasi adalah missleading, karena turun disaat harga minyak dunianya pun turun Tapi, saat itu di bulan Maret-April 2007 banyak Investment Bankers yang menjadi Market Maker pasar obigasi menghantam kita lewat koreksi harga di pasar sekunder (bursa) membuat masalah di likuiditas, lalu membuat framing bahaya rating dalam artian sulit diserap SUN baruj dengan penurunan rating... Tatkala, pemerintah terpengaruh dan Buy Back untuk mempertahankan harga dan likuiditas dalam isme rating, maka kita harus jujur dengan cara berbeda, baik model G to G maupun komersial mempengaruhi kebijakan pemerintah. Di bulan Juni 2007, saat pemerintah mengatakan sukses atas penyerapan SUN baru.. di Kompas saya berpendapat, biaya mahal, karena kalau dihitung buy back lalu serapan baru.. tambahan fresh money relatif tidak ada.. karena SUN lama (yang sudah di buy back) ditukar SUN baru dengan bunga lebih tinggi.. selisih SUN baru dikurangi SUN lama terbuyback relatif sedikit (artinya berkorban demi rating hanya dapat tambahan fresh money baru sedikit, bunga tinggi). 2. Bagi saya, yang perlu adalah kampanye budaya investasi lokal. Dan saya tetap, dengan model yang sama SUN dan ORI. Tapi caranya beda, saya tak mau didikte para Market Maker yang sok ngatur rating, padahal mereka lagi bangkrut. Di titik daulat ini, saya kecewa kepada pemimpin yang terlalu dengar asing dibuai2x ke publik, tanpa berani mengatakan yang ngomong Bangkrut, hanya peduli akan kebangkrutannya... Di titik ini, suka atau tidak atas pro-kontra figurnya, saya melihat selama jalannya kampanye ini hanya Prabowo yang berani berkata (meski sebatas berkata, tapi dia kan sudah berkata ha...ha..ha) Biarlah yang lama kita urus tampa buy back dsb-nya... untuk serapan baru kita pakai kampanye budaya investasi lokal... dititik ini ketika di Kadin (lewat layar TiPi saya melihat) hanya JK yang bicara soal terobosan intermediasi kredit perbankan melalui kepemilikan saham pemerintah di Bank BUMN.. terlepas dari pro kontra Figurnya dan KepWapres.. tapi, JK sudah menyatakan itu dalam kampanyenya ha...ha..ha SUN dari sisi serapan, bagi saya harus jelas ke arah penyerapan lapangan kerja dan menopang link produksi-konsumsi.. sampai hari ini saya belum pernah dengar waktu penerbitan SUN ada public expose soal
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
mas asep, klo berkenan sy ikutan nimbrung neh. pertama kali yg hrs dipahami adalah fakta, kemudian solusi, baik politis maupun ekonomi. menurut perubahan besaran apbn thn 2009, defisit yg ditetapkan pemerintah adalah sebesar 2,5 persen dari pdb atau sekitar 132 triliun. defisit sebesar itu akan dibiayai oleh 3 sumber ; 1. dari silpa sebesar 51,3 triliun. 2. dari sun sebesar 54,7 trilun. 3. dari stand by loan 5,5 miliar dollar. dan jika situasi global makin menekan apbn, langkah berikutnya adalah memotong anggaran kementrian/lembaga/instansi etc yg tdk urgen. kenapa urutannya adalah seperti itu semata mata adalah pertimbangan politis, krn segala bentuk perubahan anggaran hrs ditentukan bersama dpr, yg tentu saja ini menjadikan variabel ekonomi menjadi teredusir dlm pengambilan keputusan. sekarang coba kita tengok sisi ekonomisnya, bunga sun sekarang berkisar 12,5 persen, jauh lebih tinngi dari bi rate. sekarang bandingkan dng suku bunga terbaru bank dunia yg hanya libor + 0,70 persen utk pinjaman kurang dr 10thn. dihitung dari sisi ekonomi, secara cost of fund termasuk memperhitungkan variabel costnya, lebih rendah pinjaman luar