http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=8867
Senin, 02 Juli 2007, Ke Pesantren Daarut Tauhid saat Pamor Aa Gym Meredup Jamaah Wisata Rohani Tak Lagi Meluber ke Jalan Sejak KH Abdullah Gymnastiar menjalani pernikahan kedua dengan mantan model, Alfarini Eridani, awal Desember 2006, jumlah jamaah yang berkunjung ke pesantrennya, Daarut Tauhid, di Bandung terus menurun. PRIYO HANDOKO, Bandung SALAT magrib baru saja usai. Seperti biasa, Sabtu malam lalu (30/6) masjid di kompleks Pesantren Daarut Tauhid milik kiai yang akrab dengan sapaan Aa Gym di Jalan Gegerkalong Girang 38, Bandung, itu masih dihadiri banyak jamaah. Mereka -beberapa dari luar kota- mengikuti acara Tausyiah Wisata Rohani, salah satu program dakwah yang dibimbing langsung oleh dai kondang itu. Saat weekend Sabtu dan Minggu, acara yang berlangsung pukul 18.00- 19.00 itu biasanya menjadi favorit jamaah dari berbagai kota di tanah air. Kompleks pesantren dengan ribuan santri yang berdiri di atas lahan tiga hektare itu dikelola dengan manajemen modern. Selain memiliki cottages dengan kamar yang mampu menampung puluhan tamu, di sana berdiri gedung serbaguna, kafetaria, serta toko swalayan yang cukup lengkap. Malam itu, Aa Gym yang tampil dengan baju koko, berkopiah, dan bercelana panjang berceramah dengan bahasa dan isi yang menyejukkan. Pria kelahiran Bandung, 29 Januari 1962, yang terkenal dengan konsep dakwahnya, manajemen kalbu, itu masih memikat. Sekitar tiga perempat lantai masjid dengan kapasitas sekitar seribu orang itu dipenuhi jamaah. Tak seperti yang dilihat Jawa Pos sekitar setahun lalu, jamaah wanita yang datang juga tidak terlalu banyak. Meski sudah memenuhi tiga perempatnya, untuk ukuran acara akhir pekan, jamaah yang hadir malam itu tergolong menurun. "Dulu peserta pengajian seperti itu meluber sampai ke luar masjid," kata Andi Febriana, salah seorang peserta setia pengajian Aa Gym, kepada Jawa Pos. Menurut Andi, pada momen akhir pekan seperti itu peserta pengajian bisa membeludak ke areal dalam kompleks Pesantren Daarut Tauhid (posisi masjid memang berseberangan dengan pesantren). Menurunnya jumlah jamaah itu juga dibenarkan Azis Muslim yang mondok di Daarut Tauhid sejak 2005. "Kalau dulu, setiap salat Jumat, jamaah membeludak sampai ke jalan. Tapi, sejak Aa Gym menikah lagi, pemandangan itu menghilang," katanya. Azis memang bisa mengamati keluar masuknya jamaah di masjid. Sebab, sehari-hari dia membuka kios pulsa seluler tepat di seberang pesantren di ruas Jalan Gegerkalong Girang itu. "Sebelumnya mau dagang apa saja di sini enak. Pasti laku karena pengunjungnya banyak," ujarnya saat ditemui di kiosnya yang terletak di pinggir jalan menuju ke Lembang itu. Kata Azis, dulu Daarut Tahid selalu ramai pengunjung. Puncaknya biasa terjadi pada Sabtu dan Minggu dengan rata-rata 2.000 pengunjung. Armada bus dan mobil pribadi datang dan pergi. Kendaraan itu parkir di sepanjang jalan sekitar pesantren. "Tapi, sudahlah. Rezeki itu ada yang mengatur. Semua pasti ada hikmah yang bisa dipetik," katanya. Jawa Pos yang berkunjung ke Daarut Tauhid awal Desember 2006 lalu juga merasakan perubahan suasana tersebut. Saat itu masjid yang berlantai tiga selalu tidak pernah mampu menampung jamaah yang menunaikan salat lima waktu. Para pengunjung terpaksa menggelar sajadah di emperan masjid yang langsung bersisian dengan jalan. "Kebanyakan yang salat berjamaah sekarang adalah para santri Daarut Tauhid sendiri dan masyarakat sekitar sini," kata seorang warga yang tak mau disebut namanya. Bukan hanya jumlah pengunjung yang menurun. Saat ini omzet sejumlah unit usaha yang dikembangkan Daarut Tauhid juga dikabarkan berkurang. Aa Gym memang dikenal sebagai kiai modern. Seperti Darul Arqom di Malaysia, pesantren itu sukses mengembangkan jaringan usaha secara mandiri. Salah satu produk yang terkenal adalah air dalam kemasan bermerek MQ (Manajamen Qalbu) Jernih, Penurunan omzetnya cukup besar, yakni hampir 70 persen. "Dulu banyak ibu PKK, Bhayangkari, dan lainnya yang berlangganan MQ Jernih. Tapi, setelah Aa Gym menikah lagi, banyak yang kecewa. Maklum