Pak Budi
Tanggapan balik anda ini tidak menegaskan awal-awal tanggapan anda, Justru
perbedaan pandangan itulah yang membuat kita jadi semakin dewasa. Saya kira,
kita yang di sini telah mafhum dan tidak perlu dikutip yang bisa dipahami untuk
mengajari.
Komentar terhadap tulisan anda saya kira tetap menjunjung tinggi
sportivitas--dan tak perlu mengambil contoh dunia olahraga Indonesia maksudnya?
Final Liga Djarum saya harus dipindahkan ke Bandung, dan pertandingan tanpa
penonton--tak ada yang emosi dalam protes-protes terhadap tulisan anda--mengapa
anda begitu gerah dengan protes dengan mengatakan, Yang lebih sering terjadi
protes-protes itu hanya menunjukkan emosi belaka.
Saya juga menikmati tulisan-tulisan anda, dan ketika saya membaca tulisan anda
tentang Hillary saya menangkap ada yang aneh, dan saya pun bisa mengerti ada
komentar dan protes terhadap tulisan anda.
Namun jujur saja, tanggapan balik anda seperti ini, membuat saya sebagai
pembaca tulisan-tulisan anda, dan juga pembaca Kompas kecewa
Mohamad Guntur Romli
Mohamad Guntur Romli
Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta
[EMAIL PROTECTED]
http://guntur.name/
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Budiarto Shambazy [EMAIL
PROTECTED] wrote:
Mas Budi,
Terima kasih mau menantikan Politika.
Pro dan kontra terhadap setiap artikel/opini/berita di Kompas merupakan hal
biasa.
Justru perbedaan pandangan itulah yang membuat kita jadi semakin dewasa.
Saya pernah bertahun-tahun meliput olahraga.
Di dunia yang penuh sportivitas itu protes pun diizinkan pula.
Namun, setiap protes pasti ada harganya.
Syarat pertama protes: Anda harus mengeluarkan berlembar-lembar 100 ribu
rupiah.
Uang itu tak akan dikembalikan kepada Anda alias menjadi hak milik panitia.
Yang lebih sering terjadi protes-protes itu hanya menunjukkan emosi belaka.
Kadang kala protes dilancarkan karena persoalan harga diri saja.
Namun, setelah pertandingan selesai, semuanya kembali seperti sedia kala.
Wong namanya saja olahraga.
Salam jujur,
Budiarto Shambazy