negeri. kenapa beberapa pihak menyatakan utang luar negeri merugikan adalah adanya faktor politis yg juga masih debatable tergantung negoisasinya. ditambah lagi musim pemilu gini makin riuh sbg bahan kampanye. mengenai posisi indonesia dlm mengakses pinajaman luar negeri, menurut bank dunia masih dlm kategori relatively aman krn maksimal rasio utang luar negeri adalah 35 persen dari pdb, sedangkan indonesia berkisar 33 persen. ttg sun yg dimiliki oleh asing faktor resiko mungkin telah dijelaskan oleh om yanur, dan hanya sy tambahkan sedikit resikonya adalah gonjang ganjing kurs seperti saat ini shg indonesia berhasil memperoleh predikat mempunyai mata uang paling volatil di dunia ;-] - Original Message - From: Asep Kurniawan To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Sent: Wednesday, June 24, 2009 6:07 PM Subject: Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri Bung Yanuar, ini logika awam saya. Ada banyak kritik utang G to G terlalu mengikat Indonesia dengan sejumlah persyaratan. Yang paling ironis, karena persyaratan itu ternyata mebuat sebagian utang yang kita dapat lewat G to G itu melayang kembali ke negara asal. Saya tidak tahu hitung2an detailnya, tetapi barangkali kita memang rugi walau bunga yang dikenakan kecil. Selain itu, Indonesia katanya sudah dinayatakan bukan tergolong negara miskin lagi, sehingga mulai kesulitan mengakses utang dengan bunga rendah dari negara atau lembaga donor. Nah, atas dua alasan itu, dalam kondisi anggaran negara yang masih defisit, tampaknya beralih ke pasar komersial dengan menerbitkan SUN, ORI, dan jenis lain obligasi pemerintah menjadi pilihan rasional. Dengan dana yang diperoleh dari penjualan SUN, negara mempunyai kebebasan untuk menggunakannya tanpa harus dibatasi oleh persyaratan dan resiko dana melayang kembali ke negara asal. Soal pembeli yang mayoritas ternyata warga asing, saya belum melihat itu sebagai masalah. Kenyataan ini lebih menunjukkan kurangnya minat atau kurangnya daya beli WNI. Lepas dari itu, utang komersial saya kira hukumnya sama, baik pembelinya asing atau WNI. Persoalannya tinggal pengelolaan dan pengawasan yang baik di dalam negeri sendiri: Pemerintah, DPR, BPK, dsb. Di tengah hiruk pikuk isu utang, tampaknya pilihan untuk beralih ke pasar komersial adalah pilihan rasional. Siapapun yang menang dalam pilpres nanti, sepertinya akan menempuh kebijakan yang sama untuk menutup defisit anggaran, setidaknya dalam jangka pendek. Salam,
Bls: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
Bung Yanuar, ini logika awam saya. Ada banyak kritik utang G to G terlalu mengikat Indonesia dengan sejumlah persyaratan. Yang paling ironis, karena persyaratan itu ternyata mebuat sebagian utang yang kita dapat lewat G to G itu melayang kembali ke negara asal. Saya tidak tahu hitung2an detailnya, tetapi barangkali kita memang rugi walau bunga yang dikenakan kecil. Selain itu, Indonesia katanya sudah dinayatakan bukan tergolong negara miskin lagi, sehingga mulai kesulitan mengakses utang dengan bunga rendah dari negara atau lembaga donor. Nah, atas dua alasan itu, dalam kondisi anggaran negara yang masih defisit, tampaknya beralih ke pasar komersial dengan menerbitkan SUN, ORI, dan jenis lain obligasi pemerintah menjadi pilihan rasional. Dengan dana yang diperoleh dari penjualan SUN, negara mempunyai kebebasan untuk menggunakannya tanpa harus dibatasi oleh persyaratan dan resiko dana melayang kembali ke negara asal. Soal pembeli yang mayoritas