ibu-ibu," kata warga tersebut. Akibat omzet penurunan unit usaha itu, baru-baru ini manajemen Daarut Tauhid merumahkan hampir 40 persen karyawan untuk menekan cost pengeluaran. "Ada yang bilang, mereka diposisikan freelance untuk sementara waktu sambil menunggu kondisi normal lagi," katanya. Kondisi serupa juga menimpa MQ-TV. Saluran TV lokal Kota Bandung yang dikembangkan Daarut Tauhid sebelumnya sangat aktif membuat program- program pengajian Aa Gym. Termasuk di dalamnya menawarkan program ke sejumlah televisi nasional. Tapi, kini nasib televisi itu tak lagi cerah seiring meredupnya citra Aa Gym. "Saya akui MQ-TV sangat merasakan efeknya. Tapi, bantuan Allah itu selalu ada," kata Produser Promo Program MQ-TV Aji Hendrawan. Buktinya, lanjut dia, MQ-TV justru berhasil mendirikan bangunan kantor dan studio permanen di lingkungan Daarut Tauhid sehingga tidak perlu lagi mengontrak seperti sebelumnya. Saat ditanya apakah kelangsungan televisi lokal ini bukan berkat suntikan modal dari investor luar negeri, Aji menolak. "Memang ada sejumlah pengusaha muslim dari Malaysia dan Singapura yang berniat membeli saham MQ-TV, tapi belum ada kesepakatan. Jadi, Aa Gym tetap menjadi komisaris MQ-TV," tegasnya. Penerimaan infak dan sedekah Masjid Daarut Tauhid yang dikelola Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) juga sempat anjlok. Bila sebelumnya pemasukan setiap bulan selalu melampaui Rp 50 juta, sejak Januari 2007 jumlah itu merosot menjadi Rp 27 juta dan terus turun menjadi Rp 25 juta pada Februari. Meski terjadi sedikit peningkatan pada Maret menjadi Rp 34 juta, jumlahnya merosot lagi menjadi Rp 29 juta pada April. Mei lalu jumlahnya memang bertambah menjadi Rp 41 juta. "Namanya juga mengikuti keikhlasan pemberi, jadi wajar kadang naik kadang turun," kata salah seorang pengurus DKM. Ketika dikonfirmasi mengenai kondisi Daarut Tauhid itu, Humas Internal Daarut Tauhid Fahribin enggan berkomentar banyak. "Kondisi seperti ini wajar-wajar saja," katanya. Dia juga menyampaikan bahwa beragam kegiatan di pesantrennya berlangsung seperti biasanya. "Program pesantren kilat atau Sanlat Liburan masih diminati anak-anak sekolah," katanya sambil menunjuk ratusan peserta Sanlat yang kebetulan melintas. Dia juga mencontohkan rangkaian acara yang tetap padat. Pada acara itu, Aa Gym yang menjadi tokoh sentral selalu mendapat "jatah" mengisi kajian MQ (Manajemen Qolbu) on-air yang berlangsung seminggu full. Selain televisi lokal, AA Gym punya jaringan pemancar radio sendiri. Istri pertama Aa Gym, Ninih Muthmainnah Muhsin yang akrab dipanggil Teh Ninih, juga tetap aktif memberi pengajian khusus buat ibu-ibu dan remaja putri. Jadwalnya, jelas Fahribin, setiap Senin usai salat asar dan Minggu setelah duhur. Tapi, bukankah pesertanya telah merosot jauh? "Kami selalu berprasangka baik kepada jamaah," jawabnya. Saat ditemui Jawa Pos, Aa Gym justru menganggap realitas yang kini dihadapi Daarut Tauhid merupakan momentum yang sangat berharga. "Setelah 20 tahun menjalankan dakwah, serta 17 tahun keberadaan Daarut Tauhid, saya justru sangat bersyukur dengan adanya kesempatan dari Allah untuk mengevaluasi banyak hal," katanya merendah. Menurut Aa Gym, kesibukan luar biasa yang belakangan harus dijalani Daarut Tauhid telah membuat proses evaluasi diri menjadi tidak maksimal. Karena itu, lanjut dia, saat ini merupakan kesempatan yang sangat luar biasa untuk kembali ke konsep ahli zikir, ahli pikir, dan ahli ikhtiar. "Kami menganggap ini karunia yang tidak ternilai dari Allah SWT," ujarnya. Bagaimana kian sepinya Daarut Tauhid? "Selama ini aktivitas Daarut Tauhid terlalu padat. Justru saat ini saya punya banyak waktu untuk keluarga dan orang tua. Saya jadi lebih realistis," jawabnya. Para pengurus Daarut Tauhid (termasuk dirinya), tambah Aa Gym, jadi lebih fokus memikirkan apakah langkah-langkah yang dilakukan pesantren disukai Allah atau tidak. "Hati manusia itu ada dalam genggaman Allah. Kadang dia membukakan, kadang menahan. Akan sangat rugi kalau kita berbuat karena hanya ingin dinilai manusia. Kami fokus mencari rida Allah," tegasnya. (*)