ternyata warga asing, saya belum melihat itu sebagai masalah. Kenyataan ini lebih menunjukkan kurangnya minat atau kurangnya daya beli WNI. Lepas dari itu, utang komersial saya kira hukumnya sama, baik pembelinya asing atau WNI. Persoalannya tinggal pengelolaan dan pengawasan yang baik di dalam negeri sendiri: Pemerintah, DPR, BPK, dsb. Di tengah hiruk pikuk isu utang, tampaknya pilihan untuk beralih ke pasar komersial adalah pilihan rasional. Siapapun yang menang dalam pilpres nanti, sepertinya akan menempuh kebijakan yang sama untuk menutup defisit anggaran, setidaknya dalam jangka pendek. Salam, Dari: pudimartini pudimart...@pirus.co.id Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Terkirim: Selasa, 23 Juni, 2009 10:42:58 Topik: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri Terima kasih sekali Bung Yanuar, sangat mencerahkan dan salam untuk keluarga Just keep up the good job Yanuar Rizky wrote: Bung Pudimartini, Data pengelolaan Utang Depkeu dengan tahun dasar 2000 menunjukan tren pertumbuhan rasio hutang luar negeri (HLN) yang bersifat multilateral dan G to G sudah turun ke Minus 13,1 (2008): Ini alasan yang menyatakan tolakan atas isu utangan. Namun demikian, data yang sama di tahun 2008 utang dalam bentuk surat utang (SUN) pertumbuhan rasionya dibandingkan tahun dasar 2000 adalah NAIK 117,8%: Ini adalah fakta bahwa HLN diganti oleh SUN, dan trennya APBN semakin 'tergantung' ke SUN Debat AN dan SM, saya melihat dari perspektif saya: pasar portopolio kita, kenapa saya lari ke sana? Karena model SUN adalah hutang dengan jenis portopolio. Nah, di pasar portopolio ini berdasarkan data kustodian sentral masih 60% dikuasai Asing. Jadi, meski SUN yg dikeluarkan dalam nominal Rupiah, jika diambil Asing jatuhnya ya hutang luar negeri juga. Indikatornya kan jelas, SUN 2009 bunganya 12,5% jauh di atas bunga acuan lokal, yaitu BI rate yang terus diturunkan. Kenapa demikian? Kalau dilihat karena meski bank sentral AS (Fed) nurunkan Fed rate mendekati NOL, tapi surat utang pemerintah AS (T-Bill) naik terus bunganya, terakhir dari kisaran 4,5% ke 4,6%.. Jadi, kalau berebut kue pembeli yang sama terlihat dari tingginya efektif rate SUN: Fakta buyer SUN adalah asing Soal BLT nya, saya melihat jika dikatakan sehat BLT ini adalah transaksi sosial dari kelebihan yang mampu (pembayar pajak) ke yang kurang mampu. Masalahnya, bagi saya, politik anggaran yang populis kampanye 2009 tak bisa dihindarkan aromanya. Kalau SUN itu produktif, ukurannya akan ada peningkatan rasio pajak terhadap GDP.. Kita main data, SUN ratio atas GDP 2007-2000: 94% dan 2008-2000; 117% ada peningkatan sekitar 24%.. Nah, di APBN 2008 Tax Ratio realisasi terhadap GDP 13,6%.. Kalau itu untuk sesuatu yang produktif di RAPBN2009 akan ada keberanian agresif naikan tax rasio, tapi pemerintah hanya berani naik 13,7%: Inilah fakta bahwa utang (SUN) terindikatif mengalir banyak ke program populis, diantaranya BLT. Kenapa jadi ke 'BLT utangan Luar Negeri' yang itu karena indikatif SUN kita yg banyak diambil asing seperti saya kemukakan di atas. Salam, -Yanuar Rizky- (mail to: ri...@elrizky.net) transmitted by tukang pos®[on the net: www.elrizky.net]
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
lanjutkan, mega-pro (honda), atau lebih cepat lebih baik namun menggunakan hati nurani itu katanya loh !!semua pilihan ada didepan kita !!? --- On Mon, 6/22/09, Yanuar Rizky rizky.elri...@gmail.com wrote: From: Yanuar Rizky rizky.elri...@gmail.com Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Date: Monday, June 22, 2009, 5:06 PM Bung Pudimartini, Data pengelolaan Utang Depkeu dengan tahun dasar 2000 menunjukan tren pertumbuhan rasio hutang luar negeri (HLN) yang bersifat multilateral dan G to G sudah turun ke Minus 13,1 (2008): Ini alasan yang menyatakan tolakan atas isu utangan. Namun demikian, data yang sama di tahun 2008 utang dalam bentuk surat utang (SUN) pertumbuhan rasionya dibandingkan tahun dasar 2000 adalah NAIK 117,8%: Ini adalah fakta bahwa HLN diganti oleh SUN, dan trennya APBN semakin 'tergantung' ke SUN Debat AN dan SM, saya melihat dari perspektif saya: pasar portopolio kita, kenapa saya lari ke sana? Karena model SUN adalah hutang dengan jenis portopolio. Nah, di pasar portopolio ini berdasarkan data kustodian sentral masih 60% dikuasai Asing. Jadi, meski SUN yg dikeluarkan dalam nominal Rupiah, jika diambil Asing jatuhnya ya hutang luar negeri juga. Indikatornya kan jelas, SUN 2009 bunganya 12,5% jauh di atas bunga acuan lokal, yaitu BI rate yang terus diturunkan. Kenapa demikian? Kalau dilihat karena meski bank sentral AS (Fed) nurunkan Fed rate mendekati NOL, tapi surat utang pemerintah AS (T-Bill) naik terus bunganya, terakhir dari kisaran 4,5% ke 4,6%.. Jadi, kalau berebut kue pembeli yang sama terlihat dari tingginya efektif rate SUN: Fakta buyer SUN adalah asing Soal BLT nya, saya melihat jika dikatakan sehat BLT ini adalah transaksi sosial dari kelebihan yang mampu (pembayar pajak) ke yang kurang mampu. Masalahnya, bagi saya, politik anggaran yang populis kampanye 2009 tak bisa dihindarkan aromanya. Kalau SUN itu produktif, ukurannya akan ada peningkatan rasio pajak terhadap GDP.. Kita main data, SUN ratio atas GDP 2007-2000: 94% dan 2008-2000; 117% ada peningkatan sekitar 24%.. Nah, di APBN 2008 Tax Ratio realisasi terhadap GDP 13,6%.. Kalau itu untuk sesuatu yang produktif di RAPBN2009 akan ada keberanian agresif naikan tax rasio, tapi pemerintah hanya berani naik 13,7%: Inilah fakta bahwa utang (SUN) terindikatif mengalir banyak ke program populis, diantaranya BLT. Kenapa jadi ke 'BLT utangan Luar Negeri' yang itu karena indikatif SUN kita yg banyak diambil asing seperti saya kemukakan di atas. Salam, -Yanuar Rizky- (mail to: ri...@elrizky.net) transmitted by tukang pos®[on the net: www.elrizky.net]
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
Bung Pudimartini, Data pengelolaan Utang Depkeu dengan tahun dasar 2000 menunjukan tren pertumbuhan rasio hutang luar negeri (HLN) yang bersifat multilateral dan G to G sudah turun ke Minus 13,1 (2008): Ini alasan yang menyatakan tolakan atas isu utangan. Namun demikian, data yang sama di tahun 2008 utang dalam bentuk surat utang (SUN) pertumbuhan rasionya dibandingkan tahun dasar 2000 adalah NAIK 117,8%: Ini adalah fakta bahwa HLN diganti oleh SUN, dan trennya APBN semakin 'tergantung' ke SUN Debat AN dan SM, saya melihat dari perspektif saya: pasar portopolio kita, kenapa saya lari ke sana? Karena model SUN adalah hutang dengan jenis portopolio. Nah, di pasar portopolio ini berdasarkan data kustodian sentral masih 60% dikuasai Asing. Jadi, meski SUN yg dikeluarkan dalam nominal Rupiah, jika diambil Asing jatuhnya ya hutang luar negeri juga. Indikatornya kan jelas, SUN 2009 bunganya 12,5% jauh di atas bunga acuan lokal, yaitu BI rate yang terus diturunkan. Kenapa demikian? Kalau dilihat karena meski bank sentral AS (Fed) nurunkan Fed rate mendekati NOL, tapi surat utang pemerintah AS (T-Bill) naik terus bunganya, terakhir dari kisaran 4,5% ke 4,6%.. Jadi, kalau berebut kue pembeli yang sama terlihat dari tingginya efektif rate SUN: Fakta buyer SUN adalah asing Soal BLT nya, saya melihat jika dikatakan sehat BLT ini adalah transaksi sosial dari kelebihan yang mampu (pembayar pajak) ke yang kurang mampu. Masalahnya, bagi saya, politik anggaran yang populis kampanye 2009 tak bisa dihindarkan aromanya. Kalau SUN itu produktif, ukurannya akan ada peningkatan rasio pajak terhadap GDP.. Kita main data, SUN ratio atas GDP 2007-2000: 94% dan 2008-2000; 117% ada peningkatan sekitar 24%.. Nah, di APBN 2008 Tax Ratio realisasi terhadap GDP 13,6%.. Kalau itu untuk sesuatu yang produktif di RAPBN2009 akan ada keberanian agresif naikan tax rasio, tapi pemerintah hanya berani naik 13,7%: Inilah fakta bahwa utang (SUN) terindikatif mengalir banyak ke program populis, diantaranya BLT. Kenapa jadi ke 'BLT utangan Luar Negeri' yang itu karena indikatif SUN kita yg banyak diambil asing seperti saya kemukakan di atas. Salam, -Yanuar Rizky- (mail to: ri...@elrizky.net) transmitted by tukang pos®[on the net: www.elrizky.net] -Original Message- From: pudimartini pudimart...@pirus.co.id Date: Mon, 22 Jun 2009 11:44:12 To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon Pemimpin Negeri Bagus Mas Yanuar, membuat saya yang awam menjadi tahu. Bagaimana dengan analisis hutang untuk BLT ? Ada pro dan kontra antara Anwar N dengan SM ada bahasan? Yanuar Rizky wrote: Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon Pemimpin Negeri Oleh: Yanuar Rizky Gatra, 18-24 Juni 2009 http://www.elrizky.net/artikel.php?opt=1id=289 Kemiskinan rakyat umum bertambah lama bertambah besar, sehingga kesanggupannya buat membeli benda-benda untuk dimakan dan perhiasan hidup semakin lama semakin kurang. Itu sebab, maka Indonesia tertarik juga dalam gelombang krisis ini, sekalipun tanahnya amat subur (Bung Hatta, Artikel Daulat Rakyat 26 November 1931) Seorang Cawapres mengemukakan anomali ekonomi Indonesia terlihat dari cadangan Devisa yang tidak sama besarnya dengan surplus ekspor di neraca perdagangan. Titik pandang yang menarik untuk dibahas secara serius. Agar arah ekonomi Indonesia lebih seimbang antara sektor riil dengan sektor keuangannya. Kita akan “bias” terhadap pemaknaan sebuah fakta, tatkala kita disandera “siapa yang bicara”. Sengaja, saya tidak menyebut nama Cawapres tersebut. Agar jernih, tanpa dipengaruhi persepsi “pro-kontra” figurnya. Jika kita tarik tren garis pertumbuhan, tampak jelas surplus neraca perdagangan (ekspor dikurangi impor) berada jauh di atas pertumbuhan cadangan devisa. Dari sisi investasi, tren dana asing yang tertanam dalam perekonomian (FDI: Foreign Direct Investment) berada dibawah tren cadangan devisa. Data indikator sistem pembayaran (RTGS: Real Time Gross Settlement) Bank Indonesia (BI), menunjukan beban pengelolaan moneter di bulan Mei 2009 adalah 19,35% dari total transaksi RTGS. Lalu, jika dikaitkan dengan arus portopolio (FPI: Foreign Portpolio Investment) Bursa Efek Indonesia (BEI) di bulan yang sama, maka total transaksi Bursa adalah 20,45% dari total transaksi nasabah RTGS. Struktur lalu lintas dana sistem keuangan Indonesia adalah arus kas dari Cadangan Devisa. Artinya, terindikasi cukup kuat, beban moneter dalam stabilisasi nilai tukar Rupiah (IDR) atas Dolar Amerika (USD) lebih diakibatkan terlalu aktifnya arus FPI, tanpa signifikansi diiringi masuknya FDI-nya. Di neraca perdagangan, ekspor akan menghasilkan devisa dan impor akan mengurasnya. Di neraca pembayaran, jika asing (FPI) melakukan aksi jual portopolio akan menguras cadangan USD dan ketika masuk akan memperkuatnya. Inilah yang disebut uang panas (hot money), karena sifatnya untuk tertanam bisa dalam
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pesan Pasar (Portopolio) Untuk Calon PemimpinNegeri
Terima kasih sekali Bung Yanuar, sangat mencerahkan dan salam untuk keluarga Just keep up the good job Yanuar Rizky wrote: Bung Pudimartini, Data pengelolaan Utang Depkeu dengan tahun dasar 2000 menunjukan tren pertumbuhan rasio hutang luar negeri (HLN) yang bersifat multilateral dan G to G sudah turun ke Minus 13,1 (2008): Ini alasan yang menyatakan tolakan atas isu utangan. Namun demikian, data yang sama di tahun 2008 utang dalam bentuk surat utang (SUN) pertumbuhan rasionya dibandingkan tahun dasar 2000 adalah NAIK 117,8%: Ini adalah fakta bahwa HLN diganti oleh SUN, dan trennya APBN semakin 'tergantung' ke SUN Debat AN dan SM, saya melihat dari perspektif saya: pasar portopolio kita, kenapa saya lari ke sana? Karena model SUN adalah hutang dengan jenis portopolio. Nah, di pasar portopolio ini berdasarkan data kustodian sentral masih 60% dikuasai Asing. Jadi, meski SUN yg dikeluarkan dalam nominal Rupiah, jika diambil Asing jatuhnya ya hutang luar negeri juga. Indikatornya kan jelas, SUN 2009 bunganya 12,5% jauh di atas bunga acuan lokal, yaitu BI rate yang terus diturunkan. Kenapa demikian? Kalau dilihat karena meski bank sentral AS (Fed) nurunkan Fed rate mendekati NOL, tapi surat utang pemerintah AS (T-Bill) naik terus bunganya, terakhir dari kisaran 4,5% ke 4,6%.. Jadi, kalau berebut kue pembeli yang sama terlihat dari tingginya efektif rate SUN: Fakta buyer SUN adalah asing Soal BLT nya, saya melihat jika dikatakan sehat BLT ini adalah transaksi sosial dari kelebihan yang mampu (pembayar pajak) ke yang kurang mampu. Masalahnya, bagi saya, politik anggaran yang populis kampanye 2009 tak bisa dihindarkan aromanya. Kalau SUN itu produktif, ukurannya akan ada peningkatan rasio pajak terhadap GDP.. Kita main data, SUN ratio atas GDP 2007-2000: 94% dan 2008-2000; 117% ada peningkatan sekitar 24%.. Nah, di APBN 2008 Tax Ratio realisasi terhadap GDP 13,6%.. Kalau itu untuk sesuatu yang produktif di RAPBN2009 akan ada keberanian agresif naikan tax rasio, tapi pemerintah hanya berani naik 13,7%: Inilah fakta bahwa utang (SUN) terindikatif mengalir banyak ke program populis, diantaranya BLT. Kenapa jadi ke 'BLT utangan Luar Negeri' yang itu karena indikatif SUN kita yg banyak diambil asing seperti saya kemukakan di atas. Salam, -Yanuar Rizky- (mail to: ri...@elrizky.net) transmitted by tukang pos®[on the net: www.elrizky.net] = Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] : 1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS 2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://epaper.kompas.com/ , http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/ 3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke anggota 4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id 5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com KOMPAS LINTAS GENERASI = Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com mailto:forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com * To unsubscribe from this group, send an email to: forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/